Mohon tunggu...
Mauliah Mulkin
Mauliah Mulkin Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

"Buku adalah sahabat, guru, dan mentor". Ibu rumah tangga dengan empat anak, mengelola toko buku, konsultan, penulis, dan praktisi parenting. Saat ini bermukim di Makassar. Email: uli.mulkin@gmail.com Facebook: https://www.facebook.com/mauliah.mulkin

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Anak Berbohong dan "Pesan Aku” yang Efektif

8 April 2015   22:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ahmedsaifulloh.files.wordpress.com/2013/03/play-kite.jpg

[caption id="" align="aligncenter" width="350" caption="https://ahmedsaifulloh.files.wordpress.com/2013/03/play-kite.jpg"][/caption]

Ketika orang dewasa berbohong, orang mungkin masih kesulitan mendeteksinya dengan cepat, akan tetapi berbeda halnya jika itu terjadi pada anak-anak. Kepolosan dan kealamiannya tidak mampu menutupi sebuah kebohongan sekecil apa pun. Dan itulah yang terjadi pada anak bungsu saya, usia 10 tahun.

Hari itu pagi-pagi sekali ia sudah pamit akan ke rumah temannya. Saya mengijinkan karena katanya hanya sebentar. Tak lama kemudian ia sudah pulang lagi dengan membawa empat buah layang-layang. Ketika saya tanya dapat dari mana layang-layang itu, ia menjawab yang dua dapat dari atas pohon, dan dua lainnya diberikan oleh si penjual. Sambil matanya bergerak-gerak melihat ke arah tembok secara bergantian. Hmmm….

Saya kemudian diam, tidak melanjutkan pertanyaan lagi. Buru-buru saya menyelesaikan kegiatan masak pagi itu. Setelah selesai semuanya, kami berdua segera ke masjid dekat rumah untuk belajar mengaji seperti biasa. Sambil mengajar anak-anak, sesekali saya melirik dia. Dia pun membalas dengan segera mengalihkan pandangannya ke arah teman-temannya.

Di tengah pelajaran saya coba bertanya dengan nada santai. Uang beli layangannya siapa yang kasih? Dia jawab, nanti ya Umi saya ceritakan di rumah. Ya sudah, saya puas dengan janjinya. Sesampai di rumah, saya langsung mengingatkan  janjinya. Ia kemudian mengajak saya mojok ke kamar. Saya memulai pembicaraan dengan bertanya: “Apa yang Javid mau ceritakan?” Dia jawab, “Tapi Umi jangan marah…..”

“Iya sayang, Umi tidak akan marah. Hanya Umi sedih dan kecewa kalau merasa dibohongi.” Dia lalu memeluk saya sambil berkata “Saya takut nanti Umi sedih……”

“Coba Javid ceritakan dari mana uang untuk membeli layangan itu?” Saya tetap mencoba tersenyum.

“Sebenarnya saya ambil sendiri uangnya dari laci meja kasir. Tapi hanya beberapa ribu saja Umi. Kadang seribu atau dua ribu. Pernah juga lima ribu.” Ia menjelaskan dengan wajah yang sangat bersalah.

“Iya nak Umi tidak marah. Malah Umi bangga anaknya mau jujur. Lain kali mesti bilang ya….Nah, sekarang sebagai ganti uang-uang tersebut, Javid mesti bantu jaga toko  saat Umi lagi  masak atau ada pekerjaan yang penting dalam rumah.”

“Iya Umi. Beres…..” Sekali lagi dia memeluk saya untuk ke sekian kalinya.

Pesan “Aku” yang efektif dalam berkomunikasi

Sejak saya mengenal buku karangan Dr. Thomas Gordon (psikolog, psikiater, pendidik) awal 90-an lalu, ketika anak pertama saya masih bayi, saya selalu menjadikannya rujukan dalam berkomunikasi dengan anak kecil ataupun dengan orang dewasa. Karena memberitahu perasaan kita kepada lawan bicara akan lebih powerful mengubah sikapnya daripada jika sebaliknya. Yakni dengan menggunakan ‘Pesan Kamu’.

Dengan ‘Pesan Kamu’ orang akan merasa dievaluasi. Tapi dengan menggunakan ‘Pesan Aku’ si pembicara sama sekali tidak menyinggung lawan bicara, melainkan fokus mengungkap perasaannya saja. Sepintas lalu nampak egois, tapi jika menyangkut pengungkapan perasaan ia justru lebih berpotensi untuk menarik simpati dan empati dari orang lain.

Contoh-contoh  ‘pesan aku’ misalnya: saya sedih jika saya diperlakukan……., saya senang kalau dibantu menyelesaikan pekerjaan , saya kecewa jika dibohongi……, dll.

Contoh-contoh ‘pesan kamu’ misalnya: kamu membuatku sedih, engkau telah mengecewakan saya, kamu sungguh keterlaluan….., dll.

Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda dengan metode mendidik yang juga unik. Namun dari sekian banyak pengamatan dan pengalaman saya membesarkan anak yang sekarang sudah berumur 21 tahun, saya selalu ingin membagi hal-hal positif kepada siapa pun yang mau membaca dan mengambil manfaat dari pengalaman-pengalaman ini.

Jika sekiranya berkenan, silakan dipraktekkan, namun jika tidak, silakan diabaikan saja. Ini hanya sharing pengalaman yang menurut kami selama ini efektif mengubah banyak perilaku.

Salam……

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun