Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Matoa, Buah Lokal yang Lagi Naik Daun

9 Februari 2021   15:51 Diperbarui: 4 April 2021   05:14 3228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah matoa dijual di pinggir jalan (dok. Mawan Sidarta)

Indonesia merupakan negara kepulauan. Ribuan pulau berjajar, sambung-menyambung terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Keanekaragaman budaya, bahasa, suku bangsa dan sumber daya hayati menjadikan Indonesia bukan hanya pantas dijuluki negara besar namun juga negara yang kaya raya. Khazanah flora, fauna dan plasma nutfahnya sangat banyak dan beragam.

Di Papua misalnya, pulau yang dulu bernama Irian Jaya itu memiliki potensi alam yang luar biasa. Meski topografi wilayahnya berupa gunung dan perbukitan namun tanahnya sangat subur. Salah satu potensi flora Papua yang kini menjadi perbincangan masyarakat di tanah air ialah buah Matoa.

Penampakan buah matoa (dok. Mawan Sidarta)
Penampakan buah matoa (dok. Mawan Sidarta)
Ya, Matoa, sebuah nama yang sebenarnya bukan baru sama sekali namun harus diakui belum sesanter (sepopuler) buah kelengkeng, leci atau rambutan. 

Bahkan waktu saya rasan-rasan (membicarakan) tentang buah ini dengan keluarga besar ternyata ada anggota keluarga yang belum teu (tahu) apa itu buah matoa. Jangan keliru sebut ya, buah matoa lho bukan metao. Kalao metao itu kata dalam perbendaharaan Bahasa Jawa daerah Jember (Jatim) yang berarti kemeruh (sok tahu).

Matoa merupakan nama tanaman buah asli Papua. Meski demikian buah matoa bisa kita temukan di daerah lain seperti Maluku, Sulawesi dan negara Papua New Guinea. Sebagian masyarakat kita juga telah menjadikan matoa sebagai tanaman produktif pengisi halaman (pekarangan) rumah.

Pohon buah matoa (dok. Mawan Sidarta)
Pohon buah matoa (dok. Mawan Sidarta)
Buah matoa memiliki nama ilmiah Pometia pinnata forst. Sebagai buah endemik Papua, matoa bisa ditemukan tersebar di daerah dataran Seko (Jayapura), Wondoswaar (Pulau Weoswar), Anjai Kebar, Warmare, Armina - Bintuni, Ransiki, Pami - Nuni (Manokwari), Samabusa - Nabire, dan Pulau Yapen. Masyarakat Papua New Guinea menyebut matoa dengan istilah taun.

Matoa termasuk tanaman yang bandel (tidak manja), bisa tumbuh dan berkembang di kawasan (lahan) datar bertekstur liat (clay). Dalam dunia taksonomi, buah matoa tergolong ke dalam famili sapindaceae (keluarga rambutan). 

Melihat potensi buah matoa yang cukup besar itu sehingga pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia no. 160 / Kpts / SR.120 / 3 / 2006 menetapkan bahwa matoa merupakan buah unggul yang patut dibudidayakan.

Botani dan Teknik budidaya buah matoa

Buah matoa (dok. Mawan Sidarta)
Buah matoa (dok. Mawan Sidarta)
Habitus (perawakan) pohon buah matoa di lingkungan tumbuh alamiahnya, tingginya bisa mencapai 18 meter bahkan lebih dengan garis tengah bisa sampai 1 meter. Lingkungan tumbuhnya mulai dataran rendah hingga perbukitan 1200 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Dalam setahun, matoa berbuah sekali. Musim bunga umumnya terjadi pada bulan Juli sampai Oktober. Tanaman dewasa sudah bisa dinikmati hasilnya pada bulan Desember sampai beberapa bulan setelahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun