Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sarapan Pagi dengan Ketan-Tiwul, Kenapa Tidak!

19 Januari 2021   20:23 Diperbarui: 4 April 2021   05:08 2536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awal-awal merebaknya pandemi Covid-19, banyak masyarakat (dunia) dibuat panik karenanya. Jangankan kehidupan perekonomian berskala besar (nasional), kelompok ekonomi kelas bawahpun dibuat panik dan pastinya kalang kabut. Salah satu contohnya : pedagang ketan-tiwul.  

Dulu, ketika belum terjadi pandemi yang namanya pedagang ketan-tiwul ini hampir tiap pagi terlihat wara-wiri keluar masuk gang-gang di perumahan kami. Semenjak pandemi merebak, sang penjualpun nyaris tak terlihat lagi batang hidungnya.  
Saya sampai kangen dengan bunyi rekaman suara penjual ketan-tiwul langganan kami tersebut. 

Dokumen Mawan Sidarta
Dokumen Mawan Sidarta
Setelah lama menghilang, belakangan, hampir setiap pagi rekaman suara penjual ketan-tiwul itu mulai terdengar lagi. Kira-kira seperti ini bunyi rekaman suara penjualnya, Gatot..Tiwul.. Sawut..Getuk..Blendung..Ketan.., begitu terus berulang-ulang. Dengan rekaman suara ini, pembeli atau pelanggan setia menjadi tahu bahwa penjual ketan-tiwul kesukaannya akan lewat. Kalau kami berminat, segera ambil piring atau pakai bungkus dari penjualnya lalu memanggilnya.  

Beli 5 ribu rupiah sudah dapat sepiring makanan tradisional yang terdiri dari : ketan lengkap dengan bubuk kedelainya dan parutan kelapa ditambah gatot, tiwul, sawut, getuk serta blendung.  
Pembeli boleh saja memilih sesuai seleranya. Sebagian pembeli mungkin kurang suka gatot karena warnanya yang hitam dan maaf "nggilani" (menjijikan) seolah seperti makanan yang sudah rusak. Atau ada yang enggak suka blendung karena berat mengunyahnya.  

Kalau merasa bosan atau malas sarapan dengan nasi biasanya kami memilih ketan-tiwul sebagai pengganjal perut yang handal. Ketan-tiwul dan kawan-kawannya he..he..he..merupakan bahan makanan yang cukup mengenyangkan karena kandungan karbohidrat (zat tepung) nya cukup tinggi. Sambil menunggu agak siangan dikit baru kami makan menggunakan nasi.  

Apa sebenarnya ketan, tiwul, gatot, blendung, sawut dan getuk itu?  

Mungkin saja diantara Anda ada yang belum begitu familiar dengan jenis-jenis makanan tradisional (daerah) di atas. Kami coba menginformasikan sepintas berikut ini :

Gatot  

Dokumen Mawan Sidarta
Dokumen Mawan Sidarta
Gatot merupakan makanan khas daerah Gunung Kidul (Jateng). Kabarnya makanan ini dibuat untuk menggantikan fungsi beras karena gagal panen pada waktu itu. Untuk membuat gatot diperlukan waktu yang cukup lama. Mulai dari proses fermentasi ketela pohon (singkong) dengan cara dijemur sampai muncul jamur hasil fermentasi menjadi gaplek. Gaplek kemudian direndam selama dua malam sampai terasa kenyal. Kemudian ditiriskan, dicuci dan diambil kulit (ari) nya, kemudian dipotong kecil-kecil dan direndam selama satu malam.  

Setelah direndam kemudian dikukus selama dua jam dan biasanya ditambahkan gula merah, garam dan kelapa agar terasa manis dan gurih. Supaya enak (rasa dan teksturnya empuk) boleh ditambahkan kelapa parut.  

Tiwul  

Selain gatot, tiwul juga berasal dari singkong (ubi kayu atau ketela pohon). Tiwul menjadi makanan khas masyarakat Gunung Kidul, Wonogiri dan Wonosobo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun