Mohon tunggu...
Mega Nur Alfira
Mega Nur Alfira Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sastra dan Humaniora adalah perpaduan yang elegan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perspektif Nahdlatul Ulama terhadap Pancasila: Spirit Pluralisme Indonesia yang Berlandaskan Ukhuwah Basyariyah

7 Desember 2022   00:15 Diperbarui: 7 Desember 2022   00:19 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nahdlatul Ulama (Kebangkitan ulama atau kebangkitan Cendekiawan Islam),  disingkat NU, adalah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia dan dunia muslim yang berdiri sejak 31 Januari 1926.  

Menurut Abdul Mu’nim (2017:34), sejarah awal berdirinya NU berasal dari ikhtiar dan sikap yang ditempuh oleh kalangan pesantren dalam menentang kolonialisme untuk memperjuangkan martabat bangsa, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Terkait dengan berdirinya negara Indonesia NU memliki peran yang cukup besar. sejarah mencatat, bahwa melalui keterlibatan para tokohnya sebagai anggota BPUKI NU bersama para founding fathers lainnya memiliki andil yang besar dalam mendirikan negara ini.  

Peran NU tidak sebatas pada pendirian negara saja. Sejak awal, sebelum bangsa ini merdeka, para tokoh NU konsisten memperjuangkan terciptanya konsensus agung bagi bangsa ini, wabil khusus dalam hal kebhinekaan. 

Sikap ini, merupakan representasi dari  pandangan NU untuk menyajikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, sehingga keberagaman dapat mengkristal dalam persatuan dan perdamaian (Sitompul, 2010). Menurut Greg Fealy (2012:123) Pandangan seperti ini, yang membuat NU pada saat perumusan dasar negara bersedia menerima Pancasila sebagai konsensus agung yang menjadi fondasi  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasca kemerdekaan Indonesia bahkan hingga kini, dukungan NU terhadap Pancasila sebagai dasar negara terus menguat. Bahkan, saat pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan mengenai berlakunya asas tunggal Pancasila apapun kepada semua partai politik dan organisasi masyarakat. NU merupakan organisasi islam pertama yang menerima keputusan tersebut meski keputusan pemerintah itu secara hukum cacat formil (chalik, 2001) Terlepas dari dinamika yang muncul, NU tetap mendukung Pancasila sebagai asas tunggal dengan berpedoman pada penalaran fiqih alim ulama. penerimaan tersebut akhirnya dirumuskan dalam sebuah piagam yang sangat komprehensif dan konklusif. Dan kemudian, dideklarasikan pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU tahun 1983 di Situbondo, Jawa Timur, yang mendefinisikan ulang hubungan antara Islam dan Pancasila. 

Deklarasi ini sangat penting karena melegitimasi penerimaan NU terhadap Pancasila sebagai asas tunggal organisasi tanpa harus meninggalkan akidah Ahlussunnah wal Ja’maah seperti yang tercantum dalam lima butir ini (Ihtiar, 2019).

Butir pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama, dan tidak dapat menggantikan agama. 

Butir kedua, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, yang mencerminkan tauhid dalam arti akhlak beriman kepada Islam. butir ketiga, bagi NU, Islam adalah akidah dan syariah, yang mencakup aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia. Butir keempat, penerima dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia dalam pelaksanaan syariat agamanya. Dan butir kelima, NU memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa semua pihak memiliki pemahaman yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsisten.

Dewasa ini, butir-butir dalam pernyataan hubungan Islam dan Pancasila 1983 memiliki arti penting dan relevan untuk menjaga kebhinekaan Indonesia. mengingat isu yang terus digulirkan oleh kelompok-kelompok radikal dari masa ke masa memiliki kesamaan, yaitu upaya membenturkan islam dengan pancasila. Terlebih setelah era reformasi yang secara tak langsung memberikan ruang bagi kelompok radikal dan intoleran untuk bersuara dengan narasi-narasi yang berpotensi memecah belah bangsa. 

NU terus berupaya melawan kelompok-kelompok ini dengan mengusung spirit pluralisme Indonesia yang dibangun di atas nilai-nilai persaudaraan kemanusiaan atau ukhuwah basyariyah dengan tetap berlandaskan terhadap nilai-nilai Pancasila. Dengan worldview seperti ini, NU mengangankan dan menginginkan pengamalan Islam yang tidak hanya berfokus terhadap amalan rukun badani yang cenderung kaku tapi juga harus mengasah ruhani dengan spirit thariqah dalam pemahaman yang luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun