Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Wawasan Keuangan untuk Driver Ojol

8 Agustus 2019   16:26 Diperbarui: 8 Agustus 2019   16:42 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana di ruang diskusi publik "Potret Kaum Marginal Jakarta Dulu, Kini, dan Nanti" (dokumentasi pribadi)

"...yang patut kita waspadai dari era teknologi 4.0 adalah bom waktu yang siap meledakkan masalah. Contohnya ojek online. Orang Jakarta banyak yang jadi mitra mereka. Mereka bukan karyawan dan mereka adalah pekerja dengan lowskill. Suatu saat ojek online cabut dari Indonesia atau ada sesuatu dengan perusahaan ini, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan," kata Bhima Yudistira, peneliti INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), dalam diskusi publik berjudul 'Potret Kaum Marginal Jakarta: Dulu, Kini, dan Nanti'.

Diskusi publik tersebut diselenggarakan di Rumah Makan Bumbu Desa Cikini tanggal 7 Agustus 2019. Selain Bima Yudistira, hadir pula Salman Al Farisi selaku Deputi Direktur YBM PLM, M. Chozin Amurullah selaku pegiat sosial Turun Tangan, Sabeth Abilawa yang merupakan Pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam Jakarta, dan Dr. Mariana selaku Sekertaris Dinas Sosial DKI Jakarta.

Secara khusus, kaum marjinal yang dibahas di sini berfokus pada orang miskin di ibukota. Dr. Mariana mengatakan bahwa saat ini, pemerintah DKI Jakarta memiliki target menurunkan angka kemiskinan sebanyak 1% di tahun 2022. Walaupun kemudian hal ini dikritisi oleh Pak Bhima. Menurutnya, angka 1% terlalu kecil untuk DKI Jakarta yang memiliki pendapatan daerah hingga 74,7 trilliun.

Kembali lagi tentang analisa Pak Bhima tentang bom waktu yang bernama Gojek ini. Aku pernah membaca sebuah kisah di akun Instagram @cerminlelaki. Diceritakan di sana bahwa seorang laki-laki yang tinggal mengontrak di Jakarta mencari uang dengan menjadi ojek online. Di awal, dia mendapatkan penghasilan yang berlebih untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 

Namun sekarang, kondisi keuangannya sedang sulit. Penghasilannya tidak sebanyak di awal meskipun dia berusaha untuk bekerja hingga larut malam. Bahkan ada masanya dia merasa kurang uang dan kemudian meminjam uang di pinjaman online. Hal yang disesalinya kini karena pinjaman online tidak menyelesaikan masalahnya, malah memperparah.

Pinjaman online ini juga yang disebut oleh Pak Bhima sebagai produk teknologi yang membawa bom waktu. Mengacu pada data BPS yang dirilis bulan Maret 2019, garis kemiskinan di DKI Jakarta adalah Rp637.260 perorang perbulan. 

Jika seorang laki-laki berpenghasilan Rp3.300.000 sebulan, dia memiliki seorang istri dan 3 orang anak, maka keluarga ini bisa dikategorikan sebagai keluarga miskin. Belum lagi kalau laki-laki ini menanggung beban finansial orangtuanya juga. Uang 3,3 juta rupiah jelas tidak akan cukup. Kemudian keluarga ini menutup kebutuhannya dengan berhutang ke pinjaman online. Maka, keuangan keluarga ini malah bisa menjadi lebih parah.

Kalau membaca beberapa sumber berita, aku yakin sekali bahwa kita semua setuju bahwa aplikasi ojek daring telah membuka lowongan pekerjaan untuk banyak orang. Aku setuju. Lihat saja betapa banyaknya pengangguran yang kemudian memutuskan untuk menjadi driver ojol. 

Memangnya pemerintah tidak mau membuat sistem transportasi yang nyaman, cepat, dan murah meriah? Memangnya pemerintah tidak mau membuat trotoar yang nyaman untuk kita berjalan kaki dengan nyaman? Memangnya pemerintah tidak mau membuat peraturan terkait penggunaan transportasi yang bisa mengurangi polusi dan kemacetan?

Kita juga harus waspada dengan kemungkinan yang terjadi ke depannya karena lowongan pekerjaan yang banyak ditawarkan perusahaan aplikasi ojek daring ini adalah pekerjaan lowskill. Kalau ojek dan taksi sudah tidak diminati orang lagi, apa yang akan mereka lakukan nantinya?

Di Twitter, aku menemukan sesuatu yang menarik dari akun @strategi_bisnis. Seorang sarjana memilih pekerjaan menjadi tukang parkir. Sarjana itu menjadi tukang parkir karena penghasilannya yang tinggi dengan jam kerja fleksibel. Dua jam kerja dia bisa mendapat dua ratus ribu rupiah di hari biasa dan empat ratus ribu rupiah di akhir pekan. Akun tersebut kemudian menjelaskan tentang pentingnya memilih pekerjaan yang bisa menghasilkan income perhour yang tinggi.

Akun tersebut tidak menyarankan orang untuk menjadi tukang parkir walaupun tidak juga melarang. Yang jelas, akun @strategi_bisnis menyarankan tukang parkir tersebut untuk membuka sebuah usaha dengan penghasilan yang didapat. Toh memang dia jadi tukang parkir waktunya fleksibel, kan? Jadi dia jelas punya waktu untuk diluangkan.

Saran ini, mungkin berlaku juga untuk para driver ojek online. Aku rasa yang paling perlu pemerintah lakukan adalah memberikan wawasan tentang keuangan pada mereka. Mereka diberitahu tentang pengelolaan keuangan, tentang investasi, dan tentang pinjaman online. 

Diver ojek daring ini mungkin saat ini banyak yang kondisi keuangannya bagus dan tidak bisa disebut miskin. Namun untuk mencegah hal-hal buruk yang digambarkan di paragraf awal, tidak ada salahnya kan menyisihkan anggaran untuk edukasi mereka? 

Investasi tidak melulu tentang bisnis dan properti. Investasi bisa juga berupa ketrampilan. Uang yang mereka dapatkan dimanfaatkan untuk mendaftar kursus sehingga bila ada sesuatu yang buruk terjadi dengan perusahaan ojek daring tersebut, mereka bisa bertahan dengan kemampuan mereka. Atau siapa tahu mereka menemukan hal yang lebih ingin dilakukan? Jadi, mereka tidak terjebak untuk menjadi tukang ojek selamanya, kan?

Betul, tidak ada yang salah dengan menjadi tukang ojek. Tapi bukankah hidup harus berkembang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun