Sejak pertama kali seorang anak membuka matanya di dunia, sosok pertama yang menyambutnya adalah ibu. Dengan tangan penuh kasih, ia menyelimutinya dalam pelukan hangat, seakan memberikan jaminan bahwa dunia ini adalah tempat yang aman.
Tangan lembutnya yang menggenggam jari-jari mungil bayinya bukan sekadar sentuhan fisik, melainkan simbol keabadian cinta yang tak tergantikan. Dari detik pertama kehidupan, ibu menjadi rumah pertama yang melindungi dan memberi rasa nyaman bagi sang anak.
Saat bayi menangis di tengah malam, ibulah yang pertama terjaga. Tanpa keluhan, ia menggendong dan menenangkan, menyanyikan lagu-lagu pengantar tidur yang ia hapal di luar kepala.
Tidak ada rasa lelah dalam dirinya ketika menyusui, mengganti popok, atau sekadar menimang agar bayinya kembali tenang. Bahkan ketika mata sudah berat dan tubuh terasa remuk, ia tetap tersenyum dan bersabar demi buah hatinya.
Cinta seorang ibu tidak pernah bersyarat. Ia tidak meminta balasan atas pelukannya, atas setiap tetes air mata yang ia hapus, atau atas malam-malam panjang yang ia lalui tanpa istirahat.
Ibu hanya ingin memastikan bahwa anaknya tumbuh dalam dekapan yang penuh kehangatan dan kasih sayang. Ia ingin anaknya tahu bahwa ada seseorang yang selalu ada untuknya, bahkan sebelum ia bisa memahami arti keberadaan itu sendiri.
Bagi seorang anak, pelukan ibu adalah tempat teraman di dunia. Tidak ada tempat lain yang mampu memberikan ketenangan seperti pelukannya.
Itu sebabnya, dalam segala fase kehidupan, seorang anak selalu ingin kembali kepada ibunya, kembali ke dalam dekapan yang pertama kali mengajarkannya tentang cinta.
Pengorbanan yang Tak Pernah Dihitung
Seorang ibu tidak pernah menghitung berapa banyak pengorbanan yang telah ia lakukan. Baginya, setiap tetes keringat, setiap malam yang terjaga, dan setiap kesulitan yang ia hadapi hanyalah bagian dari cinta yang ia berikan.Â
Ibu rela melewati rasa sakit saat melahirkan, merelakan waktunya untuk merawat, dan menanggalkan banyak impian pribadinya demi memastikan anaknya tumbuh dengan baik.