BUDAYA CARA PEMAKAMAN PADA BAYI, PRA NIKAH, DAN SETELAH MENIKAH BERDASARKAN ADAT KEJAWEN
Mauidhotul Khasanah – 13410021
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Budaya cara pemakaman pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah berdasarkan adat kejawen yang ada di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang, yang memiliki nilai adiluhung dan sudah melekat sejak dulu hingga sekarang yang dilakukan secara turun-temurun dan sudah diyakini kebenarannya.Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan apa itu adat kejawen, (2) mendeskripsikan bagaimana adat kejawen dalam memandang kematian, (3) mendeskripsikan cara pemakaman yang terjadi pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah berdasarkan adat kejawen, (4) mendeskripsikan manfaat dari cara pemakaman berdasarkan adat kejawen yang terjadi pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah. Lokasi penelitian berada di DesaKaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Subjek penelitian adalah para sesepuh kejawen yang ada di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cara pemakaman yang terjadi pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah berdasarkan adat kejawen yaitu pewajibanpenyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakaman, pewajiban ingon, Mbukak dalan kubur, pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan, pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan dan peningset pada perempuan, pewajiban melepas (ngumbar) ayam.
I. PENDAHULUAN
Sebuah adat dan tradisi yang menurut peneliti sangat unik, yang terdapat unsur mistis ini menimbulkan banyak tanda tanya, yaitu cara pemakaman yang terjadi pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah berdasarkan adat kejawen yang terjadi di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Dimana tradisi tersebut merupakan suatu kebudayaan yang memiliki nilai adiluhung dan sudah melekat sejak dulu hingga sekarang yang dilakukan secara turun-temurun dan sudah diyakini kebenarannya. Dan apabila tidak melakukan tradisi tersebut pada saat pemakaman salah seorang warga masyarakat yang meninggal dunia maka pemakaman yang dilakukan hukumnya di anggap tidak sah (tidak sempurna).
Pada umumnya masyarakat Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang merupakan salah satu masyarakat yang kental akan budaya kejawen (pada tanggal 17 Mei 2014). Yang sebelumnya masyarakat sekitar tidak begitu mengenal agama, karena, secara histori, masyarakat Malang Selatan dan Blitar Selatan merupakan daerah tempat pembuangan PKI (kaum Komunis), yang kemudian dikenal dengan daerah Basis Merah, dan PKI memiliki paham atheis (tak bertuhan) (pada tanggal 17 Mei 2014). Karena itulah, realitas sosial masyarakat berdasarkan perkembangannya sangat awam terhadap agama, khususnya agama Islam.
Sedang dalam konteks hubungan sosial masyarakat, sangat kuat terjalin hubungan kekerabatan antar warganya. Sehingga berbuah pada kegiatan-kegiatan sosial masyarakat sering dilakukan secara bersama-sama. Seperti, gotong royong, kerja bakti, sayan, biyadan, sampai pada proses pemakaman jenazah yang disebut dengan sinoman pladen mayit (sekelompok pekerja perawat jenazah sampai ke pemakamannya).
II. KAJIAN TEORI
A. Definisi Masyarakat dan Kebudayaan
Masyarakat Dalam Bahasa Inggris disebutSociety, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiranhidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur – unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia atau individu yang saling berinteraksi dan saling membutuhkan dikehidupan yang mempunyai suatu tujuan yang sama dalam suatu wilayah. (Koentjaraningrat, 2009)
Budaya atau kebudayaanberasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) di artikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalambahasa Inggris, kebudayaan disebutculture, yang berasal dari katalatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kataculturejuga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. (www.wikipedia.com)
Jadi kebudayaan adalah sebagai pedoman bagi kehidupan dalam menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan dalam mewujudkan tindakan-tindakan dalam menghadapi dan memanfaatkan lingkungan dan sumber-sumber dayanya dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan hidup.
Unsur-unsur masyarakat sebagai berikut :
a.Komunitas adalah satu kesatuan komunitas hidup manusia yang tinggal di suatu wilayah yang nyata dan saling berhubungan menurut sistem adat istiadat dan terikat oleh rasa kebersamaan.
b.Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang dalam suatu kerumunan yang tidak ada komunikasi, moral, dan tidak ada harapan. Karena dalam kerumunan tersebut tidak ada yang saling mengenal.
c.Golongan social adalah kesatuan manusia yang hidup di dalam sebuah komunitas yang mempunyai kategori spesifik dengan kehidupannya.
d.Kelompok dan perkumpulan adalah kehidupan manusia yang saling berinteraksi di dalam masyarakat yang mempunyai aturan norma dan adat istiadat untuk menyatukan masyarakatnya yang dilakukan secara kontiniuitas.
B. Pranata Sosial
Pranata sosial berasal dari istilah bahasa Inggris social institution. Istilah-istilah lain pranata sosial ialah lembaga sosial dan bangunan sosial. Walaupun istilah yang digunakan berbeda-beda, tetapi social institution menunjuk pada unsur-unsur yang mengatur perilaku anggota masyarakat.
Pranata adalah sebuah aturan yang ada pada kegiatan atau kebutuhan di dalam aktivitas masyarakat. Pranata juga termasuk kebutuhan sosial. Aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan sosial yang berpedoman di dalam kebudayaan. Secara garis besar Pranata merupakan seperangkat aturan yang bersifat abstrak.
C. Nilai dan Fungsi Kebudayaan
Nilai-nilai budaya adalah wujud ideal dari kebudayaan yang merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Secara fungsional, nilai budaya berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan manusia.
Fungsi Kebudayaan
Sebagian besar kebutuhan manusia dan masyarakat dapat dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri, diantaranya :
1.Hasil karya manusia melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan.
2.Karya masyarakat merupakan perwujudan norma dan nilai-nilai social yang dapat menghasilkan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan.
3.Di dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku yang merupakan cara-cara masyarakat untuk bertindak.
Unsur-unsur Kebudayaan :
1.Sistem bahasa
Sistem bahasa merupakan alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi dan berhubungan. Sebagai alat berkomunikasi, bahasa dapat berupa bahasa tulis, bahasa lisan, dan bahasa gerak atau bahasa isyarat.
2.Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem peralatan hidup dan teknologi adalah alat yang digunakan dalam suatu masyarakat dalam kegiatan sehari-hari.
3.Sistem ekonomi dan mata pencaharian
Sistem ekonomi dan mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat agar tetap bisa melanjutkan hidupnya. Misalnya : berburu dan meramu, beternak, betani, menangkap ikan, dll.
4.Ilmu pengetahuan
Ilmu pengatahuan merupakan berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia.
5.Sistem kemasyarakatan dan organisasi
Unsur budaya berupa sistem kemasyarakatan dan organisasi social merupakan usaha untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial
6.Kesenian
Unsur budaya kesenian merupakan untuk menunjukan suatu ciri khas suatu wilayah tersebut
7.Sistem kepercayaan atau religi
Sistem kepercayaan adalah yang dianut oleh suatu masyarakat. Akan tetapi sistem ini walaupun dalam suatu wilayah masyarakat, mempunyai kepercayaan yang berbeda-beda.
Wujud Kebudayaan
Kebudayaan tidak dapat dilihat dan dipegang karena berada di dalam pikiran abstrak. Akan tetapi, hasil kebudayaan itu dapat di pantau dengan panca indera manusia. Menurut Koentjaraningrat (2009) wujud kebudayaan adalah sebagai berikut :
1.Wujud kebudayaan yang merupakan kesatuan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
2.Wujud kebudayaan merupakan kesatuan aktivitas serta tindakan berpola yang dilakukan manusia dalam suatu masyarakat tertentu.
3.Wujud kebudayaan dapat dilihat melalui benda-benda hasil karya manusia.
Sifat Kebudayaan
Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda satu sama lain, namun setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua budaya di manapun juga, yaitu :
1.Universal, akan tetapi perwujudan kebudayaan memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya.
2.Stabil dan Dinamis.
3.Kebudayaan cenderung mengisi dan menentukan jalannya kehidupan manusia dan jarang didasari oleh manusia itu sendiri.
Fungsi – fungsi Kebudayaan
1.Hasil karya manusia melahirkan teknologi dan kebudayaan kebendaan.
2.Karsa masyarakat yang merupakan perwujudan norma dan nilai-nilai sosial dapat menghasilkan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku yang merupakan cara-cara masyarakat untuk bertindak atau berperilaku yang sama dan harus diikuti oleh masyarakat tertentu. Kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan-peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan sebagai
D. Kebudayaan Jawa
Daerah kebudaaan jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau jawa. Sungguhpun demikian ada daerah-daerah yang secara kolektif sering disebut daerah kejawen. Sebelum terjadi perubahan-perubahan suatu wilayah seperti sekarang ini, daerah itu ialah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri.daerah luar itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur. (Koentjaraningrat, 2007)
Di antara sekian banyak daerah tempat kediaman orang jawa ini terdapat berbagai variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur-unsur kebudayaannya, seperti perbedaan mengenai berbagai istilah tehnis, dialek bahasa, dan lain-lainnya. Sungguhpun demikian, variasi-variasi dan perbedaan-perbedaan tersebut tidaklah besar karena apabila diteliti hal-hal itu masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan jawa.
Sama halnya dengan daerah-daerah kejawen lainnya, di dalam wilayah Daerah istimewa Yogyakarta sebelah selatan terdapat kelompok-kelompok masyarakat orang jawa yang masih mengikuti atau mendukung kebudayaan jawa ini. Pada umumnya mereka itu membentuk kesatuan-kesatuan hidup setempat yang menetap di desa-desa.
E.Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabata orang jawa itu berdasarkan prinsip keturunan bilateral. Sedangkan sistem istilah kekerabatannya menunjukkan sistem klasifikasi menurut angkatan-angkatan. Semua kakak laki-laki serta kakak wanita ayah dan ibu, beserta isteri-isteri dan suami-suami masing-masing diklasifikasikan menjadi satu dengan satu istilah siwa atau uwa. Adapun adik-adik dari ayah dan ibu diklasifikasikan ke dalam dua golongan yang dibedakan menurut jenis kelamin menjadi paman bagi para adik laki-laki dan bibi bagi para adik wanita.
F.Sistem Kemasyarakatan
Di dalam kenyataan hidup masyarakat orang jawa, orang masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawainegeri dan kaum terpelajar dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya, disamping keluarga kraton dan keturunan bangsawan atau bendara-bendara. Dalam kerangka susunan masyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan atas gensi-gensi itu, kaum priyayi dan bendara merupakan lapisan atas, sedangkat wong cilik menjadi lapisan masyarakat jawa.
Kemudian menurut kriteria pemeluk agamanya, orang jawa biasanya membedakan orang santri dengan orang agama kejawen. Golongan kedua ini sebenarnya adalah orang-orang yang percaya kepada ajaran agama islam, akan tetapi mereka tidak secara patuh menjalankan rukun-rukun dari agama islam itu; misalnya tidak sholat, tidak pernah puasa, tidak bercita-cita untuk melakukan ibadah haji, dan sebagainya (Koentjaraningrat, 2007). Demikian secara mendatar didalam susunan masyarakat orang jawa itu, ada golongan santri dan ada golongan agama kejawen. Di berbagai daerah di jawa baik yang bersifat kota maupun pedesaan orang santri menjadi mayoritas, sedangkan di lain daerah orang beragama kejawen-lah yang dominan.
Secara administratif, suatu desa di jawa biasanya disebut kelurahan dan dikepalai oleh seorang lurah (lain-lain istilah yang berbeda menurut daerah adalah misalnya petinggi, bekel, glondong, dan sebagainya). Sekelompok dari 15 sampai 25 desa merupakan suatu kesatuan administratif yang disebut kecamatan dan dikepalai oleh seorang pegawai pamong praja yang disebut camat. (Koentjaraningrat, 2007)
Di dalam melakukan pekerjaan sehari-hari kepala desa dengan pembantu-pembantunya yang semuanya disebut pamong desa, mempunyai dua tugas pokok, ialah tugas kesejahteraan desa dan tugas kepolisian untuk memelihara ketertiban desa. Lurah dipilih oleh dan dari penduduk desa sendiri, dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi calon yang dipilih atau yang memilih (Koentjaraningrat, 2007). Dengan adanya peraturan daerah yang berlaku dan disyahkan, untuk misalnya daerah Yogyakarta dan sekitarnya, dalam tiap-tiap kelurahan dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Kelurahan, yakni suatu badan yang merupakan wakil dari rakyat untuk rakyat.
Dalam hal menjalankan usaha memelihara dan membangun masyarakat desanya pamong desa harus sering mengerahkan bantuan penduduk desa dengan gugur gunung, atau kerik desa guna bekerja sama membuat, memperbaiki, atau memelihara jalan-jalan desa, jembatan-jembatan, bangunan sekolah desa atau balai desa, menggali saluran-saluran air, memelihara bendungan-bendungan atau pintu-pintu airnya, merawat makam desa, masjid atau surau-surau, dan mengadakan upacara bersih desa. (Koentjaraningrat, 2007).
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi di desa, banyak desa di jawa mempunyai koperasi pertanian; koperasi konsumsi dan bank desa sejak lama.
G.Religi
Agama islam umumnya berkembang baik di kalangan masyarakat orang jawa. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat beribadah untuk orang-orang beragama islam. Walaupun demikian tidak semua orang beribadah menurut agama islam, sehingga berlandasan atas kriteria pemelukan agamanya, yang ada disebut islam santri dan islam kejawen. Kecuali itu masih ada juga di desa-desa jawa orang-orang pemeluk agama Nasrani atau agama besar lainnya.
Mengenai orang santri sudah ada keterangan di atas; mereka adalah penganut agama islam di jawa yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran dari agamanya. Adapun golongan islam kejawen, walaupun tidak menjalankan salat, atau puasa, serta tidak bercita-cita naik haji, tetapi toh percaya kepada ajaran keimanan agama islam. Tuhan, mereka sebut Gusti Allah dan nabi Muhammad adalah Kanjeng Nabi. Kecuali itu orang islam kejawen, ini tidak terhindar dari kewajiban berzakat. Kebanyakan orang jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia ini sudah di atur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit mereka yang bersikap nerima, yaitu menyerahkan diri kepada takdir (Koentjaraningrat, 2007). Inti pandangan alam pikiran mereka tentang kosmos tersebut, baik diri sendiri, kehidupan sendiri, telah tercangkup dalam totalitas alam semesta atas kosmos tadi. Inilah sebenarnya manusia hidup tak terlepas dari lain-lainnya yang ada di dalam jagad. Jadi apabila lain hal yang ada itu mengalami kesukaran, maka manusia akan menderita juga.
Bersama-sama dengan pandangan alam pikiran partisipasi tersebut, orang jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja yang pernah dikenal, yaitu kasakten, kemudian arwah atau ruh leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi, lelembut, tuyul, demit, serta jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan masing-masing makhluk halus tersebut dapat mendatangkan sukses-sukses, kebahagiaan, ketentraman ataupun keselamatan, tetapi sebaliknya bisa pula menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan, bahkan kematian. Maka bilamana seorang ingin hidup tanpa menderita gangguan itu, ia harus berbuat sesuatu untuk mempengaruhi alam semesta dengan misalnya berprihatin, berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan tertentu, berselamatan, dan bersaji. Kedua cra terakhir ini kerap kali di jalankan oleh masyarakat orang jawa di desa-desa di waktu yang tertentu dalam peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari.
Selamatanadalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah di beri do’a sebelum di bagi-bagikan. Selamatan itu tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi tersebut di atas, dan erat hubungannya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus tadi. Sebab hampir semua selamatan ditujukan untuk memperoleh keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan-gangguan apapun. Hal itu juga terlihat pada asal kata nama upacara itu sendiri, yakni kata selamat. Upacara ini biasanya dipimpin oleh modin, yakni salah seorang pegawai mesjid yang antara lain berkewajiban mengucapkan ajan. Ia dipanggil karena dianggap mahir membaca do’a keselamatan dari dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Adapun upacara selamatan dalam adat kejawen yang terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, yakni : (1) selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara turun tanah, upacara menusuk telinga, sunatan, kematian, serta saat-saat setelah kematian; (2) selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian, dan setelah panen padi; (3) selamatan berhubungan denggan hari-hari serta bulan-bulan bersih islam, dan; (4) selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-kejadian, seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah kediaman baru, menolak bahaya (ngruwati), janji kalau sembuh dari sakit (kaul) dan lain-lain. (Koentjaraningrat, 2007)
Di antara macam-macam golongan upacara tersebut di atas, maka upacara seelamatan dalam rangka liingkaran hidup seeorang, khususnya yang berhubungan dengan kematian serta saat sesudahnya, adalah suatu adat kebiasaan yang amat diperhatikan dan kerap kali dilakukan oleh hampir seluruh lapisan golongan masyarakat orang jawa. Hal ini mungkin disebabkan karena orang jawa sangat menghormati arwah orang meninggal dunia, terutama kalau orang itu keluarganya. Sehingga salah satu jalan yang baik untuk menolong keselamatan roh nenek moyang tersebut di alam akhirat, ialah dengan membuat berbagai upacara selamatan (sedekahan).
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian dapat diartikan sebagai strategi untuk mengatur latar belakang penelitian agar peneliti mendapatkan data yang valid sesuai dengan karakteristik dan tujuan penelitian. Dalam penelitian tentang cara pemakaman pada bayi, pra nikah dan setelah menikah di desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang menggunakan metode penelitian kualitatif yang didasarkan pada metode observasi dan wawancara.
B.Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (arikunto, 2006). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah warga Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisktik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian warga yang bertempat tinggal di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel random atau sampel acak yaitu teknik pengambilan sampel dan populasi yang di lakukan dengan cara mengambil subyek secara rambang atau acak tanpa ada klasifikasi tertentu. Menurut Danim (2004) peluang penentuan anggota populasi untuk menjadi anggota dengan cara semacam ini dinilai dengan cara obyektif, dengan pengertian bahwa tidak di warnai oleh kemauan subyektif peneliti.
C.Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat di gunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. (Arikunto, 2006).
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara.
1.Metode Observasi
Menurut W. Gulo observasi addalah metode pengumpulan data dimana eneliti atau kolaborasinya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Gulo, 2002). Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat mendengarkan, merasakan yang kemdian di catat seobyektif mungkin.
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk menggali data dari dekat yang bersifat nyata, sehingga peneliti dapat mengamati dan mencatat langsung data laporan yang berkaitan dengan fenomena yang ada di lokasi penelitian, untuk mengetahui cara pemakman pada bayi, pra nikah dan sesudah nikah di desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.
2.Metode wawancara
Interviuyang di sebut juga dengan wawancara atau quisioner lisan, adlah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari subyek. Interviu di gunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi tentang adat kejawen khususnya pada cara pemakaman bayi, pranikah, dan setelah nikah di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.
D.Rencana dan Jadwal Penelitian
Dalam merencanakan waktu, seorang peneliti perlu adanya penetapan waktu dan tempat untuk mendapatkan informasi seakurat mungkin. Dalam hal ini hubungan yang baik dengan interviewer juga sangat diperlukan untuk memancing jawaban dan kecakapan yang merupakan elemen-elemen utama dalam kegiatan interviu. Dan dalam penelitian ini terdapat rencana dan jadwal penelitian sebagai berikut :
Table 1. Jadwal Wawancara Penelitian
No.
Hari/Tanggal
Kegiatan
1.
Selasa, 20 Mei 2014
Pengajuan judul
2.
Rabu, 21 Mei 2014
Penerimaan judul
3.
Kamis, 22 Mei 2014
Melakukan penyusunan kuisioner
4.
Jumat, 23 Mei 2014
Melakukan observasi
5.
Rabu, 28 Mei 2014
Menganalisa data yang di peroleh dari observasi
6.
Sabtu, 31 Mei 2014
Menyusun laporan observasi
IV. PEMBAHASAN
A.Pengertian Adat Kejawen
Adat Kejawen merupakan sebuah kepercayaan yang dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat dimana keberadaannya ada sejak orang jawa itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama dan di anut pada zamannya. (www.wikipedia.com)
Sejak dulu, orang Jawa mengaku keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran kejawen yaitu mengarahkan insan.
Berbeda dengan kaum abangan, kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jati dirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk tetap taat kepada tuhannya. Jadi tidak heran jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya. Jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan kejawen sebagai agama dimana semua agama yang di anut oleh orang Jawa memiliki sifat-sifat keagamaan yang kental. (Hermawan:2005)
Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni budaya, tradisi, ritual, sikap, serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, lalu olah spiritualis kejawen adalah Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertiannya seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang di barengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Penganut kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin. (www.wikipedia.com)
Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Budha, Islam, maupun Kristen. Misalnya kebudayaan pada cara pemakaman yang terjadi di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang yang hingga saat ini kebudayaan tersebut masih kental dan masih kerap dilaksanakan, meskipun tidak semua orang di desa tersebut penganut agama islam.
B. Adat Kejawen Memandang Kematian
Adat kejawen merupakan sebuah kebudayaan yang memiliki nilai adiluhung dan sudah melekat sejak dulu hingga sekarang yang dilakukan secara turun-temurun dan sudah diyakini kebenarannya. Adat Kejawen memandang kematian sebagai :
1.Bentuk peralihan dari dunia ke alam kelanggengan atau dalam bahasa jawa adalah alih rupo sehingga kadang juga di sebut dengan boyong (pindah), maka diselameti pada hari 1, 3, 7, 40, 100 harinya kemudian pendak siji, pendak loro, pendak telu, dan sewu dino setelah kematian.
2.Pada selametan 40 dan 100 harinya setelah meninggal biasanya dilakukan pasang kijing.
3.Kemudian, pada pendak siji dan sewu dino setelah meninggal biasanya dilakukan kirim dungo atau slametan ganti kemul.
C. Cara Pemakaman yang terjadi pada Bayi, Pra Nikah, dan Setelah Nikah berdasarkan Adat Kejawen
Pada dasarnya, cara pemakaman pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah berdasarkan adat kejawen itu sama, yaitu :
1.Pewajiban penyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakaman.
2.Pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit.
3.Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng.
Hanya saja yang membedakan cara pemakaman pada bayi, pra nikah, dan setelah nikah, yaitu :
1.Pada Bayi
Pada adat kejawen terdapat pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan apabila akan melaksanakan pemakaman pada bayi yang meninggal. Yang mana dalam jawa biasanya disebut dengan sesajen dan sesajen tersebut di taruh selama 7 hari di kamar atau di tempat dimana bayi biasanya tidur.
Pada dasarnya bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu), dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni :
a.Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c.Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, taidak ada kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang dewasa.
2.Pra Nikah
Pra nikah maksudnya adalah orang yang meninggal dunia pada saat ia masih remaja (perawan dan perjaka). Dalam hal ini cara pemakamannya berdasarkan adat kejawen yaitu dengan cara pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan perempuan yang meninggal sebelum menikah dan dibawa sampai ke pemakaman. Sedang pada perempuan ditambah peningset, artinya seperangkat alat lamaran untuk dihantarkan sampai ke pemakaman.
3.Setelah Nikah
Dalam adat kejawen, cara pemakaman yang terjadi pada orang yang meninggal pada orang yang sudah atau baru menikah (belum punya anak) yaitu dengan melepas (ngumbar) ayam.
Sedangkan ketika seseorang meninggal dunia dalam usia pernikahannya sudah lama dan mempunyai anak bahkan juga cucu atau cicit, maka cara pemakamannya berdasarkan adat kejawen yang dipakai secara umum, yaitu pewajiban penyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakaman, pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit, dan Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng.
D. Manfaat dari Cara Pemakaman berdasarkan Adat Kejawen yang terjadi pada Bayi, Pra Nikah, dan Setelah Nikah
Adapun manfaat dari cara pemakaman berdasarkan adat kejawen yang terjadi pada bayi, pra nikah dan setelah menikah.
1.Pewajibanpenyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakamandimaksudkan karena keyakinan masyarakat dengan rasa kasihan apabila sang mayit tidak memiliki kendaraan untuk di tunggangi dalam menghadap penciptanya.
2.Pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit sebagai bentuk sedekah mayit untuk menjadi bekal ganjaran ibadah sang mayit yang akan dibawa menghadap Sang Penciptanya.
3.Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng yang bertujuan untuk menemui sang penciptanya dan tanpa adanya penghalang dan perintang serta jauh dari musibah dan balak.
4.Pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan apabila akan melaksanakan pemakaman pada bayi yang meninggal, yang merupakan kesukaan sang bayi, sedang orang tua sangat ingin untuk menyenangkan sang bayi.
5.Pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan perempuan yang meninggal sebelum menikah. Sedang pada perempuan ditambah peningset, artinya seperangkat alat lamaran untuk dihantarkan sampai ke pemakaman. Karena adanya keyakinan bahwa setiap orang diciptakan berpasang-pasangan. Akan tetapi, karena kematianlah sehingga sang mayit tidak sampai ketemu dengan jodoh yang dipasangkan. Maka, kewajiban bagi orang tua atau yang hiduplah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan untuk dibawakan pada sang mayit dan diletakkan pada pemakamannya.
6.Melepas (ngumbar) ayam dengan tujuan untuk menyelamatkan roh yang terlepas dari raganya dengan bantuan ayam sebagai penjaga dan menghantarkan pada kepemilikan seorang anak.
DISKUSI
Tradisi merupakan peraturan yang di terapkan oleh masyarakat setempat pada saat pemakaman yang terjadi pada bayi, pra nikah, dan setelah menikah yang mana merupakan wujud kebudayaan yaitu kesatuan ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma, dan peraturan yang terdapat sistem religi pada unsur-unsur kebudayaannya. Karena di dalamnya mengandung sistem kepercayaan, nilai, pandangan hidup, komunikasi atau upacara keagamaan. (Koentjaraningrat, 2009)
Kebudayaan terwujud dan di peroleh manusia melalui tingkah lakunya. Kebudayaan mencangkup aturan-aturan yang berbisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang di terima dan di tolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang di izinkan. Hal ini mendukung tradisi yang merupakan suatu proses yang diperoleh melalui perilaku manusia, dan tradisi ini merupakan tindakan yang di izinkan oleh masyarakat setempat yang kemudian menjadi peraturan.
Tindakan merupakan sikap dari bawaan orang jawa yang suka mengadakan orientasi, maka timbul banyak aliran-aliran kebatinan. Dilihat dari bentuk maupun sifatnya, terdapat: (1) gerakan atau aliran kebatinan yang keuaniyahan; aliran ini percaya akan adanya anasir-anasir ruh halus atau badanhalusserta jin-jin dan lain-lain; (2) aliran yang keislam-islaman, dengan ajaran-ajaran yang banyak mengambil unsur-unsur keimanan agama Islam, seperti soal Ketuhanan dan RosulNya, dengan syarat-syarat yang sengaja dibedakan dengan syariat agama Islam, dan dengan banyak unsur-unsur Hindu-Jawa yang sering kali bertentangan dengan pelajaran-pelajara agama islam; (3) aliran yang kehindu-jawian, dimana para pengikutnya peercaya kepada dewa-dewa agama Hindu, dengan nama-nama Hindu; (4) aliran-aliran yang bersifat mistik, dengan usaha manusia untuk mencari kesatuan dengan Tuhan. (Koentjaraningrat, 2007).
V. SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap Budaya Cara Pemakaman pada Bayi, Pra Nikah dan Setelah Nikah di Desa Kaliasri Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang, maka diperoleh kesimpulan yaitu pewajibanpenyembelihan kambing pada setiap kematian sebelum pemakamandimaksudkan karena keyakinan masyarakat dengan rasa kasihan apabila sang mayit tidak memiliki kendaraan untuk di tunggangi dalam menghadap penciptanya, pewajiban ingon, artinya pemberian makan pada setiap sinoman pladen mayit dan para pentakziyah sebelum keberangkatan mayit sebagai bentuk sedekah mayit untuk menjadi bekal ganjaran ibadah sang mayit yang akan dibawa menghadap Sang Penciptanya, Mbukak dalan kubur, artinya membuka jalan pemakaman pada saat mayit akan diberangkatkan ke pemakaman dan setelah tiba di pemakaman dengan pembakaran dupa, ratus, merang, dan dlingu bawang serta menyapu jalan menuju pemakaman dan memecahkan genteng yang bertujuan untuk menemui sang penciptanya dan tanpa adanya penghalang dan perintang serta jauh dari musibah dan balak.
Pemakaman pada bayi yaitu pewajiban pemberian dan pengadaan rupa-rupa jajanan pasar dan mainan apabila akan melaksanakan pemakaman pada bayi yang meninggal, yang merupakan kesukaan sang bayi, sedang orang tua sangat ingin untuk menyenangkan sang bayi.
Pemakaman pada pra nikah yaitu pewajiban pembuatan kembar mayang pada laki-laki dan perempuan yang meninggal sebelum menikah. Sedang pada perempuan ditambah peningset, artinya seperangkat alat lamaran untuk dihantarkan sampai ke pemakaman. Karena adanya keyakinan bahwa setiap orang diciptakan berpasang-pasangan. Akan tetapi, karena kematianlah sehingga sang mayit tidak sampai ketemu dengan jodoh yang dipasangkan. Maka, kewajiban bagi orang tua / yang hiduplah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan untuk dibawakan pada sang mayit dan diletakkan pada pemakamannya.
Pemakaman setelah menikah yaitu melepas (ngumbar) ayam dengan tujuan untuk menyelamatkan roh yang terlepas dari raganya dengan bantuan ayam sebagai penjaga dan menghantarkan pada kepemilikan seorang anak.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Setiadi, Elly M, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2007). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta; Djambatan.
Marzali, Amri. (2007). Antropologi dan Pembangunan Indonesi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Arikunto, Suhrarsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Aneka Cipta.
Gulo, W. (2002). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hadi, Sutrisno. (1980). Metodologi Reserch. Yogyakarta: Andi.
Hermawan, Sainul. (2005). Tionghoa Dalam Sastra Indonesia. Yogyakarta: IRCiSoD
www.wikipedia.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI