Ketika Kata Menjadi Cahaya: Menemukan Kembali Komunikasi Profetik di Tengah Riuhnya Dunia Digital
Pagi hari di warung kopi kecil di sudut kota Jepara, obrolan para pelanggan terdengar berisik tapi hangat. Ada yang membahas politik, ada yang menertawakan video viral, ada juga yang mengeluh tentang harga bahan pokok yang naik. Ditengah percakapan yang riuh itu, seorang bapak pengayuh becak berucap pelan "zaman sekarang, orang lebih cepat bicara daripada berpikir." Kalimat sederhana itu seolah menjadi cermin bagi kita semua yang hidup ditengah banjir kata kering makna.
Jejak profetik dalam kehidupan modern
Ditengah dunia yang serba cepat dan digital, manusia kini lebih mudah berbicara dibanding mendengar. Namun jauh sebelum era media sosial, Rasulullah SAW sudah mencontohkan bagaimana komunikasi seharusnya dijalankan jujur, Amanah, bijaksana, dan menebar kebaikan.
Fitri Yanti, peneliti dari Universitas Raden Intan Lampung, menyebut dalam jurnal Al-Ummah (2020) bahwa komunikasi profetik bukan sekadar proses penyampaian pesan, melainkan juga upaya untuk menuntut moral manusia pada kebaikan dan keadilan. "Komunikasi profetik adalah komunikasi yang membawa nilai, bukan sekadar kata-kata tanpa arah" kutipnya dalam artikelnya.
Nilai-nilai profetik, shiddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), dan fathanah (bijaksana) kini seolah menjadi barang langka ditengah hiruk pikuk percakapan digital, justru nilai-nilai itulah yang bisa menenangkan hati dan menjaga makna setiap kata.
Media Sosial dan Dakwah yang Menghibur
Fenomena baru muncul dari anak muda yang mencoba menghidupkan komunikasi profetik lewat dunia maya. Salah satunya ada Komunitas Musisi Mengaji (Komuji). Melalui lagu, video pendek, dan unggahan di Instagram, mereka menyampaikan pesan dakwah yang lembur, segar, dan penuh makna.
Penelitian Ratu Arti W. Sari dalam Jurnal Media Nusantara 2023 menemukan bahwa Komuji tidak hanya menyebarkan konten hiburan, tetapi juga nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi. Tiga prinsip utama dalam komunikasi profetik. "Anak muda perlu diajak berdialog, bukan digurui" kata salah satu anggota Komuji dalam wawancara di akun Instagram mereka. "lewat music dan pesan positif, kami mencoba menebar semangat kebaikan."
Inisiatif serupa juga datang dari media Islam seperti Harian Republika, menurut riset Muhammad Subarkah dan Nani Nurani Muksin (Sahafa Journal, 2022), menerapkan konsep jurnalisme profetik. Media tersebut berupaya menghadirkan berita yang tidak hanya informatif, tetapi juga menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab sosial, dan moralitas publik.Â
Dakwah Digital: Ketika Amal Bertemu Algoritma