Aku bukan pujangga
Hanya seorang yang memanggang daging
supaya terbuka pintu pori
lalu peluh menetes
membasahi secarik kertas
Secarik saja, tak lebih
Setetes demi setetes membasahi
Mencumbu pori-pori kertas
Lalu peluh-peluh itu memeluk aksara Â
mencipta kata dengan tarian diksi Â
tanpa peduli undang-undang Â
Yang dia tahu hanyalah mengalirÂ
Terkadang aksara dan kata
dirangkai oleh tetesan air mata
lalu dikisahkanlah kisah pilu dan lara
tentang  yatim-piatu yang mencari ayah bunda,
atau insan yang kehilangan cinta
atau negeri yang sedang berduka
atau bumi yang sedang menangisÂ
Terkadang, air mata itu merangkai kisah haru
tentang rumput yang tumbuh dari himpitan bebatuan
atau bunga yang hampir layu, segar tersiram hujan
atau insan yang mengucap maaf dan saling memaafkan
atau negeri yang berseteru, berikrar damai di perempatanÂ
Peluh dan air mata itu
berkisah kepada kawan,
lalu kawan kepada kawan
Bahwa tiada karya tanpa pengorbanan
meskipun hanya setetes peluh atau air mata
Setetes saja, untuk sebuah makna