Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Aneh...Prasasti Warisan Airlangga Ini Hidup!

1 Mei 2013   14:40 Diperbarui: 12 Agustus 2016   17:19 4861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Siapa sangka kalau di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian-Sidoarjo ada sebuah prasasti yang dibuat dimasa Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan (Kediri). Memasuki lokasi situs di kawasan Dusun Klagen pasti pengunjung dibuat keheranan. Betapa tidak, situs yang menjadi bukti kebesaran Raja Airlangga ini ternyata berada di antara rumah-rumah warga. Tidak ada istimewanya. Sepintas mirip batu nisan yang berukuran besar saja. Tidak ada papan nama khusus seperti layaknya candi-candi Majapahit di Trowulan yang kesohor itu. Hanya ada pelindung situs yang berupa joglo kecil dengan pagar mengelilingi prasasti.

Informasi yang lengkap tentang seluk beluk situs juga tidak ada. Sangat sederhana untuk ukuran bangunan cagar budaya. Konon tanah dimana prasasti berada menjadi milik leluhur Hoesin, sang juru kunci yang kini diangkat menjadi PNS oleh Dinas Purbakala itu. Ironis memang benda cagar budaya yang semestinya menjadi bahan belajar anak-cucu kita kelak ternyata kurang terpelihara. Padahal situs ini dibangun sebelum masa Kerajaan Majapahit. Prasasti bertulis dengan menggunakan bahasa Jawa kuno itu terbuat dari batu andesit (batu sungai/gunung) dengan ukuran tinggi kira-kira 2 meter, lebar kira-kira 1 meter dan ketebalannya kira-kira 30 sentimeter.

Ketika kami bertanya kepada salah seorang ibu yang tinggalnya persis di samping situs, yang bersangkutan mengatakan bahwa batu itu warisan Raja Airlangga. Tetapi setelah itu ibu-ibu tadi menyarankan agar saya menemui langsung Pak Hoesin sebagai juru kunci situs Airlangga. Pak Hoesin tinggal tidak jauh dari situs Airlangga. Ketika kami datang beliau sedang benah-benah di rumahnya yang sekaligus dijadikan tempat usaha toko sembako dan warung nasi bebek. Kami akhirnya terlibat dalam perbincangan santai seputar kisah prasasti Airlangga tersebut.

Sambil duduk di atas sebuah bangku bambu besar Hoesin mengatakan bahwa prasasti itu dibuat sebagai bahan ingatan untuk rakyat saat itu bahwa kawasan di pinggiran Sungai “Kalagyan” (sekarang Klagen) menjadi daerah yang dibebaskan dari pajak dan dimakmurkan (daerah perdikan). Di kawasan itu pula Raja Airlangga membuatkan tambak dan lahan pertanian untuk rakyat. Sebagai budi baik sang raja karena di kawasan itu sebelumnya telah dilanda banjir Sungai Brantas.

Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Prasasti Airlangga dibangun sebagai penanda atas bangunan dam yang diperuntukkan bagi rakyat di sekitarnya. Waduk atau dam ini berfungsi mengendalikan air Sungai Brantas yang sering melanda pemukiman warga sekitar Kalagyan. Hoesin menambahkan, kira-kira dua ratus meter ke belakang prasasti, terdapat bangunan batu bata tersusun rapi sepanjang kira-kira 2 meter layaknya bangunan waduk saja. Tetapi dinas purbakala kemudian menguruk kembali situs waduk tadi karena dana yang diperlukan untuk proses eskavasi dirasa sangatlah besar. 

Warga sekitar Dusun Klagen masih menuakan benda purbakala warisan Airlangga tadi terbukti pada setiap mereka punya hajatan, mereka menempatkan sesaji di Prasasti Airlangga. Kemudian melakukan ritual-ritual tertentu. Ya singkatnya mereka meminta ijin terlebih dulu kepada leluhur mereka lewat situs ini. Di dalam areal situs sebenarnya terdapat tiga batu tegak. Yang satu telah diambil seseorang yang masih menjadi tetangga sang juru kunci sendiri begitu ungkap Hoesin. Mengapa Bapak tidak memintanya untuk dikembalikan saja begitu tanya kami. Sesab batu itu sudah menjadi cagar budaya yang dilindungi negara.

Pak Hoesin menceritakan bahwa batu itu akan dikembalikan lagi oleh si pengambil setelah dipasang papan larangan bila mencuri benda cagar budaya. Lho kok beraninya orang itu Pak. Entah ya dik. Ada kisah misteri di balik situs ini. Ketika salah seorang tetangga Hoesin secara diam-diam mengambil salah satu dari batu prasasti Airlangga tadi. Setelah dipelihara beberapa tahun kemudian batu tegak yang diambilnya tadi ternyata panjangnya bertambah. Sungguh aneh tapi nyata begitu penuturan Hoesin seperti yang diceritakan kepada saya pagi itu.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun