Mohon tunggu...
Ida Lilik Erviana
Ida Lilik Erviana Mohon Tunggu... Mahasiswa

Baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Instuisi Pendidikan Islam di Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati

13 Januari 2023   08:05 Diperbarui: 13 Januari 2023   08:21 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madrasah Tsanawiyah atau MTs Raudlatul Ulum adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama Islam yang didanai oleh Yayasan Pendidikan Islam Raudlatul Ulum Guyangan Trangkil Pati. Madrasah ini terletak di desa Guyangan, kecamatan Trangkil atau Jalan Raya Juwana-Tayu, di km 07 Pati, sekitar 15 km dari pusat kota Pati. Selain mengelola MT, yayasan ini juga mengelola pesantren, MI, MA, dan madrasah diniyah.

Perintisan madrasah ini dimulai dengan berdirinya Madrasah Manba'ul Ulum yang dipelopori oleh KH. Suyuthi Abdul Qodir, 1929. Saat itu, di bawah tekanan pemerintah kolonial Belanda, tidak mungkin mengembangkan lembaga pendidikan yang berpusat pada manusia. Madrasah Manba'ul Ulum akhirnya ditutup total pada tahun 1940-an. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Madrasah Manba'ul Ulum yang sempat mati suri dibangkitkan pada tahun 1950 dengan nama "Raudlatul Ulum" atas dorongan tokoh Islam dan tokoh masyarakat. 

Di masa-masa awalnya, sekolah agama ini menawarkan kelas pagi, kelas tsani, dan kelas tsalit. Pada tahun 1962, format madrasah diubah menjadi pendidikan guru agama (PGAP) selama empat tahun pertama dan takhassush selama dua tahun. Perubahan sistem pendidikan nasional juga mengubah sistem pendidikan Madrasah Raudlatul Ulum menjadi PGAP 4 tahun dan PGAL (Pendidikan Guru Keagamaan Lanjutan) 2 tahun.

Untuk memantapkan dan mengembangkan pendidikan masa depan, didirikanlah yayasan berbadan hukum bernama Yayasan Pendidikan Tinggi Islam Raudlatul Ulum pada tahun 1972. Dua tahun kemudian, pada tahun 1974, madrasah mengalami perubahan format untuk kesekian kalinya, dari PGAP 4 tahun dan PGAL 2 tahun menjadi Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan Madrasah Aliyah 3 tahun, yang tetap tidak berubah sampai sekarang. Sejak berdirinya pada tahun 1950, Raudlatul Ulum dipimpin oleh keluarga pendiri hingga berkembang menjadi yayasan besar. Mulai dari KH. Suyuthi Abdul Qadir sebagai pendiri, kemudian digantikan oleh KH. Salim Suyuthi, lalu KH. Humam Suyuthi, sekarang dipimpin oleh KH. M. Najib Suyuthi.

MTs Raudlatul Ulum merupakan salah satu madrasah tertua dan terbesar di kota Pati. Keberhasilan ini dari tingkat lokal hingga tingkat nasional tidak jarang. Salah satu kekuatan sekolah agama ini adalah pelajaran kitab kuning dan bahasa asing. Mempelajari
 
Kitab kuning selain menjadi muatan lokal Madrasah, juga dilakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler dan majlis ta'lim di pondok pesantren. Untuk kursus bahasa intensif, pesantren ini memiliki LPPBA Bahasa Arab (Akademi Pendidikan dan Pelatihan Bahasa Arab) dan klub bahasa Inggris. Saat ini MTs Raudlatul Ulum memiliki sekitar 1.500 siswa kelas tujuh hingga sembilan. Bagi Madrasah Tsanawiyah, ini merupakan jumlah yang sangat besar. Namun, jika melihat sejarah dan prestasi Yayasan Raudlatul Ulum, jumlah santrinya tidak biasa. Santrinya sebagian besar berasal dari Pati dan sekitarnya seperti Guddus, Jepara, Demak, Lembang, dan ada juga yang berasal dari pesantren di luar provinsi. Umumnya pembelajaran kitab kuning di MTs Raudlatul Ulum dilakukan dengan model bandongan. Bandongan merupakan model pembelajaran khas pesantren tradisional yang tidak terdapat pada pesantren modern (Nurtawab, 2019). Bandongan dicapai dengan cara guru membacakan teks Kitab Kuning dan menerjemahkannya secara verbatim ke dalam bahasa Jawa. Setelah itu, guru menjelaskan isi teks Kitab Kuning. Ketika siswa menuliskan makna dalam teks kitab dengan makna gandul atau biasa dikenal dengan ngapsahi.

Selain bandongan, pembelajaran kitab kuning di MTs Raudlatul Ulum juga dilakukan dengan model sorogan. Siswa diwajibkan membaca teks kitab kuning dengan suara keras dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Jawa di depan kelas atau guru. Guru dan siswa lainnya membaca sambil mendengarkan, dan siswa mengoreksi ketika mereka melakukan kesalahan. Seperti halnya bandongan, motif sorogan hanya bisa ditemukan di pesantren salaf. Model ini merupakan pembelajaran verbatim keterampilan penerjemahan yang detail, dimana melaluinya diharapkan siswa dapat memahami makna dan peran kitab kuning secara verbatim (Abdurrahman, 2020). Kedua model di atas merupakan metode yang sangat kuno, setua pondok pesantren di Indonesia dan sudah terbukti
 
Dapat meningkatkan kemampuan membaca Kitab Kuning (Mu'izzuddin, Juhji, & Hasbullah,
2019).
 
Selain dua mode pembelajaran tersebut, pembelajaran Kitab Kuning di MTs Raudlatul Ulum juga mengadopsi mode hafalan. Namun, modus ini tidak berlaku untuk semua bahan kajian kitab kuning, hanya untuk kitab kuning puisi atau jenis puisi. Apalagi kitab Alfiyyah bin Malik harus hafal, yang menjadi syarat santri naik pangkat. Buku Alfiyyah ibn Malik adalah buku jenis nadzam yang di dalamnya dibahas tata bahasa Arab (Nahw dan Sharf). Dinamakan Alfiyyah yang artinya Kitab Seribu Lipatan karena kitab tersebut memuat 1002 ayat nadzam. Di pesantren, Alfiyyah merupakan salah satu kitab legendaris dan kitab yang bagus untuk belajar nahwu dan sharf. Mempelajari Kitab Alfiyyah menjadi prestise siswa dan terkadang menjadi tolok ukur kemampuan siswa. Santri yang membaca Alfiyyah dinilai memiliki kemampuan yang cukup tinggi (Muhid, Asnawi, & P, 2018).

Karena Alfiyyah ibn Malik berisi 1002 ayat, sulit untuk menghafal ayat sebanyak itu dalam satu tahun belajar. Apalagi melihat beban belajar siswa, karena ada mata pelajaran lain, baik mata pelajaran umum maupun mata pelajaran agama. Oleh karena itu, madrasah menentukan jumlah kitab suci yang harus dihafal untuk setiap tingkatan Level 7 perlu hafal 320 knot, Level 8 320 knot, Level 9 362 knot, jadi lulusan MT harus hafal 1000 knot. Dalam pelaksanaannya, santri diminta untuk mengaji hingga 10 ayat Alfiyyah kepada ustadz seminggu sekali. 

Selain kedua model tersebut, kegiatan pembelajaran Kitab Kuning MTs Raudlatul Ulum juga menggunakan model musyawarah. Namun model ini tidak digunakan untuk pembelajaran di kelas di dalam kelas, melainkan untuk kegiatan ekstrakurikuler setiap malam selasa untuk memperdalam Kitab Kuning. Negosiasi merupakan salah satu ciri khas pondok pesantren yang menekankan pada pembahasan masalah dan pemecahannya. Model tersebut bertujuan untuk meningkatkan analisis siswa terhadap isi buku dan menjawab berbagai pertanyaan faktual (Rohman, 2017).
 
KH. Suyuthi Abdul Qodir adalah sosok yang tidak pandang bulu dalam berteman dan pandai bergaul dengan siapa saja. Karena itu, ia memiliki banyak teman, mulai dari orang biasa hingga pemuka agama ternama di antaranya KH dekat dengannya. Bisyri Syansuri dari KH Jombang. Mahfudz Kajen dan KH. Bisri Mustofa dari RembangBaginya, setiap orang sama di hadapan Allah, tetapi derajat ketakwaannya berbeda-beda.

Di mata publik, KH. Suyuthi dikenal sebagai orang yang arif dan bijaksana, atau bisa disebut KH. Suyuthi adalah "Rahmatal lil'alamin". Saat menghadapi masalah, beliau selalu menyelesaikannya dengan tenang, tidak pernah emosi, dan tidak sedikit orang yang datang ke KH. Suyuthi meminta nasihat saat memecahkan suatu masalah. Beritahu KH sekali. Suyuthi diundang oleh masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut. Ngomong-ngomong, saat itu terjadi bencana banjir dan jalanan tergenang air. Warga menganggap KH. Suyuthi tidak akan hadir. Tanpa diduga, dia datang dengan sarung pedang. Penduduk setempat sangat terharu, karena mereka tidak menyangka seorang Khonghucu yang hebat seperti dia berani menghadapi banjir untuk berpartisipasi dalam perayaan itu. 

Sepanjang sejarahnya, KH. Suyuthi adalah orang yang sabar. Ada sebuah cerita, ketika dia sedang mengawasi murid-muridnya, untuk memeriksa keadaan murid-muridnya, dia tidak sengaja melihat seorang guru yang salah mengajar. Namun, bukannya langsung marah, ia malah menelepon sang guru dan menjelaskan lokasi yang salah. Sebagai ulama besar, KH. Suyuthi adalah sosok teladan yang bisa dijadikan panutan. Banyak orang sangat senang dan menghormatinya. Hal ini terlihat dari kebiasaan orang-orang yang melewati rumahnya. Saat melintas di depan rumahnya, mereka turun dari mobil dan menggiringnya melewati rumah KH. Suyuti. Hal itu dilakukannya selama berada di KH. Apakah Suyuthi ada di rumah atau tidak masih dalam proses sampai sekarang. Kejadian ini merupakan bukti penghormatan dan kecintaan masyarakat setempat terhadap KH. Suyuthi, juga gambar KH. Suyuthi ada di dalam keluarga. dia
 
Merupakan karakter harmonis yang mencintai keluarganya. KH. Suyuthi adalah ayah yang baik bagi anak-anaknya. Hal ini terlihat dari caranya membesarkan anak-anaknya menjadi orang-orang hebat seperti dirinya. KH dapat dilihat dari penjelasan di atas. Suyuthi adalah seorang ulama besar yang bisa menjadi panutan dan panutan bagi masyarakat hingga saat ini. Bahkan hingga saat ini, masyarakat setempat masih bisa merasakan karmanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun