Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilih "Halo-halo Bandung" atau "Kancut Besi"

15 Juni 2021   18:57 Diperbarui: 15 Juni 2021   19:15 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, celana dalam (kancut) besi lengkap dengan kunci dan gemboknya (Dokumentasi Liputan6.com)

Mengadopsi teknologi masa lampau 

Di masa lalu, bila suami merantau jauh atau berperang dalam waktu yang lama, untuk melindungi para istri atau gadis perawan dari penjarahan seksual oleh pria lain selain suami yang sah maka dibuatlah celana dalam, maaf dalam Bahasa Jawa dinamakan kancut tapi bukan sembarang kancut lho. 

Celana dalam itu dibuat dari bahan plat besi lengkap dengan kunci dan gemboknya. Para istri dan perawan kala itu mengenakan celana dalam dari plat besi agar bisa melindungi kemaluan dan dirinya yang tak berdaya itu dari pelecehan seksual. 

Mungkin saja teknologi dan kearifan di masa lalu itu bisa dicoba atau diterapkan di masa sekarang ini. Yang perlu diperhatikan mungkin dari segi desain dan elastisitas bahan plat besi yang digunakan supaya lebih nyaman digunakan he..he.. . 

Perlindungan korban dan sanksi hukum yang tegas 

Tak jarang dari korban pelecehan seksual secara fisik (pemerkosaan) mengalami trauma dan depresi berkepanjangan. Para korban pelecehan seksual itu merasa dirinya sudah hancur bahkan tak berharga lagi. Sebab itu diperlukan upaya rehabilitasi dan penyembuhan (trauma healing) luar-dalam secara intensif untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan si korban. 

Masyarakat dan negara tentu tak membiarkan para pelaku pelecehan seksual secara fisik (pemerkosaan) melenggang dengan enaknya karena sangsi hukum yang ringan. 

Para pelaku pemerkosaan itu patut diganjar dengan hukuman yang berat atau bila perlu ancaman penjara yang lebih berat lagi dari yang sudah ada seperti termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285 atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pasal 480 ayat 1 dan 2. 

Hukuman berat memang tak menjamin akan menurunkan kasus pelecehan seksual berat (pemerkosaan) atau menghentikan sama sekali. Tapi setidaknya sebagai upaya untuk menimbulkan efek jera (shock terapy) bagi pelaku pemerkosaan terutama yang dilakukan terhadap anak-anak di bawah umur, kiranya perlu diterapkan hukuman yang jauh lebih berat lagi seperti pengebirian dengan menggunakan bahan kimia tertentu atau hukuman penjara seumur hidup. 

Bahan bacaan : satu, dua, tiga, empat, lima, enam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun