Mereka sudah tahu, tempat-tempat tertentu (tetangga atau teman bermain anak) untuk didatangi. Tiada bosan dan segan, mereka akan berteriak dan memanggil sekuat mungkin, nama anak yang dicari.Â
Tetangga, teman bermain, atau pribadi yang bersangkutan ketika mendengar bahwa namanya dipanggil, akan segera menyahut dan meninggalkan tempat atau aktifitasnya dan kembali ke rumah.
Selain mengontrol anak-anak, orangtua juga perlu memberikan pengertian dan pemahaman tentang suka dan duka dalam hidup berkeluarga. Ini dapat dilakukan lewat menceritakan pengalaman kehidupan keluarga sendiri.Â
Orangtua tidak perlu malu untuk menceritakan kesulitan yang dialami dalam hidup sehari-hari mereka, terutama yang terkait dengan pencarian pemenuhan ekonomi keluarga, pekerjaan, komunikasi, dan lain sebagainya kepada anak-anak.Â
Dengan jalan atau cara ini, anak-anak akan berpikir berulang-ulang jika ada niat untuk macam-macam sebelum waktunya. Mereka masih remaja, masih memiliki peluang untuk berkembang lebih baik, dan punya waktu untuk mengumpulkan modal hidup.
Tak kalah penting juga kalau orangtua tahu, siapa teman bermain atau teman lawan jenis dari anak-anak di rumah.Â
Ini penting agar jikalau diketahui bahwa di antara mereka (dengan teman lawan jenis) terjalin relasi yang spesial, supaya diberikan pemahaman atau pengertian agar tidak bertindak atau melakukan hal-hal yang lebih jauh. Maka, orantua perlu memberikan  pendidikan seksualitas kepada anak-anak terutama ketika mereka sudah memasuki usia remaja.Â
Peran Aparat Pemerintah dan Pemangku Agama
Aparat pemerintah seharusnya tegas soal aturan perkawinan yang berlaku di negara ini, terutama ketika berbicara soal usia atau umur perkawinan.Â
Aturan hukum negara kita soal umur atau usia perkawinan sudah jelas bahwa yang menikah adalah seorang lelaki atau pria berusia 25 tahun dan seorang wanita atau seorang gadis yang sudah berusia 21 tahun.Â
Diluar itu, belajarlah untuk menolak secara tegas bukan untuk hanya demi mematuhi hukum itu tetapi demi kebaikan anak-anak yang bersangkutan.Â