Keputusan untuk menerima pekerjaan di ibu kota, membuat hubungan saya dengan anak sulung agak merenggang. Karena saya tetap tidak mengizinkan dia ke Jakarta, sedangkan dia juga tidak mau melepaskan kesempatan tersebut. Apalagi ayah dan adik-adiknya mendukung. Jadinya saya kalah suara.
Meski dengan hati berat dan tidak rela, saya harus melepas dia untuk menemukan dunia barunya serta merengkuh masa depannya di tempat yang telah dia pilih.
ANAKMU BUKANLAH MILIKMU
Tidak mudah untuk selanjutnya melalui hari-hari yang jauh dari buah hati. Lebih dari 23 tahun selalu ada di samping dan melayani mereka dengan penuh cinta. Tapi saya juga tidak mau larut dalam kesedihan. Tiap hari saya selalu memotivasi diri, salah satunya dengan mencoba memahami cuplikan puisi dari Khalil Gibran:
Anakmu bukanlah milikmu
Mereka adalah putra putri sang Hidup
Yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka lahir lewat engkau (Baca selengkapnya di sini)
Benar-benar mewek ketika mencoba memahami kalimat-kalimat tersebut diatas. Saya pun baru benar-benar bisa menyadari ketika sudah berjauhan. Betapa ternyata kita hanya dititipi. Bukan sepenuhnya memiliki.
MEMPERSIAPKAN DUNIA KITA DI MASA TUA NANTI
Kita tidak akan pernah tahu, usia kita akan berhenti sampai kapan. Semua orangtua pasti berharap, bisa berumur panjang. Bisa melihat anaknya berkeluarga dan ikut nungguin cucu. Yang pasti ingin dimasa tua tidak akan merepotkan dan membebani semua anak-anaknya sehingga anak-anak tidak sampai durhaka pada orangtua.
Saya sendiri sama suami sudah berkomitmen, nantinya diusahakan tidak akan tinggal ikut anak-anak kalau mereka sudah berkeluarga nanti. Kecuali saling mengunjungi. Karena kembali lagi seperti cuplikan dari puisi Khalil Gibran. Anak-anak sudah mempunyai kehidupan sendiri, terutama kalau sudah mempunyai keluarga sendiri.