Bencana banjir yang menghantam daerah dataran toili kec. Moilong dan sekitarnya di kab. Banggai adalah dampak dari penggundulan hutan yang diganti dengan perkebunan sawit. Â
Sebagai anak petani sawit yang memiliki lahan perkebunan di KM 12 argakencana, saya sampaikan memang ada dampak ekonomi terhadap masyarakat kecil seperti kami, tetapi dampak negatif dan kecurangan perusahaan sawit di toili lebih besar.Â
Yang pertama,cara pengelolan perkebunan,Â
pengelolaan perkebunan sawit yang dilakukan secara masif, kemudian tidak adanya restorasi daerah aliran sungai oleh perusahaan yang menjadikan luapan sungai dan banjir besar yang mengorbankan harta dan jiwa masyarakat toili.Â
Yang kedua, tidak memprioritaskan tenaga kerja lokal Â
Salah satu perusahaan sawit ditoili tidak memberikan ruang bekerja kepada anak-anak muda potensial lokal untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Â Orang toili hanya menjadi tukang panen, Â kerja harian mengumpulkan brondolan dari buah sawit, kuli pikul dan lain-lain yang sifatnya kuli kasar. Â Sementara tenaga pengawas/mandor, dan didalam manajemen kantor selalu dari luar toili bahkan luar sulawesi tengah.Â
Yang ketiga, kebijakan panen sepihakÂ
perusahaan didalam menentukan kebijakan panen buah yang akan masuk pabrik seenaknya memutuskan tanpa berpihak pada petani, Â pernah terjadi buah sawit busuk dan tidak diangkut karna alasan full dipabrik. Â Yang dirugikan adalah petani sawit.Â
Yang ke empat, Â pencemaran limbah pabrik disungaiÂ
dihari-hari biasa sebelum banjir dahsyat ini terjadi, Â selalu terjadi banjir juga ketika ada hujan beberapa jam, Â sudah menjadi rahasia umum saat itulah perusahaan melepaskan limbahnya juga ke sungai. Padahal desa-desa diseputaran perusahaan masih menggunakan sungai untuk kebutuhan mandi, Â cuci, Â dan minumnya,, mulai dari kilo meter 14 sampai argakencana penduduk sebagian masih bergantung dengan aliran sungai. Â
Yang kelima, sikap pemerintah dari kabupaten sampai desa harus tegas