Tentu saja, skema keuangan inklusif yang diberikan tidak sama atau secara khusus, bergantung latar belakang kondisi sasaran penerima manfaat. Bagi kelompok disabilitas misalnya, tentu mekanisme keuangan inklusif ini lebih ramah terhadap keterbatasan para difabel.
Akses keuangan inklusif berbasis digital seperti pinjaman online, agak kurang tepat jika diberlakukan bagi para difabel. Mereka rentan mengalami mispersepsi dan terjebak wanprestasi, jika tidak ada pelayanan dan pendampingan khusus dalam mengakses dan memanfatkannya.
Singkatnya, misi besar untuk kesejahteraan masyarakat marginal melalui Presidensi G20 bisa benar-benar dirasakan bagi perempuan dan difabel. Tidak sebatas komitmen bagus di atas kertas, namun cantik dan mengena bagi peningkatan taraf hidup mereka. Jika hanya tampak menyilaukan saat seremoni, namun kabur dalam pelaksanaannya, maka Presidensi G20 tak ubahnya tontonan hiburan bak angin surga yang jauh dari kenyataan. (*)