Mohon tunggu...
Susanti
Susanti Mohon Tunggu... -

Anak Magang di BPS (Badan Pusat Statistik) RI

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nurdin Abdullah, Sang Professor Bupati Bantaeng

19 Januari 2018   22:44 Diperbarui: 20 Januari 2018   06:40 3203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nurdin Abdullah. Namanya mungkin tak setenar Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, atau Ganjar Pranowo. Tapi sepak terjangnya patut diperhitungkan. Pria lulusan Universitas Kyushu, Jepang ini adalah bupati pertama dan satu-satunya yang bergelar professor bidang kehutanan.

Adalah Bantaeng, kota kecil berjarak sekitar 125 km di selatan Makassar tempat Nurdin Abdullah mengabdikan diri sebagai pelayan masyarakat. Menjadi kota tertua di Sulawesi Selatan, Bantaeng sebelum Nurdin menjabat masih terjebak dalam berbagai masalah pelik dan krusial. Bagaimana cerita Nurdin hingga bisa menjadi Bupati?

Nurdin mungkin adalah satu dari segelintir orang istimewa yang "dipinang" langsung oleh warga Bantaeng untuk menjadi pemimpin mereka. Dilansir dari wawancara beliau di talkshow Bukan Empat Mata, ia bercerita bagaimana saat itu ribuan warga datang ke kantornya. Sebelum menjadi Bupati, ia memang masih menjabat sebagau Presiden Direktur di beberapa perusahaan Penanaman Modal Asing asal Jepang.

"Kami ingin melengserkan Bapak dari kursi kenyamanan," ujar mereka.

Nurdin yang memang masih keturunan raja Bantaeng tak langsung menyanggupi permintaan mereka. Saat itu, ia meminta mereka untuk tidak gegabah mencalonkan dirinya, karena menerjunkan diri dalam kontestasi politik membutuhkan kendaraan.

"Kami siap mengantar Bapak ke Bantaeng," salah satu tukang becak menimpali, tak paham bahwa yang dimaksud Nurdin adalah kendaraan politik berwujud partai pengusung. Keluarga, terutama istri sempat menolak pencalonan dirinya menjadi Bupati. Tapi, semua berubah saat ia mengajak sang istri dan keluarga, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Bantaeng menjadi salah satu daerah tertinggal yang masih sering dilanda banjir dan kemiskinan.

Di tahun 2009, Nurdin resmi menjabat sebagai Bupati. Masalah pertama langsung menghadangnya. Balai kota dikepung banjir tak lama setelah pelantikannya. Ia dan tim mencari solusi dengan membangun cek dam, semacam tanggul untuk mencegah banjir kembali datang. Belakangan, cek dam juga menjadi sistem irigasi bagi pertanian dan perkebunan masyarakat Bantaeng.

Manajemen SDM segera diberlakukan. Ia memetakan kompetensi jajaran pegawai yang ia punya, mengadakan open bidding sesuai kemampuan yang mereka miliki, dan menempatkan mereka ke posisi yang memang sesuai dengan kapabilitas. Beberapa pegawai pemda diajak studi banding ke Singapura, dibiarkan mempelajari sendiri bagaimana negara kecil itu begitu bersih dan bebas sampah.

Hasilnya, keluarlah program Jum'at Bersih, dimana pada setiap Jum'at, seluruh unit kerja pemerintah dan warga bahu membahu membersihkan Bantaeng dan semua sudutnya. Belum lama program ini berjalan, Bantaeng langsung diganjar oleh penghargaan piala Adipura.

Belum selesai dengan Jum'at Bersih, program Sabtu Menanam juga dicanangkan olehnya. Program ini menjadi bentuk penghijauan Bantaeng yang semula kering dan gersang. Bantaeng kini berubah menjadi teduh dan asri.

Di bidang kesehatan, Nurdin mencetuskan ide Brigade Siaga Bencana, sebuah konsep ambulance mobile yang mendatangi warga ke tempat mereka. Hanya dengan menelepon ke nomor 113 dan memberitahukan alamat, ambulance ini akan datang ke lokasi. Respon rate-nya diklaim kurang dari 20 menit. Ambulance yang dilengkapi dengan peralatan medis sehingga bisa melakukan tindakan pertolongan pertama ini didatangkan langsung dari Jepang sebagai bentuk hibah (bantuan). Lihatlah bagaimana lobby-ingnya yang sudah setaraf internasional.

Di masa kepemimpinannya pula, dibangun Rumah Sakit Prof. Anwar Makkatutu, yang berjarak tak jauh dari bibir pantai. Bangunan setinggi 8 lantai tersebut mempekerjakan tenaga medis profesional dari dalam dan luar Bantaeng, menjadikan fasilitas kesehatan Bantaeng kini nomor dua setelah Makassar.

Setiap pagi, Nurdin Abdullah membuka pintu rumahnya untuk menerima keluhan dari warganya. Ia berprinsip sepulang mereka menemuinya, para warga telah menemukan solusi atas masalah mereka. Tak jarang, ia harus merogoh kocek pribadi atas permasalahan seperti uang kuliah anak atau mahar perkawinan yang tak sanggup dibayarkan oleh warganya.

Ia sukses melenggang selama dua periode, mengantongi suara hampir 80%, tanpa parpol pengusung. Tak jarang, ia diundang untuk ke televisi nasional atau acara talkshow. Tercatat, lebih dari 80 penghargaan ia terima baik untuk dirinya ataupun Bantaeng. Banyak pula yang datang berkunjung ke Bantaeng, ingin ingin tahu lebih dekat dan langsung bagaimana kota kecil ini menggeliat dan bertumbuh.

Tapi perjalanan Nurdin tak selalu mulus tanpa hambatan. Di awal kepemimpinannya, ia sering didemo oleh para warga yang tak sabar dan merasa tak ada perubahan yang terjadi pada Bantaeng setelah ia menjabat. 

Inovasi di bidang pertanian dan pendidikan juga tak luput ia lakukan. Ada 10 terobosan di bidang pertanian yang membawanya menerima sejumlah penghargaan. Produksi padi dari awalnya 3-4 ton di tahun 2008, meningkat tiga kali lipatnya menjadi 10-12 ton per tahun.

Statistik Bantaeng menunjukkan, angka kemiskinan yang awalnya 21 persen menjadi 5 persen. Angka pengangguran dari 12 persen, menjadi 2,3 persen. Angka perceraian, berdasarkan data dari pengadilan agama, yang pernah mencapai 155 kasus per tahun, kini jadi tinggal 17 kasus. Tingkat kejahatan, berdasarkan data dari lapas, berkurang drastis.Pendapatan per kapita dari Rp 5 juta, kini menjadi Rp 27 juta. Pertumbuhan ekonomi dari awalnya 4,7 persen, kini menjadi 9,5 persen. APBD yang awalnya Rp 200-an miliar, kini tembus Rp 800-an miliar. Pendapatan dari sektor pariwisata yang awalnya hanya Rp 34 juta, kini jadi Rp 3,2 miliar.

Mimpi besar yang sedang ia rintis adalah menjadikan Bantaeng layaknya Singapura, kota kecil dengan industri sebagai penggerak ekonominya. Pembangunan smelter dan Bantaeng Industrial Park (BIP) adalah wujud nyatanya mewujudkan selangkah demi selangkah mimpinya.

Di masa akhir pengabdiannya, ia mencalonkan diri menjadi Sulsel1, berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman. Saya kesulitan memperoleh berita negatif seputar Nurdin Abdullah, dan hanya menemukan berita mengenai video kampanyenya yang beberapa waktu lalu dianggap menjelek-jelekkan Gubernur Sulsel yang masih aktif, Syahrul Yasin Limpo, terkait mangkraknya pembangunan di Sulsel. Ada juga yang mengkritisi pola komunikasi beliau dengan warga yang ditakutkan akan membuat mereka menjadi manja dan tidak mandiri.

Nurdin Abdullah menjadi salah satu pemimpin yang berhasil mengubah wajah Bantaeng, meletakkan pondasi-pondasi mendasar yang fundamental tentang bagaimana menata kota, dan membuat Bantaeng memiliki standar yang tinggi untuk memilih pemimpin penerus beliau. Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai kampanyenya menjadi Gubernur. Saya hanya menuliskan apa yang saya tahu dan saya temukan di internet saat mencari tahu mengenai Bantaeng, tempat saya akan ditempatkan. 

Referensi: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 |  9 | 10 | 11 | 12 | 13| 14 |

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun