Mohon tunggu...
Maximilian Bima
Maximilian Bima Mohon Tunggu... Penulis - 7-8-2002, Born and Raised in semarang

Hanya seorang yang suka berkreasi dalam imajiansinya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Am I? My Past (Vica) (7)

15 Mei 2019   19:00 Diperbarui: 15 Mei 2019   19:02 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku pun membentak "Tidak!!", kemudian aku beranjak dari ruang makan ke kamarku yang berada di lantai dua dan mengunci pintunya. Semua pun jadi terdiam akibat bentakan ku.

"Victoria, kembali kemari!!" Sahut ayah ku dari ruang keluarga

"Biarkanlah dia, dia butuh waktu untuk berpikir, bisakah ..." balas ibuku

"Membiarkannya? Aku tidak bisa membiarkan begitu"

"Tapi.."

"Diam!!"

Kemudian ayahku menggedor pintu kamarku, aku pun mengabaikannya dan mulai menangis dibalik lembutnya bantal.

Ini semua tak akan terjadi jika saja ayah setuju denganku, sudah ku bilang aku ingin masuk jurusan sastra Inggris di Inggris, tapi kenapa ia selalu aku ingin masuk di kedokteran?, bukan berarti karena ayah, dan kakak ku sukses di kedokteran, itu akan mengalir ke diriku. Aku sudah mengikuti segala kemauannya sejak dari kecil dahulu, menjadi unggulan di sekolah unggulan selama SD, SMP, dan bahkan SMA, masuk ke daftar 1000 murid terpintar di Indonesia, bisakah aku memilih pilihanku sendiri? Aku sudah berusaha sangat keras untuk mendapatkan itu semua, tapi kenapa aku tidak mendapatkan hadiah yang seharusnya kudapat sejak dulu, kebebasan untuk memilih kebebasan diriku.

"Victoria, buka pintunya!!" sahut ayahku lebih keras, setalah menunggu lima menit tanpa jawaban dari diriku ini, ia pun menyerah dan meniggalkan kamarku.

Setelah ayahku pergi, aku terlelap tidur, dibawa arus mimpi. Menurut penilitian dari beberapa sumber, mimpi yang berulang kali biasanya menandakan stress, hanya saja mimpi ku yang berulang ini terasa sangatlah nyata dan sudah berulang kali kurasakan selama satu minggu terakhir.

Di dalam mimpi ku terdapat diriku di sebuah kelas yang kosong dan bawa membawa setumpuk buku, aku pun keluar dari kelas tersebut dan berada di sebuah lorong yang sangatlah ramai. Aku pun mencoba untuk bertanya kepada orang-orang di sekitar ku, aku pun terputar-putar disana bagaikan orang tersesat, hingga seseorang mendorongku dan semua barang yang kubawa jatuh dan tercecer dilantai. Setelah itu aku selalu terbangun dengan rasa terkejut, seperti saat ini.

Aku menangis hingga mimpi membawaku jauh ke alam bawah sadar diriku, ku melihat jam dan sudah menunjukkan pukul dua pagi, aku pun memutuskan untuk turun dan meminum secangkir air mineral di dapur. Tapi sebelum sampai di dapur, aku mendengar ada percapakan berasal dari ruang makan.

"Kenapa kau bersikap seperti itu padanya, ia sudah dewasa dan ia berhak mengambil keputusannya, lagipula ia tidak pernah mengecawakan mu bukan?" ucap Ibu

"Aku tahu, tapi kalau ia masuk ke sana, masa depannya tidak jelas, kalau ia menjadi dokter seperti aku ataupun David, ia akan jauh lebih sukses." jawab ayah

"Tapi kamu tidak bisa memaksakan kehendak yang bukan milikmu, mungkin saja kau bisa senang. Tapi bagaimana nasib Victoria nanti? Belum tentu ia akan senang menjadi dokter, apalagi waktu yang diperlukannya."

"Tapi kalau ia masuk sastra seperti itu, berarti ia membuang-buang segala macam teori yang sudah ia pelajari selama bertahun-tahun!"

"Apakah kau menganggapnya sebagai putrimu? Atau kau menganggapnya hanya sebagai suruhan?"

"Apa maksudmu?"tanya ayahku dengan penuh kebingungan.

"Kalau ia memang putrimu, kau harus tahu yang terbaik baginya, teori yang dipelajari bertahun-tahun itu memang akan terbuang, tapi itu tidak terbuang sia-sia, sebab putri kita mempunyai sesuatu yang spesial dalam dirinya, yang membedakan dirinya dari orang lain. Yaitu kemampuannya untuk menjadi dirinya."

"Aku masih belum mengerti maksdumu."

"Ya ampun Jared, kita sudah menikah selama dua puluh tahun dan kau masih belum mengerti maksudku? Aku merasa sedikit kasihan kepadamu" balas ibuku diikuti dengan tawa kecil.

"Kau seharusnya juga tahu tentang diriku sayang, aku bukanlah seorang laki-laki terhebat didunia, bukan seorang ayah idaman yang dimiliki semua orang.Tapi aku selalu ingin yang terbaik untuk kita, untuk Vica."

Untuk sejenak aku sempat memikirkan kembali apa yang diucapkan oleh Ayah, aku tahu alasan mengapa ayah selalu menuntutku dan David seribu macam hal, ia tahu supaya kami mendapatkan masa depan yang terjamin, masa depan dimana kami tidak perlu memikirkan tentang kesusahan hidup.

"Aku tahu Jared, tapi bukan berarti semua akan berjalan sesuai dengan yang kau inginkan bukan?, masih ingat apa yang terjadi saat kau melamarku. Jika bukan karena aku yang meninggalkan segala hal terbaik yang bisa saja kudapatkan, mobil, rumah, uang, bahkan laki-laki yang lebih tampan dan pintar dari kau. Tapi semua itu kukorbankan supaya aku bisa bersamamu."

WoW, aku sempat terkejut saat ibu mengatakan hal itu, jujur saja aku tak pernah bertemu dengan kakek dan nenek dari ibu, sebab ibu tak pernah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Setiap kali ku bertanya ibu hanya berkata "Mereka sibuk" atau "Mereka tidak bisa menemui karena...." entah apapun itu alasannya. Kemudian aku mendengar ibu melanjutkan kata-katanya.

"Aku ingin berada bersamamu karena aku tahu, tidak orang lain yang mengerti dirimu selain aku dan orangtuamu yang sudah tiada, entah apa kakakmu bahkan mengenal adiknya sendiri, tapi aku yakin dari kedekatan kalian, kau sudah dianggap orang asing."

"Patricia, aku...."

"Jared, aku meninggalkan segalnya untuk mu, untuk ku, untuk kita dan anak-anak kita. Kau selalu mengharapkan yang terbaik, karena aku tahu kau tidak ingin segala hal itu berulang kembali ke anak-anak kita. Tapi kalau kau bertindak seperti itu, sama saja kau hanya memakan kata-kata yang baru kau ucapkan."

"Patricia, tolong ak-"

"Tolonglah Jared untuk sekali saja dalam bidupmu, singkirkan lah apa yang kau inginkan, dan coba dengarkan apa yang orang lain inginkan, se-"

Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang yang terjatuh, kemudia ibu berteriak "JARED!", tiba-tiba saja jantungku sempat berhenti berdetak, kemudian tubuh ku tiba-tiba berlari dengan sendirinya menuju ke dapur dimana ayah dan ibu berdebat tadi.

Aku melihat ayahku sudah tergeletak di lantai dengan ibuku disampingnya, seperti berusaha membangunkan ayah kembali. Ayahku memang mempunyai sejarah stroke, stress dan beban perkejaan yang selalu menjadi bebannya itu yang mungkin mengakibatkan ayahku terkena stroke. Tapi ayah tak pernah memberitahukan hal tersebut kepada kami semua hingga pada 2 tahun yang lalu. Ia sempat pingsan di depan halte bus, untung saja banyak orang disana dan ia bersedia membantu dan mengantarkannya ke rumah sakit terdekat. Ternyata ia sudah mengalami hal ini selama 4 tahun terakhir. Walaupun kebanyakan dari stroke yang dialami ayah hanya stroke ringan, tapi kami semua takut itu akan memburuk dan mungkin saja merenggut nyawanya. Hingga saat itu kami selalu menjaga ayah sebisa mungkin.

Saat aku mendatangi ibu, ia langsung dengan tanggap melihatku dan berkata. "Vica, panggil kakakmu, cepat!".

Walaupun aku sempat bingung apa yang ia katakan karena betapa paniknya diriku, tapi aku langsung dengan sigap memutar badan dan berlari ke atas setelah mendengar kata 'kakak'.

Saat aku tiba di depan kamar kakak ku, aku baru saja akan mulaimenggedor dan mulai berteriak di depan pintunnya, sebelum kakak ku tiba-tiba membukan pintunya dan berkata "Dimana ayah?

Dengan sigap pun aku menjawab "Dapur", kemudian kami berdua berlari ke arah dapur.

Saat David melihat ayah, ial langsung berlari ke garasi dan berkata "Bawa ayah ke depan, akan ku antarkan dia ke rumah sakit dengan mobil."

Kemudian aku dan ibu menggendong ayah ke mobil, dan dengan cepat David mengantarkan kami berempat ke rumah sakit terdekat, dimana Ayah dan David berkerja. Ibuku yang sudah terlihat di titik puncak kepanikannya bertanya kepada David.

"David, apakah papa akan baik-baik saja?"

"Tergantung seberapa cepat kita bisa membawanya ke rumah sakit, aku hanya takut jika ini bukan strokeringan yang papa sering hadapi." jawab David sambil mengemudi

Malam itu merupakan malam yang paling menyakitkan bagiku, hingga saat ini pun aku tidak bisa melupakan malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun