Mohon tunggu...
Maulida Azizah Fauzi
Maulida Azizah Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa aktif UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bali Blackout: Ketika Kegelapan Memadamkan Lebih dari Sekadar Listrik

5 Juni 2025   22:45 Diperbarui: 5 Juni 2025   22:45 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sebuah studi kasus tentang kerentanan insfrastruktur dan ketergantungan system.

This blog post contains a mixture of English and Indonesian.

Scientifically, problem analysis is a systematic process of identifying, understanding, and finding solutions to situations where expectations don't match reality. Problems exist when thins don't go as planned, making analysis essential. In my opinion , problem analysis isn't just about complaining or pointing out mistakes; it's about objectively finding the root causes to develop constructive solutions. A prime axample is the Bali blackout, as described in a BeritaSatu blog post: https://www.beritasatu.com/bali/2886416/bali-blackout-lumpuhkan-ojol-sinyal-ponsel-hilang-total

Pada Jum'at, 2 Mei 2025, Pulau Dewata gelap. Bukan oleh bayang-bayang senja, melaikan oleh kegelapan pemadaman listrik total yang melumpuhkan aktivitas masyarakat bali. Kejadian ini bukanlah sekadar pemadaman biasa, ini merupakan sebuah naratif yang menyoroti kerentanan insfratsruktur, ketergantungan system, dan dampak domino yang jatuh, yang meluas pada kehidupan sosial-ekonomi.

Kronologi Kegelapan Mendadak

The story begins with a sudden blackout engulfing Bali around 4:00 PM WITA. A fault in the Java-Bali undersea cable, the backbone of the island's power grid, coused all power plants on Bali to shut down. The darkness wasn't just the absence of light; it also meant a loss of connectivity. Cellular and internet signals, vital to modern life, disappeared, causing widespread disruption.

Dari blog yang dipublikasikan oleh BeritaSatu, diceritakan bahwa para pekerja ojel online (ojol), tulang punggung transportasi digital, mendapati diri mereka terdampar. Aplikasi pemesanan tak berfungsi, penghasilan mereka terhenti, dan mereka menghadapu ketidakpastian. Kisah Reza, salah satu warga Bali, menggambarkan realita pahit ini: "Sinyal internet mati, jadi ojol chaos. Sinyalnya ngaco, enggak bisa lihat penumpang yang pesan," ujarnya. Kejadian ini bukan hanya tentang kehilangan pendapatan, tetapi juga tentang terputusnya akses terhadap layanan penting.

Analisis Sistemik yang Diperlukan

Pemadaman Listrik di Bali bukan sekadar pemadaman lampu, ini adalah sebuah studi kasus tentang ketergantungan yang rapuh. Masyarakat Bali, seperti banyak Masyarakat modern lainnya, hidup dalam ekosistem digital yang sepenuhnya bergantung pada aliran Listrik dan konektivitas internet yang stabil. Namun, fondasi ini ternyata rapuh. Layanan krusial seperti BTS seluler dan server aplikasi transportasi online, nyatanya tak memiliki jaringan pengaman yang memadai untuk menghadapi situasi darurat.

The lack of a digital risk mitigation system is like building a house on sand; it my appear sturdy, but it's easily toopled by a storm. The absence of public information and education adds to the panic, like a ship tossed about without a compass in a tempest. The darkness that engulfed Bali wasn't just physical; it was also a darkness of information and preparedness, a darkness that could have been prevented.

Menuju Insfrastruktur Digital yang Tangguh 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun