Mohon tunggu...
Meilia Putri
Meilia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Merajut Asa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Strategi Pembelian untuk Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Teori Disonansi Kognitif"

24 September 2023   11:07 Diperbarui: 24 September 2023   11:13 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/XJSpnajZyVsZvFec9

Dalam proses pengambilan keputusan pembelian, sering kali kita menghadapi konflik batin antara apa yang kita inginkan dan apa yang sebenarnya kita butuhkan. Teori disonansi kognitif dapat memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana proses ini berlangsung dan bagaimana kita dapat membuat keputusan yang lebih baik. Teori disonansi kognitif dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Teori ini berpendapat bahwa ketika ada ketidaksesuaian antara keyakinan atau sikap kita dengan tindakan yang kita ambil, terjadi ketegangan kognitif yang tidak menyenangkan. Dalam konteks pembelian, ini berarti bahwa ketika kita membeli barang yang sejatinya tidak sesuai dengan keyakinan, nilai, atau tujuan kita, kita akan mengalami ketegangan kognitif ini.

Namun, teori disonansi kognitif juga menawarkan strategi untuk mengurangi ketegangan tersebut dan membantu kita membuat keputusan yang lebih baik. Gass dan Seiter (2018) Ketidakcocokan kognitif dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Salah satu strategi tersebut adalah meningkatkan kepuasan terhadap pembelian. Misalnya, jika kita membeli sesuatu yang secara objektif tidak begitu penting atau bermanfaat, kita dapat mencari dan mengapresiasi aspek-aspek positif yang ada pada barang tersebut. Dengan cara ini, kita dapat merasakan kepuasan lebih besar dan mengurangi ketegangan kognitif. Strategi tersebut memanfaatkan disonansi kognitif, dimana kita seperti memberikan informasi yang bertentangan dengan keyakinan sebelumnya, sehingga dapat merangsang diri kita sendiri untuk melakukan perubahan perilaku.

Sebagai contoh, bayangkan seseorang yang berencana untuk menghemat uang dan memiliki keyakinan bahwa membeli barang-barang mewah tidak sebanding dengan nilainya. Namun, dia menghadapi situasi di mana ada penjualan besar-besaran di sebuah pusat perbelanjaan, dan barang-barang mewah tersebut dijual dengan harga yang sangat murah. Meskipun awalnya dia merasa ragu dan tidak yakin, dia membeli beberapa barang mewah tersebut dengan harga diskon yang menggiurkan. Setelah membeli barang tersebut, dia mungkin mengalami ketegangan kognitif antara keyakinan tentang menghemat uang dan tindakan nyata membeli barang mewah. Namun, dia dapat mengurangi ketegangan tersebut dengan mencari aspek positif dari pembelian itu. Misalnya, dia dapat mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa barang tersebut akan digunakan untuk acara khusus di masa depan atau bahwa diskon yang dia dapatkan sangat menguntungkan.

Selanjutnya, individu tersebut mungkin akan mencari konfirmasi dari keputusan yang diambilnya. Mereka dapat mencari ulasan positif tentang produk yang mereka beli atau mencari bukti lain yang mendukung keputusan mereka. Hal ini dilakukan agar mereka merasa lebih baik dengan keputusan mereka dan mengurangi ketegangan kognitif yang muncul akibat perbedaan antara keyakinan dan tindakan yang dilakukan. Selain itu, individu tersebut mungkin juga mengadopsi perilaku lain yang sejalan dengan aksi pembelian mereka. Misalnya, mereka dapat berkomitmen untuk menghemat uang pada aspek lain dalam hidup mereka, seperti mengurangi pengeluaran di tempat lain atau menabung lebih banyak. Dengan melakukan hal ini, mereka dapat mengimbangi ketegangan kognitif yang muncul dan mencapai keselarasan antara keyakinan dan perilaku mereka.

Penting dan perlu kita ketahui bahwa setiap individu dapat merespon ketegangan kognitif ini dengan cara yang berbeda. Beberapa individu mungkin merasa cemas atau bersalah, sementara yang lain mungkin merasa senang dengan keputusan pembelian mereka. Bagaimanapun juga, ketegangan kognitif ini muncul sebagai refleksi dari perbedaan antara keyakinan dan tindakan mereka, dan bagaimana individu tersebut mengatasinya dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor pribadi mereka.

https://images.app.goo.gl/PhnQH92U4m6h9AAr7
https://images.app.goo.gl/PhnQH92U4m6h9AAr7

Dalam konteks ini, teori disonansi kognitif memberikan pemahaman tentang bagaimana seseorang dapat merasakan kepuasan yang lebih besar meskipun melakukan pembelian yang bertentangan dengan nilai atau keyakinannya. Dengan menggunakan strategi ini, seseorang dapat mengurangi ketegangan kognitif dan merasa lebih baik dengan keputusan pembelian yang diambil. Sehingga dalam penggunaan strategi teori disonansi kognitif ini mampu memberikan wawasan berharga tentang proses pembelian dan bagaimana kita dapat membuat keputusan yang lebih baik. Dengan memahami konflik batin yang muncul dalam pembelian barang yang tidak sesuai dengan nilai atau keyakinan kita, kita dapat menggunakan strategi untuk mengurangi ketegangan kognitif dan meningkatkan kepuasan terhadap pembelian tersebut. Jadi, dalam mengambil keputusan pembelian, penting untuk mengingat prinsip-prinsip teori disonansi kognitif agar dapat membuat keputusan yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Gass, R. H., & Seiter, J. S. (2018). Persuasion: Social influence and compliance gaining. Routledge.

Griffin, E. A., Ledbetter, A., Sparks, G. G., Cooper, K. R., & Hill, T. E. (2022). A first look at communication theory. McGraw-Hill Education.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun