Semasa hidupnya, Sunan Giri atau yang punya nama lain Raden Paku itu tak lepas dari perempuan-perempuan hebat yang ada didekatnya. Di belakang suami yang sukses (hebat) selalu terdapat istri yang hebat pula, pemeo ini tampaknya tak berlebihan.Â
Mungkin karena ahlak, watak, perbuatan (kepribadian) dan ilmu yang mengagumkan yang dimiliki Sunan Giri sehingga tidak sedikit perempuan yang tertarik dan menaruh hati kepada beliau.
Selama ini yang disebutkan dalam buku-buku atau catatan-catatan sejarah hanya dua orang wanita saja yang menjadi istri Sunan Giri atau yang punya nama kecil Joko Samudro itu yaitu Dewi Murtosiyah anak Sunan Ampel dari Surabaya dan Dewi Wardah anak Ki Ageng (Sunan) Bungkul juga dari Surabaya.
Pro dan kontra seputar Putri Campa (Jawa = Cempo) yang pusaranya berada di wilayah perbukitan Kebomas Gresik konon juga disebut-sebut sebagai istri sang sunan yang bergelar Prabu Satmata (Satmoto) itu. Namun versi lain menyebutkan kalau Putri Campa itu hanya menaruh hati kepada sang sunan, mereka belum sempat menikah.
Dari hasil pernikahan antara Sunan Giri dengan Dewi Murtosiyah dan Dewi Wardah itulah kemudian lahir puluhan putra-putri yang hebat yang kelak akan meneruskan gerak perjuangan Sunan Giri dalam menyebarkan Islam di Gresik dan sekitarnya bahkan sampai ke pelosok negeri.Â
Putra-putri keturunan Sunan Giri sebagian juga bergelar sunan sekaligus melanjutkan tahta Kerajaan Giri (Giri Kedaton).

Nyai Ageng Usami dikabarkan sebagai istri ketiga (ke-3) dari Sunan Giri. Pusara Nyai Ageng Usami tidak berada di kompleks pemakaman Sunan Giri seperti kedua istri beliau (Dewi Murtosiyah dan Wardah) dan anggota keluarga lainnya melainkan terletak di pinggir Jalan Kawisanyar (Desa Jeblok) yang berada tak jauh dari kompleks pekuburan keluarga Giri.

Menurut keterangan Zainul Faliqin (67), tokoh masyarakat Kawisanyar atau Desa Jeblok, Nyai Ageng Usami adalah putri dari Siti Fatimah dari Kerajaan Blambangan atau yang sekarang bernama Banyuwangi.
Makam atau pusara Siti Fatimah (bukan Siti Fatimah Binti Maimun) sendiri berada di kawasan dekat kantor polsek Kebomas Gresik.
"Dari pernikahan Nyai Ageng Usami dengan Sunan Giri kemudian lahir Joko Tingkir dan generasi sesudahnya" terang Zainul Faliqin.
Namun Zainul mengaku belum tahu persis tentang silsilah setelah masa Joko Tingkir.
Pada tahun 1969, seperti tertulis di kuburan Nyai Ageng Usami, pemerintah daerah Gresik dan manajemen Semen Gresik melakukan pengembangan-pengembangan di kawasan yang sekarang bernama Kawisanyar (Jeblok) lalu ditemukan makam kuno yang ternyata milik Nyai Ageng Usami, istri ke-3 Sunan Giri.
"Saat Keraton Giri mendapat serangan dari Kerajaan Majapahit maka Nyai Ageng Usami inilah yang berperan membantu kebutuhan pasukan Giri" jelentreh Zainul Faliqin melanjutkan ceritanya.
Peperangan yang dahsyat menimbulkan jumlah korban yang tak sedikit dari kedua belah pihak. Jalanan penuh dengan ceceran darah. Kawasan yang penuh lumuran darah tadi kemudian dinamakan Desa Jeblok.
Sedangkan kawasan/daerah ditemukannya mayat tentara dari dua kerajaan yang saling bergelimpangan (Jawa = gletakan / gemletak) itu kini dinamakan Jalan Kletak yang berada di seberang pusara Nyai Ageng Usami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI