Muhammad Hilmy Ibnu Muqti (2249100069)Manajemen Pendidikan Islam, Kelas II - C
Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Â
Supervisi akademik yang berkualitas tidak berhenti pada tahap observasi semata, melainkan harus dilanjutkan dengan proses analisis dan interpretasi data yang sistematis, objektif, dan berorientasi pada pengembangan. Di MIN 2 Kota Bandung, tahap ini tidak hanya diposisikan sebagai prosedur administratif, melainkan menjadi bagian integral dari strategi pembinaan guru yang berkelanjutan. Dengan demikian, proses analisis dan interpretasi data berfungsi sebagai jembatan antara temuan lapangan dan kebijakan pengembangan profesional yang lebih kontekstual, reflektif, dan berdampak nyata.
Pertama, instrumen supervisi yang digunakan di MIN 2 Kota Bandung dirancang dengan berlandaskan pada indikator kompetensi guru yang spesifik, terukur, dan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Setiap butir penilaian dalam instrumen tersebut disusun secara hati-hati untuk menghindari bias dan multitafsir. Hal ini penting agar hasil observasi benar-benar mencerminkan kondisi aktual di kelas dan dapat diolah secara valid. Praktik ini sejalan dengan pandangan Glatthorn (2020) yang menekankan bahwa supervisi akademik memerlukan kerangka kerja analisis yang jelas, terstruktur, dan konsisten agar hasil supervisi dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat. Tanpa instrumen yang kuat dan valid, proses interpretasi data rentan terhadap kesalahan penilaian yang dapat merugikan guru maupun lembaga.
Kedua, proses interpretasi data tidak dilakukan secara individual atau tertutup, tetapi secara kolaboratif dan berlapis. Kepala madrasah melibatkan tim kurikulum, guru senior, dan dalam beberapa kasus, pengamat kedua sebagai bagian dari strategi triangulasi data. Pendekatan ini menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya menjaga objektivitas dan validitas dalam interpretasi hasil supervisi. Data yang dikumpulkan dari observasi kelas dikombinasikan dengan berbagai sumber lain, seperti refleksi guru, catatan supervisi, dokumen RPP, dan bahkan hasil belajar siswa. Dengan demikian, proses analisis tidak bersifat tunggal dan sempit, melainkan menyeluruh dan mendalam, menciptakan pemahaman yang lebih holistik terhadap dinamika pembelajaran yang terjadi di kelas.
Ketiga, yang membedakan analisis supervisi di MIN 2 Kota Bandung adalah keberaniannya memasukkan dimensi nilai dan karakter keislaman sebagai bagian dari proses evaluasi. Supervisi tidak hanya menilai aspek teknis seperti penggunaan metode mengajar, strategi pengelolaan kelas, atau pemanfaatan media pembelajaran, tetapi juga menilai bagaimana nilai-nilai moral dan spiritual ditanamkan dalam proses belajar mengajar. Ini mencerminkan bahwa madrasah tidak hanya menargetkan pencapaian akademik, tetapi juga pembentukan kepribadian dan karakter islami peserta didik. Dengan menilai integrasi antara ilmu dan nilai, MIN 2 telah memperluas makna supervisi sebagai bagian dari penguatan visi pendidikan Islam yang menyeluruh dan berimbang.
Keempat, hasil dari proses analisis dan interpretasi data tersebut tidak digunakan untuk memberikan penilaian yang bersifat menghukum, melainkan sebagai dasar untuk menyusun rekomendasi yang bersifat membangun. Rekomendasi disusun secara personal dan kontekstual, sesuai dengan kondisi masing-masing guru. Hal ini menunjukkan pergeseran paradigma supervisi dari pendekatan kontrol dan evaluasi menjadi pendekatan pembinaan dan pengembangan profesional. Guru diposisikan sebagai mitra dalam proses peningkatan mutu pembelajaran, bukan sebagai objek yang harus diawasi. Rekomendasi yang diberikan pun dirancang untuk memberdayakan guru melalui pelatihan, pendampingan, atau peer coaching yang relevan dengan kebutuhan yang teridentifikasi selama supervisi.
Dengan pendekatan yang sistematis, berbasis data, dan berorientasi pada kemanusiaan, analisis dan interpretasi data supervisi akademik di MIN 2 Kota Bandung telah menjelma menjadi model praktik terbaik (best practice) yang patut dijadikan acuan bagi lembaga pendidikan lainnya. Supervisi tidak lagi dimaknai sebagai kewajiban birokratis yang bersifat formalitas, melainkan sebagai instrumen kepemimpinan instruksional yang berfungsi untuk mendorong transformasi nyata dalam praktik pengajaran.
Maka dari itu, sekolah dan madrasah lain di Indonesia seharusnya mulai mengadopsi prinsip-prinsip serupa: mulai dari penggunaan instrumen yang valid dan kontekstual, kolaborasi dalam interpretasi data, penguatan aspek nilai dalam analisis, hingga penyusunan rekomendasi yang bersifat mendidik dan memotivasi. Dengan cara ini, budaya supervisi tidak hanya akan menjadi bagian dari sistem manajemen mutu pendidikan, tetapi juga sebagai medium utama dalam membangun guru-guru yang reflektif, profesional, dan berkarakter.
*) Tulisan ini disajikan dari riset mini individu sebagai Tugas Remedial UTS dalam Mata Kuliah Pengawasan dan Evaluasi Pendidikan, Prof. Dr. H. Ahmad Rusdiana, MM.
CV Penulis: Muhammad Hilmy Ibnu Muqti Lahir di Sukabumi, tanggal 18 September 1994. Merupakan anak kedu  dari tiga bersaudara pasangan Bapak Muhtar Gojali dengan Ibu Marsinah.  Alamat tempat Tinggal: Komplek Bukit Permata Karsamanik Blok B. No. 52 RT 007 RW 16 Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, Jawa Barat 40624. Tlp/hp 087705026045 Email: mehmethilmy@gmail.com.