Mohon tunggu...
Mawaddah nasution
Mawaddah nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hubungan Ilmu, Filsafat, dan Agama

14 Agustus 2020   19:55 Diperbarui: 14 Agustus 2020   20:02 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hubungan Ilmu dan Filsafat

Sebelum membahas hubungan ilmu dan filsafat, perlu kita ketahui lebih dahulu makna dari Filsafat dan Ilmu filsafat. Filsafat diartikan sebagai asas, atau pendirian yang nilai kebenarannya telah diyakini dan diterima oleh seseorang atau suatu kelompok, sebagai dasar untuk memecahkan masalah-masalah fundamental dalam kehidupannya sedemikian rupa sehingga filsafat sering disamakan dengan pandangan hidup atau ideologi.

Hubungan ilmu dan filsafat umumnya bertentangan pada kecondongan atau titik penekanan yang tidak mutlak. Ilmu-ilmu tertentu menyelidiki bidang-bidang tersebut secara terbatas, sedangkan filsafat mencoba melayani seluruh manusia. Oleh karena itu filsafat bersifat umum dalam segala bidang dan untuk pengalaman manusia pada umumnya.

Demikian hal tersebut membuat filsafat berusaha untuk mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif mengenai benda-benda. Jika ilmu pendekatannya lebih analitik dan lebih deskriptif, maka filsafat lebih kepada sintetik dan sinoptik, dalam menghadapi sifat-sifat sebagai kualitas dan kehidupan sebagai keseluruhan.

Ilmu berusaha untuk menganalisis seluruh unsur-unsur yang menjadi bagiannya dan anggotanya. Jika ilmu berusaha untuk menghilangkan faktor-faktor pribadi dan menganggap tidak adanya nilai-nilai demi menghasilkan objektivitas, maka filsafat lebih mementingkan personalitas, nilai-nilai, dan juga bidang pengalaman. Ilmu dan filsafat keduanya memberikan penjelasan dan makna dari objeknya masing-masing. Filsafat lebih mementingkan hubungan antara fakta-fakta khusus dengan bagian yang lebih besar dan ilmu menggunakan pengamatan, eksperimen, serta pengalaman inderawi, sedangkan ilmu filsafat berusaha menghubungkan penemuan-penemuan ilmu dengan tujuan menemukan hakikat kebenarannya.

Disamping itu, kajian filsafat memusatkan perhatian pada nilai keilmiahan dan juga mengarahkan pada sisi etik ilmu pengetahuan dalam perkembangannya, serta pada dimensi kebudayaan untuk menangkap, tidak hanya pada kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga pada maknanya kehidupan manusia. Filsafat sebagai ilmu yang esensinya berusaha untuk memahami segala hakikat yang ada (being), di mana being itu sendiri dijadikan sebagai sebuah objek sasaran, maka filsafat ilmu pengetahuan sebagai cabang dari ilmu filsafat itu sendiri. Dengan demikian, hal tersebut merupakan ilmu yang berusaha untuk memaknai apa yang menjadi hakikat ilmu pengetahuan, menjadi perenungan secara mendasar bagi hakikat ilmu pengetahuan dalam berbagai implikasinya di berbagai bidang kajian.

Memahami hakikat ilmu sebagai kajian dari filsafat ilmu, akan mengarahkan kita pada pengertian dan pemaknaan perspektif ilmu, peluang pengembangan, keterjalinan di antara disiplin ilmu, simplifikasi, dan artifisialitas ilmu, sebagai hal-hal yang mendasar dan hal yang penting dalam sebuah ilmu pengetahuan akan mengkaji dan mendorong filsafat ilmu untuk memahami berbagai keterbatasan metode, prasuposisi ilmu, logika validasi, struktur pemikiran ilmiah dalam konteksnya terhadap realitas.

Hubungan filsafat dan Agama

Filsafat agama pada hakikatnya merupakan pembahasan yang mendalam mengenaiajaran dasar agama. Ajaran dasar agama yang paling utama adalah tentang Tuhan. Oleh sebab itu, Tuhan merupakan pembahasan utama dalam filsafat agama. Mengenai filsafat agama, Tuhan tidak hanya dibahas dari segi argumentasi tentang eksistensi-Nya, melainkan argumentasi orang-orang yang meragukan bahkan yang menolah eksistensi-Nya. Dari para pendukung eksistensi Tuhan munculah berbagai bentuk argumen, seperti materialisme dan positivisme.

Problem mengenai perjumpaan manusia dengan Tuhan (eskatologi) juga dibahas dalam filsafat agama. Eskatologi merupakan bagian yang penting dalam sistem ajaran agama karena dengan kepercayaan inilah yang mampu mendorong para pemeluk agama untuk lebih erat menjalin hubungannya dengan Tuhannya. Adanya hidup sesudah mati menjadikan sistem nilai agama mejadi hidup, sekaligus membuat ketertarikan bagi para pemeluknya.

Oleh sebab itu, filsafat agama membahas problematika eskatologi dari segi keadilan dan kehendak mutlak Tuhan. Satu aspek Tuhan yaitu Maha adil, tetapi Dia juga berkehendak mutlak. Adapun golongan lain berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak adil karena tidak sesuai dengan janji-Nya dalam Kitab suci yang akan memasukan orang jahat ke neraka. Menurut mereka, jika Tuhan memasukkan orang jahat ke surga, maka sistem nilai baik dan buruk tersebut tidak berguna karena nasib seseorang tidak ditentukan oleh usahanya di dunia, melainkan oleh kehendak mutlak Tuhan.

Pembahasan filsafat agama ini tidak bermaksud untuk menyelesaikan secaratuntas mengenai masalah eskatologi tersebut karena penyelesaian yang diajukan tidak akan memuaskan semua pihak. Oleh karena itu, titik tekan pembahasan filsafat agama adalah mengungkapkan argumen-argumen yang dikemukakan dan menilai kelogisan argumen dari mereka.

Namun dalam hubungan filsafat dan agama ini mempunyai sejarah bahwa filsafat banyak menghadapi kekejaman, kekerasan, dan penindasan dari sebagian pemuka agama yang fanatik. Sejarah juga telah menyatakan usaha sebagian filsuf, khususnya pada masa kebangkitan Eropa (Renaissance) untuk membebaskan diri dari kungkungan agama. Mereka melarikan diri dari jalur keimanan dan tersesat di tengah-tengah kekacauan berfikir yang sedikit banyak telah menjauhkan mereka dari Tuhan.

Sejak saat ini, tidak pernah ada pertentangan antara filsafat dengan agama. Bahkan, dalam pandangan sebagian filsuf khususnya filsuf muslim, berfilsafat dapat menopang keimanan. Keimanan dan keberagamaan tidak melarang seseorang untuk berfikir secara produktif, kreatif, dan inovatif

Menurut Al-Kindi Filsafat dan Agama

Al-Kindi menyatakan dalam konsep pertamanya: Yang peling luhur dan mulia di antara seni manusia adalah fllsafat. Yang mana arti filsafat tersebut menurut Al-Kindi adalah membuka hakikat kebenara, dan juga bertindak sebagai kebenaran itu sendiri. Menurut Al-Kindi kebenaran adalah yang menjadi tujuan dalam filsafat. Kebenaran hanya ada satu yaitu sang pencipta (Allah), sang pemberi rizki pada ciptaannya tersebut.

Menurut Al-Kindi, filsafat harus diterima sebagai bagian dari peradaban islam. Konsep al kindi berasal dari pandangan filsafat dari aristoteles (Aristotelianisme) dan juga dari falsafah islam (Neo-platonisme), namun dalam bentuk islam. Al-Kindi terkesan dalam ajaran Socrates, plato dan para pengkritiknya, terutama Alexander Aphrodisias. Ia mendamaikan warisan yunani dengan islam, dan membangun pondasi filsafat islam. Baginya kebenaran filsafat dan agama tidaklah bertentangan, karena keduanya dating dari sumber yang sama yaitu dari Tuhan.

Salah satu tujuan Al-Kindi memperkenalkan Filsafat kedalam dunia Islam dengan cara mengetok hati umat islam agar tetap menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya. Menurutnya kita tidak perlu menentukan tempatnya untuk mengakui suatu kebenaran.

Hubungan Ilmu, Filsafat dan Agama

Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan (wahyu). Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra'yu manusia.

Sebenarnya hakikat manusia itu adalah mahkluk pencari kebenaran, karena ia dibekalikan oleh Allah Swt dengan akal pikiran, akan tetapi akal pikiran yang suci yang tidak terkontaminasi dengan yang lain, yang dibimbing oleh nilai-nilai agama, karena dengan akal pikiran yang dibimbing oleh nilai-nilai agama itulah yang bisa mencapai kebenaran.

Paling tidak ada tiga sarana atau jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu, yaitu: melalui filsafat, melalui ilmu pengetahuan dan melalui agama, yaitu melalui wahyu dari Sang Pencipta Kebenaran yang Mutlak dan Abadi. Ketiga sarana atau jalan itu masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri di dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun