Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pancasila Lahir dari Seorang Revolusioner yang Romantis

1 Juni 2021   20:32 Diperbarui: 1 Juni 2021   20:44 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah ilustrasi Pancasila (siswapelajar.com)

Tahun 1945 (tahun 45) adalah tahun keramat bagi Bangsa Indonesia. Tahun 45 dikenal sebagai tahun revolusi Indonesia. Sebenarnya sejak puluhan tahun sebelum tahun 45, semangat revolusi telah digaungkan dan dijalankan oleh para tokoh bangsa ini namun di tahun itulah gerak revolusi semakin menyala-nyala. 

Tak heran bila sebagian masyarakat dewasa ini mengadopsi istilah "semangat 45" untuk menggambarkan semangat perjuangan yang menyala-nyala, tak pernah henti sampai titik darah penghabisan. 

Kekuatan Jepang pada sekitar tahun 1945 dalam percaturan perang di Asia Pasifik semakin berkurang alias kalah. Bung Karno menyebut momen itu sebagai mata rantai terlemah untuk bisa bebas dari belenggu penjajahan. 

Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, tanggal 17 Agustus 1945, pernyataan kemerdekaan (proklamasi) dideklarasikan (dikumandangkan) oleh Sukarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia. 

Konsep dasar negara menurut 3 tokoh 

Sebelum proklamasi dideklarasikan, pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 01 Juni 1945, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau yang disingkat BPUPKI atau yang dalam Bahasa Jepang dinamakan Dokuritsu Junbi Chousakai melakukan sidang. 

Dalam sidang di depan 67 anggota BPUPKI itu, tampil 3 tokoh hebat Indonesia kala itu berpidato mengemukakan rumusan dasar negara. 

Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Prof. Mr. Mohammad Yamin, mengemukakan gagasan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: "1. Perikebangsaan 2. Perikemanusiaan 3. Periketuhanan 4. Perikerakyatan dan 5. Kesejahteraan Rakyat". 

Sementara pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengemukakan gagasan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: "1. Persatuan 2. Kekeluargaan 3. Keseimbangan lahir batin 4. Musyawarah dan 5. Keadilan Sosial". 

Pada sidang BPUPKI anggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno (Bung Karno) mengemukakan gagasan dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila", yaitu: "1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme dan Perikemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa". 

Apa yang disampaikan oleh Bung Karno tentang konsep dasar negara kemudian diterima oleh mayoritas anggota BPUPKI namun masih mengalami perdebatan cukup panjang. Akhirnya dibentuklah panitia kecil yang terdiri dari sembilan (9) orang yang kemudian dikenal sebagai Panitia Sembilan. 

Tugas panitia kecil ini merumuskan kembali dasar negara yang di dalamnya, dimuat lima sila yang berbunyi : Sila pertama berbunyi : Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.  
Sila kedua berbunyi : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Adapun sila ketiga bunyinya : Persatuan Indonesia. 

Sila keempat yaitu : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan. Serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan bunyi sila kelima. 

Rancangan dasar negara dan preambule (pembukaan UUD 45) yang dikenal sebagai Piagam Jakarta itu selanjutnya disetujui pada tanggal 22 Juni 1945. Bung Karno membacakannya kembali tanggal 10 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI. 

Perdebatan seputar rumusan dasar negara masih terus berlanjut sampai pada akhirnya BPUPKI dibubarkan. Kemudian dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau istilah Jepangnya Dokuritsu Junbi Inkai. 

PPKI dilantik tanggal 9 Agustus 1945 di Saigon. beranggotakan 21 orang yang mencerminkan perwakilan dari berbagai wilayah di tanah air (bekas Hindia-Belanda). Kemudian anggotanya ditambah 6 orang lagi. 

Dalam sidang PPKI, Bung Hatta mencoba merumuskan kembali hasil kompromi para anggota dan sepakat menyempurnakan (mengganti) bunyi sila pertama pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Tanggal 1 Juni 1945, saat Bung Karno berpidato mengemukakan rumusan dasar negara di depan para anggota BPUPKI, tanggal itu ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. 

Cuplikan pidato Bung Karno di depan anggota BPUPKI 

Sebuah ilustrasi (repro dari buku Indonesia, Ajam Djantan Sedjarah Dunia Baru, Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sebuah ilustrasi (repro dari buku Indonesia, Ajam Djantan Sedjarah Dunia Baru, Dokumentasi Mawan Sidarta)
Berikut ini potongan-potongan (cuplikan) isi pidato Bung Karno di depan anggota BPUPKI tentang rumusan dasar negara Pancasila. 

"Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menitpun kita tidak akan menolak, sekarangpun kita menerima urusan itu, sekarangpun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka! (tepuk tangan menggemparkan). 

Tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk merdeka. (tepuk tangan riuh). 

Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya yang telah berdiri dijaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar negara yang pertama : Kebangsaan Indonesia. 

Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. 

Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang saya usulkan kepada tuan-tuan, yang boleh saya namakan "internasionalisme". 

Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua", "satu buat semua, semua buat satu". Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. 

Prinsip no. 4 sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip : tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. 

Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5 ? Saya telah mengemukakan 4 prinsip :
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial. Prinsip yang kelima hendaknya : menyusun Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! 

Marilah kita di dalam Indonesia merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan : bahwa prinsip kelima daripada negara kita, ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa! 

Saudara-saudara! "Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. 

Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera. Apa lagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir : Pendawa lima). Pendawapun lima orangnya. 

Sekarang banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya.  
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi (tepuk tangan riuh). 

Bung Karno, seorang romantikus revolusioner 

Bung Karno, presiden pertama RI (Dokumentasi Mawan Sidarta, sumber : Indonesia, Ajam Djantan Sedjarah Dunia Baru)
Bung Karno, presiden pertama RI (Dokumentasi Mawan Sidarta, sumber : Indonesia, Ajam Djantan Sedjarah Dunia Baru)
Ir. Sukarno atau Bung Karno merupakan sosok yang sangat berjasa dalam lahirnya dasar negara Pancasila. Beliau dilahirkan di Surabaya (bukan di Blitar seperti yang diperdebatkan) pada tanggal 06 Juni 1901. Beliau wafat di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970. 

Sukarno dilahirkan dari hasil pernikahan antara Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. 

Sukarno lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng (Institut Teknologi Bandung) dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921. Setelah dua bulan dia meninggalkan bangku kuliah, kemudian pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. 

Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keduanya dijuluki The Founding Father, bapak pendiri bangsa. 

Dalam perjalanan hidupnya, Bung Karno mengagumi banyak kaum hawa. Tercatat ada sekitar sembilan (9) wanita yang pernah menjadi pendamping hidupnya. Mungkin karena hal itulah sehingga sebagian kalangan menilainya sebagai seorang revolusioner yang romantis atau romantikus revolusioner. 

Sumber bacaan : satu, dua dan tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun