Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus.Â
2. Pelanggaran (P)
Penyelesaian pelanggaran pemilihan terdiri atas 3 (3P), yaitu:
a. Pelanggaran Pidana Pemilu/Tindak Pidana Pemilihan
Tindak pidana Pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilihan.Â
Penanganannya dimulai dengan penerimaan laporan oleh Bawaslu kemudian di bahas dalam sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu). Sentra Gakkumdu dibentuk dengan tujuan untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilihan. Anggotanya terdiri dari Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri.
Pengadilan Negeri memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pemilihan. Â
Proses banding terhadap putusan PN dapat dilakukan di Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.Â
b. Pelanggaran Administrasi Pemilihan
Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan.
Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya terkait laporan atau temuan pelanggaran administrasi Pemilihan. Â Kemudian, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota dengan menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.Â