Setiap hari kecuali hari Minggu, lelaki berambut sedikit gelombang itu bekerja di Dinas Sosial. Ia mendapat job bagian mengurusi anak jalanan yang telantar, dan tidak sekolah. Setiap tatap muka dengan puluhan anak itu tugasnya hanyalah memotivasi. Menularkan semangat untuk menempuh masa depan.
Tak lekang waktu, ia selalu memotivasi mereka tetap belajar entah bisa lewat apa saja.Â
"Ampil paket, ikut sekolah setahun," jelasnya.
Belajar kan bisa apa saja ya, Mbak, tanyanya. Aku membalas senyum.
Lelaki itu terus bercerita tentang mengajarkan anak jalanan itu. Hingga sampai padajurus merayu, supaya anak-anak merasa dirinya pantas dan ada kelebihan tersendiri. Memercayai dan meyakinkan mereka memiliki kelebihan yang bisa dijual.Â
Meski ia tahu, harapan itu kadang mengecewakan. Pengalaman bertahun-tahun berteman berkumpul bergaul dengan mereka, banyak berakhir kecewa. Banyak di antara mereka, kembali ke jalanan.
"Kalau dilampu setopan seperti gini, misal anak-anak bertemu saya, pasti mereka kabur," cerita lelaki itu.
Begitu besar berjuang mengajak anak jalanan memiliki semangat hidup belajar. Luar biasa. Beruntunglah aku bertemu laki-laki ini. Ketika kutaya, ia mengidolakan Iwan Fals untuk bidang seni.Â
Sementara bidang pendidikan, ia tak menjawab. Aku membantu ingatannya tentang siapa tokoh pendidikan. Tersebutlah seperti Sukarno, Hatta, Dewi Sartika, Kartini dan lainnya.
"Dewi Sartika juga pernah mendirikan sekolah perempuan," ucapku.
"Iya ya Mbak? Beliaukan anak dari Sukarno dengan istrinya dengan orang Jepang?"tanyanya tak kubenarkan. Karena aku lupa. Jelasnya aku mengenal istri Sukarno ada 9. Dan saah satunya memang orang Jepang.