Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Seru! Balita Ikut Atraksi Kuda Lumping

31 Oktober 2013   14:32 Diperbarui: 18 Agustus 2016   10:05 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1383204072889454240

Bagi masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa, Bulan Besar (Dzulhijjah) diyakini sebagai bulan istimewa. Orang Jawa bilang “wulan becik” (bulan baik). Konon kebanyakan orang menganggap di bulan ini Yang Mahakuasa menurunkan rahmatnya yang besar. Mereka yakin di Bulan Besar inilah merupakan waktu yang tepat untuk melangsungkan pesta upacara pernikahan atau khitanan anak-anak mereka.

Beberapa waktu yang lalu kami mendapat kesempatan menghadiri perayaan khitanan putra seorang tokoh masyarakat Gresik. Acara khitanan berjalan dengan sangat meriah. Makanan dan minuman lezat dihidangkan secara prasmanan. Selain menghadirkan kelompok musik dangdut, sang tokoh yang juga kontraktor bangunan ini juga mendatangkan kelompok hiburan spesial lainnya berupa tarian tradisional “kuda lumping”. Wow betapa senang hati kami mendatangi pesta khitanan itu, terutama anak semata wayang kami yang jarang sekali melihat aksi tarian atraktif itu.

“Acara ini semata-mata bentuk rasa syukur kami kepada Allah Yang Kuasa yang telah menganugerahi berbagai kenikmatan termasuk selamat dan lancarnya acara khitanan putra kami,” ungkap sang tokoh dalam sambutannya di depan para hadirin.

Kuda Lumping merupakan tarian tradisional yang khas dan unik. Bagi masyarakat di daerah Jawa Timur dan Tengah biasanya menyebut dengan istilah “Jaran Kepang” karena dalam penampilannya tarian ini menggunakan media berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Setiap daerah memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Apalagi di jaman sekarang, di mana orang sudah semakin kreatif. Aksi tari Kuda Lumping sering dipadukan dengan kesenian Jawa lainnya, yakni campur sari, gending-gending, dan “dagelan” (lawakan) sehingga membuat penampilan lebih menarik untuk ditonton.

Hadirin dan warga sekitar semakin memadati arena tari kuda lumping. Tepuk tangan riuh redah menandai dimulainya acara yang sudah langka ini. Dua sinden cantik membawakan tembang-tembang Jawa dengan diiringi alunan musik bernuansa “campur sari”.Ada banyak perangkat gamelan yang mengiringi tarian kuda lumping ini. Meski tak selengkap gamelan pada kelompok kesenian karawitan. Namun terlihat ada gong, kenong, kempul, gendang, jidor, ketipung, juga zimba.

Hari semakin malam. Penonton banyak berdatangan dari desa-desa lain. Maklum yang punya gawe adalah orang yang cukup kesohor di kota pudak ini. Membludaknya penonton semakin tak terbendung lagi. Pihak keamanan meminta para penonton agar sedikit menjauh dari lokasi atraksi. Tak lama kemudian aksi tarian kuda lumping dimulai. Penonton mulai berteriak dan bertepuk tangan kegirangan. Sejak tadi mereka tak sabar untuk segera menyaksikan dimulainya atraksi tarian yang konon harus didampingi dukun atau tokoh supranatural itu. 

Tiga orang seniman tari mulai menunjukkan kebolehannya. Mereka adalah seorang ayah dengan dua anaknya. Satu di antaranya bernama Heru. Ia personil tari kuda lumping yang paling muda. Heru masih berusia di bawah lima tahun (balita). Aksi Heru ini mengundang decak kagum para penonton. Ia bisa salto, berjalan dengan perutnya, melawak bersama pemain tua yang tak lain ayah kandungnya sendiri. Bahkan saat atraksi jalan di atas pecahan botol (Jawa=beling), Heru juga sanggup melakoninya. Wah upaya kaderisasi seniman kuda lumping ini patut diacungi jempol. Sudah sepantasnya kesenian tradisional yang sekarang sudah langka ini dilestarikan dengan kader-kader muda termasuk Heru sang bocah yang masih pantas menyusu pada ibunya itu. Memasuki acara puncak. 

Dua pawang memasuki tengah arena. Dengan pakaian khas Jawa lengkap dengan blangkon dan kerisnya. Mereka duduk bersila memanjatkan doa. Di hadapannya tersedia sepanci besar sesaji lengkap dengan lidi hionya. Persis di dekatnya ada berbagai topeng, replika kepala banteng (atau lembu?), kuda (jaran) kepang yang ditutup dengan menggunakan selembar kain panjang (jarit). Mbah dukun terlihat hening. Lantunan suara manis pesinden diiringi bunyi gamelan menemani suasana magis malam itu. Kedua Mbah Dukun memukulkan cambuknya. Bunyi cambuknya sedemikian kerasnya sehingga menakutkan para penonton yang ada di dekatnya. Cambuk yang berukuran besar itu seolah menjadi tanda munculnya kekuatan gaib.

Tak lama kemudian dua ekor banteng-bantengan plus alat “klintingan” menuju arena. Satu banteng dimainkan oleh dua orang. Mereka menari dengan dinamis dan atraktif. Kedua banteng bertarung hingga pada akhirnya mereka terkapar. Keempat pemain tergeletak tak sadarkan diri dalam keadaan “kesurupan” (trans). Anggota lainnya menggotong satu atau dua pemain yang benar-benar tak sadarkan diri itu. Dua penari berbusana khas lengkap dengan kuda lumpingnya mulai menunjukkan kebolehannya. Mereka melompat ke sana-kemari seolah tak merasakan kelelahan. Maklum sudah dalam keadaan kesurupan. Tariannya dinamis dan menarik. Dengan mengibas-ngibaskan “kuda lumping”nya itu mereka menghipnosis para penonton. Penonton tercekam sekaligus kagum dengan aksi mereka.

Seorang pemain kuda lumping yang kerasukan, kakinya mengais-ngais ke tanah. Tak lama kemudian anggota lainnya menyiramkan air yang berisi bunga ke dalam cekungan tanah. Sang pemain yang kesurupan meminum air beserta bunganya dari cekungan tadi.

Semakin malam permainan semakin asyik saja. Memasuki acara puncak pihak sesepuh kelompok tari kuda lumping mengingatkan kepada para penonton agar berhati-hati. Sebab terkadang penonton juga ikut kesurupan. Apalagi adegan berikutnya merupakan atraksi yang sangat berbahaya. Dan dilarang keras bagi anak-anak atau orang dewasa menirukan adegan ini tanpa keahlian khusus.

[caption id="attachment_298469" align="aligncenter" width="550" caption="Sesaji dan ritual oleh para pawang sebelum atrkasi dimulai"][/caption] 

Melihat adegan demi adegan yang mendebarkan dari kelompok kuda lumping ini mengingatkan saya akan lantunan suara manis Elvy Sukesih. “Ada suatu permainan. Permainan unik sekali. Orang naik kuda, tapi kuda bohong. Namanya kuda lumping. Anehnya permainan ini. Orangnya bisa lupa diri. Dia makan rumput, juga makan kaca. Aduhai ngeri sekali. Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping, kesurupan. Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping, loncat-loncatan

Awas jangan dekat-dekat. Melihat permainan ini. Karena akibatnya bisa berbahaya”. Kami dan para penonton lain benar-benar menikmati pertunjukan itu. Sembur api, bergumul dengan pecahan kaca, disiram air keras (HCl), makan ular dan makan ayam menjadi atraksi yang paling ditunggu-tunggu. Gelapnya malam tak menyurutkan semangat kami untuk menikmati tontonan tradisional yang sudah mulai langka itu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun