Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Ketiga dalam Dilema Cinta di Bibir Pantai Kumu

4 Juni 2020   00:18 Diperbarui: 4 Juni 2020   00:20 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
|picture from pixabay.com|  

[sebuah cerpen ekoromantika]

***

JARUM  jam  di dinding ruangan sekretariat Mapala "Biofarma" terus menari diiringi senandung khas detakannya. Pukul tujuh malam saat itu. Dingin khas Kota Tomohon menembus pori kulit lalu menembus daging membius tulang. Namun, dua sejoli di ruangan itu, tak beku oleh dingin malam kala itu.

Avicenia, gadis cantik berlesung pipit, mahasiswa Jurusan Biologi semester enam dan kekasihnya Krustas, lelaki tampan berambut gondrong layaknya penyanyi rock, mahasiswa Jurusan Biologi semester akhir,  nampak asyik berdiskusi. Dua sejoli itu adalah aktivis Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) "Biofarma". Nia, begitu gadis cantik nan lincah  itu biasa disapa adalah ketua Mapala, sedangkan Krus adalah sekretarisnya.

Biasanya, jika sedang berduaan Nia dan Krus selalu romantis, layaknya insan yang kasmaran. Namun, tidak untuk malam itu. Mimik mereka nampak serius terhisap diskusi yang pasti serius juga. Krus nampak asyik dengan tarian jemarinya di keyboard laptop. Sesekali kedua aktivis itu adu argumentasi. Yah, malam itu mereka sedang merampungkan pernyataan sikap organisasi Mapala "Biofarma" tentang penolakan pembangunan hotel dan sarana rekreasi di pesisir Pantai Kumu Tombariri, sebuah destinasi wisata di Sulawesi Utara yang punya daya tarik tersendiri.

Pekan lalu, tersiar kabar bahwa ada investor yang hendak membangun hotel dan sarana rekreasi di desa yang kebetulan merupakan kampung halaman Krus. Rencananya, esok hari bersama rekan-rekan sesama aktivis lingkungan, Nia dan Krus akan memimpin aksi demonstrasi di lokasi. Kebetulan esok hari, pihak perusahaan dan pemerintah akan melakukan kunjungan ke lokasi yang akan dibangun hotel.

 "Sudah tidak ada koreksi nona ketua yang cantik?" tanya Krus dengan nada menggoda setelah menuntaskan tugasnya mengetik konsep pernyataan sikap.

"Sudah benar, sekretarisku yang ganteng," jawab Nia sambil mencubit pinggang Krus. "Ayo kita pulang, esok pagi kita harus berjuang."

*****

Pagi yang cerah di Pantai Kumu, Jumat, 5 Juni 2019, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dibawah pimpinan Nia dan Krus, sekitar seratus aktivis Mapala mendatangi Desa Kumu Kecamatan Tombariri. Kompak dengan kostum  kaos oblong hitam, ikat kepala putih bertuliskan "Selamatkan Pantai Kumu," para aktivis menginjakkan kaki di pesisir Pantai Kumu. 

Angin pantai, ramah hangat menyambut kedatangan mereka. Masyarakat desa yang juga menolak rencana investasi turut bergabung. Nia dan Krus bergantian menyampaikan orasi, membakar semangat massa sebelum rombongan investor dan pemerintah tiba di lokasi.

"Kita harus menolak rencana reklamasi dan pembangunan hotel di tempat ini. Jika reklamasi dilaksanakan dan hotel dibangun  kita akan kehilangan hutan bakau yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Kita akan kehilangan rumah tempat tinggal yang telah kita bangun dengan susah payah!" teriak Nia dengan suara lantang. Nia adalah juara lomba pidato di kampus. Tak heran jika dia piawai berorasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun