Mohon tunggu...
Maulana Alhamdi Stivani
Maulana Alhamdi Stivani Mohon Tunggu... Dokter

-

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dari Antrean Panjang hingga Data Tak Akurat: Alarm Mutu di Layanan Kesehatan

21 Mei 2025   01:20 Diperbarui: 21 Mei 2025   01:20 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrian menumpuk di RSUD Wonosari terjadi setiap pagi (sumber: KH/ Kandar kabarhandayani.com)

Mutu layanan kesehatan merupakan pilar utama dalam menilai keberhasilan sistem kesehatan suatu negara. Layanan yang berkualitas tidak hanya mencerminkan ketersediaan fasilitas dan tenaga medis, tetapi juga melibatkan aspek efisiensi, efektivitas, keselamatan pasien, serta kepuasan pengguna layanan. Di Indonesia, upaya peningkatan mutu layanan kesehatan terus dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan melalui kebijakan nasional, reformasi sistem pembiayaan, dan penguatan fasilitas pelayanan kesehatan. Namun demikian, sejumlah tantangan krusial masih membayangi, terutama dalam bentuk antrean panjang di fasilitas pelayanan kesehatan serta ketidakakuratan dan keterbatasan data yang menjadi dasar pengambilan keputusan. Kedua persoalan ini menciptakan situasi yang kompleks dan dapat berdampak langsung terhadap keselamatan, kenyamanan, dan kepuasan pasien. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini menjadi alarm serius yang menandakan perlunya pembenahan menyeluruh dalam sistem layanan kesehatan di tanah air.

Antrean Panjang: Gejala Sistem yang Perlu Dibenahi

Antrean panjang yang terjadi di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, sering kali dianggap sebagai hal lumrah. Padahal, fenomena ini mencerminkan adanya ketimpangan antara kapasitas layanan yang tersedia dengan lonjakan permintaan dari masyarakat. Banyak puskesmas dan rumah sakit yang belum mampu menyediakan sistem manajemen antrean yang efektif dan responsif terhadap dinamika kebutuhan pasien.

Sebagai contoh, pada Februari 2025, Kementerian Kesehatan RI menetapkan kebijakan pembatasan kuota harian pemeriksaan kesehatan gratis di puskesmas menjadi maksimal 30 orang per hari. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk mengelola beban kerja tenaga kesehatan dan menghindari kerumunan yang berisiko menurunkan mutu pelayanan, namun langkah ini juga mendapat sorotan karena secara tidak langsung membatasi akses masyarakat terhadap layanan dasar, terutama bagi kalangan rentan dan masyarakat dengan keterbatasan ekonomi.

Di daerah seperti Samarinda, Kalimantan Timur, antrean panjang pasca-libur panjang seperti Lebaran menjadi pemandangan tahunan yang terus terulang. BPJS Kesehatan mencatat adanya lonjakan signifikan jumlah kunjungan peserta pasca-libur, yang menyebabkan overkapasitas dan keterlambatan layanan. Untuk mengatasi hal ini, BPJS mendorong pemanfaatan fitur antrean online melalui aplikasi Mobile JKN. Namun, efektivitas solusi ini masih terkendala oleh minimnya literasi digital, keterbatasan akses perangkat pintar, serta jaringan internet yang belum merata di berbagai wilayah, khususnya di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya digitalisasi tanpa kesiapan infrastruktur dan peningkatan kapasitas masyarakat hanya akan menimbulkan kesenjangan baru dalam akses layanan kesehatan. Sebaliknya, pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis komunitas dibutuhkan untuk menjawab persoalan ini secara lebih komprehensif.

Data Tak Akurat: Tantangan dalam Pengambilan Keputusan yang Tepat

Data merupakan landasan utama dalam proses perencanaan, pengambilan kebijakan, serta evaluasi sistem kesehatan. Sayangnya, banyak fasilitas kesehatan di Indonesia masih mengalami kendala dalam pencatatan dan pelaporan data yang akurat dan real-time. Ketidakakuratan data bisa terjadi karena pencatatan manual yang rentan terhadap kesalahan, duplikasi, keterlambatan input, atau bahkan hilangnya data penting akibat keterbatasan sistem.

Menyadari pentingnya data yang andal, Kementerian Kesehatan menerapkan inisiatif Satu Data Kesehatan sebagai solusi untuk mengintegrasikan informasi pasien secara nasional. Salah satu contoh penerapannya adalah dalam operasional haji 1446 H/2025 M, di mana sistem ini dimanfaatkan untuk memantau kondisi kesehatan jemaah haji secara real-time. Sistem ini mencakup data rekam medis, catatan komorbid, hasil pemeriksaan, serta intervensi medis yang dapat diakses oleh petugas kesehatan dari berbagai level pelayanan.

Meski demikian, implementasi sistem satu data ini belum sepenuhnya berjalan mulus. Tantangan besar masih terletak pada keterbatasan infrastruktur digital, kurangnya interoperabilitas antar aplikasi di fasilitas kesehatan, dan belum meratanya pelatihan bagi tenaga medis dalam pengoperasian sistem informasi kesehatan. Lebih jauh lagi, isu perlindungan data pribadi pasien juga menjadi perhatian penting, seiring dengan meningkatnya ancaman kebocoran data di era digital. Jika aspek ini tidak ditangani secara serius, justru akan menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap sistem digital layanan kesehatan.

Inovasi dan Transformasi Digital: Harapan Baru untuk Layanan Kesehatan

Dalam menjawab tantangan-tantangan tersebut, transformasi digital menjadi titik terang bagi masa depan layanan kesehatan di Indonesia. BPJS Kesehatan sebagai salah satu aktor utama telah melakukan sejumlah inovasi digital yang mempermudah peserta dalam mengakses informasi dan layanan. Melalui pengembangan aplikasi Mobile JKN, peserta dapat mencetak kartu digital, mengambil nomor antrean secara online, mengecek status kepesertaan, hingga mengakses riwayat pelayanan. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan kenyamanan, tetapi juga efisiensi administratif di fasilitas pelayanan kesehatan.

Contoh lain dapat dilihat dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang meluncurkan program Smart Posyandu melalui integrasi aplikasi JakSehat. Fitur JakAntro dalam aplikasi tersebut memungkinkan masyarakat mengatur jadwal kunjungan ke posyandu secara digital, mengakses catatan kesehatan anak, dan berinteraksi langsung dengan petugas kesehatan. Langkah ini menjadi terobosan dalam meningkatkan cakupan pelayanan preventif, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk.

Sementara itu, pada aspek klinis, penggunaan rekam medis elektronik (Electronic Medical Records/EMR) menunjukkan potensi besar dalam mempercepat waktu pelayanan, mengurangi kesalahan medis, dan memperbaiki sistem rujukan. Studi terbaru menunjukkan bahwa dengan mengintegrasikan teknologi model bahasa besar (large language models/LLM), interaksi antara dokter dan pasien dapat secara otomatis direkam, diringkas, dan disimpan ke dalam sistem EMR seperti ePuskesmas. Ini tentu mengurangi beban administratif tenaga medis dan mengembalikan fokus mereka pada pelayanan pasien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun