Mohon tunggu...
Meiliyani NIM 55525110031
Meiliyani NIM 55525110031 Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Mercubuana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Episteme Tingkat Kesadaran Organisasi terhadap Perilaku dan Strategi Pengelolaan PPh Pasal 23

14 Oktober 2025   02:01 Diperbarui: 14 Oktober 2025   02:06 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23
Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23

Manajemen PPh Pasal 23

Manajemen PPh Pasal 23 adalah serangkaian kegiatan pengelolaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan atau pihak pemotong pajak untuk memastikan bahwa seluruh kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan atas PPh 23 dilaksanakan dengan benar, tepat waktu, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengelolaan ini tidak hanya mencakup aspek kepatuhan administratif, tetapi juga perencanaan pajak (tax planning) yang bertujuan untuk mengoptimalkan beban pajak secara legal tanpa melanggar ketentuan perpajakan. Dalam praktiknya, manajemen PPh 23 melibatkan identifikasi transaksi yang menjadi objek pajak, perhitungan tarif pajak yang sesuai, pelaksanaan pemotongan dan penyetoran ke kas negara, serta pelaporan melalui SPT Masa PPh 23. Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan rekonsiliasi data antara laporan keuangan dan bukti potong untuk menghindari kesalahan atau temuan pada saat pemeriksaan pajak. Dengan manajemen PPh 23 yang baik, perusahaan dapat menjaga kepatuhan, meminimalkan risiko sanksi administrasi, serta mendukung efisiensi keuangan perusahaan secara keseluruhan.

Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23
Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23

Untuk mengoptimalkan beban pajak tanpa melanggar hukum, perlu dilakukan strategi manajemen pajak. Pemotongan pajak kepada lawan transaksi yang tidak memiliki NPWP akan dikenai tarif lebih tinggi yaitu 2 kali lipat dari tarif normal, sehingga perlu untuk memastikan lawan transaksi atau penerima penghasilan memiliki NPWP agar pajak yang dipotong tidak bernilai lebih tinggi. Pemotongan pajak dengan tarif lebih tinggi juga seringkali terjadi karena adanya kesalahan dalam mengklasifikasikan jenis pekerjaan dan tarif pajak, oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan penyusunan kontrak jasa yang jelas dan terperinci. Pengaturan waktu pembayaran juga perlu diperhatikan agar beban pajak berada di periode laba yang lebih tinggi sehingga arus kas atau cash flow dapat diefisiensi. Dengan demikian, manajemen pajak tidak sekadar soal menghitung tarif, tetapi juga mengatur transaksi secara strategis agar sesuai aturan dan efisien secara finansial.

Pendekatan Episteme: Hubungan Kesadaran dan Perilaku Pajak

Teori “The Map of Consciousness Explained” oleh David R. Hawkins (2020) menjelaskan bahwa tingkat kesadaran manusia dan organisasi bergerak dari Force (dorongan negatif: takut, ego, defensif) menuju Power (dorongan positif: cinta, integritas, kesadaran). Jika teori tersebut dihubungkan dengan perilaku perpajakan, maka ketika berada di level “Force”, individu atau organisasi akan berperilaku reaktif dan patuh pajak karena takut diperiksa. Sedangkan pada level “Power”, kepatuhan akan muncul karena kesadaran moral bahwa pajak adalah bagian dari tanggung jawab sosial. Pemetaan tersebut memberikan arti bahwa strategi pengoptimalan beban pajak berupa verifikasi NPWP atau pemilihan mitra PKP dapat dimotivasi oleh dua hal yang berbeda yaitu ketakutan akan sanksi (Force), atau kesadaran akan integritas (Power). Episteme ini memperluas pemahaman bahwa kepatuhan pajak bukan hanya akibat dari tekanan hukum, melainkan hasil dari evolusi moral dan spiritual organisasi.

Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23
Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23

Pemetaan Tingkat Kesadaran dalam Konteks Pajak : 17 Tingkat Kesadaran

Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23
Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23
Konsep tingkat kesadaran menggambarkan spektrum perkembangan kesadaran manusia yang mencakup aspek emosi, motivasi, dan orientasi perilaku. Hawkins memetakan 17 tingkat kesadaran mulai dari Shame (20) hingga Enlightenment (1000). Setiap level memiliki karakteristik energi, cara berpikir, dan dorongan perilaku yang berbeda, yang secara tidak langsung dapat memengaruhi bagaimana seseorang atau kelompok merespons kewajiban sosial, termasuk dalam konteks kepatuhan terhadap pajak. Dalam konteks perpajakan, pemetaan tingkat kesadaran ini dapat digunakan untuk memahami motivasi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Misalnya, pada tingkat kesadaran rendah seperti Shame (20) atau Guilt (30), perilaku wajib pajak mungkin didominasi rasa takut atau malu terhadap sanksi, sehingga kepatuhan bersifat terpaksa dan belum didasari pemahaman nilai moral membayar pajak. Pada level menengah seperti Courage (200) hingga Reason (400), wajib pajak mulai memahami peran pajak dalam mendukung pembangunan negara dan mulai mematuhi aturan dengan kesadaran rasional. Sedangkan pada level kesadaran tinggi seperti Love (500) hingga Enlightenment (700–1000), kepatuhan pajak muncul secara sukarela dan disertai kesadaran spiritual atau tanggung jawab sosial yang mendalam, di mana membayar pajak dipandang sebagai kontribusi nyata terhadap kesejahteraan bersama.

Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23
Modul Dosen Apollo, PPh Pasal 23

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun