Tafsir Al-Sa'di dan Al-Qurthubi:
Keduanya juga menguatkan bahwa sumpah Allah dalam ayat ini adalah bentuk pengagungan terhadap 10 hari pertama Dzulhijjah karena keutamaan ibadah ibadah yang ada di dalamnya, seperti puasa, dzikir, haji, dan kurban.
Maka Mayoritas ulama tafsir, seperti Ibn Katsir dan Al-Thabari, menyepakati bahwa “malam yang sepuluh” merujuk pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Jika Allah sampai bersumpah atas waktu tertentu, itu menandakan keutamaan luar biasa dari waktu tersebut.
Sepuluh hari ini mencakup ibadah besar yang tidak terdapat dalam waktu lain: ibadah haji, wuquf di Arafah, puasa Arafah, takbir, dan penyembelihan kurban. Semua ini menunjukkan bahwa Dzulhijjah adalah musim kebaikan yang harus disambut dengan kesiapan hati dan amal.
Refleksi Diri: Apa yang Perlu Kita Perbaiki?
Menjelang dan memasuki 10 hari pertama Dzulhijjah, sudah sepatutnya kita tidak hanya sibuk dengan persiapan lahiriah seperti membeli hewan kurban, tetapi juga mengoreksi batin kita:
Apakah kita masih lalai dalam shalat tepat waktu?
Apakah kita sudah jujur dalam pekerjaan?
Apakah hati kita masih kotor dengan iri dan dengki?
Apakah kita cukup peduli pada sesama yang kesusahan?
Ini adalah waktu untuk memperbaiki kualitas ibadah dan akhlak. Waktu untuk menyucikan jiwa dari kesombongan, membangun kepedulian, dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
Langkah Kecil, Berdampak Besar