Mohon tunggu...
Lorcasz
Lorcasz Mohon Tunggu... Blogger

CKG-DTB, Lahir di Jakarta, Blogger dan juga pengidap 3rd Hyponatremia and Skizofernia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesenjangan Perlakuan antara Lima Warisan Dokumenter Indonesia dengan Dokumenter Pribadi

14 Agustus 2025   17:41 Diperbarui: 14 Agustus 2025   17:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pengusul dan undangan berfoto bersama usai penyerahan plakat (dok. Pribadi)

Pertama tama w mau ucapin terima kasih dan menjadi kehormatan bisa mewakili Kang Asep Kambali dan juga Asosiasi Kreator Konten Sejarah Indonesia (AKKSindo) dalam sebuah acara penting dan bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Iya, jelang peringtan HUT RI ke 80 tahun Kementerian Luar Negeri RI menyerahkan 5 warisan documenter Indonesia kepada Arsip Nasional RI atau ANRI.

Acara penyerahan kelima warisan documenter Indonesia sendiri berlangsung di Ruang Serbaguna Noerhadi Magetsari Komplek ANRI, kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Rabu 13 Agustus 2025.

Jadi pada 17 April 2025 UNESCO tetapkan lima documenter dimana dari 122 nominasi dimana 72 diantaranya baru, Indonesia berhasil meregistrasi lima documenter.

Dan kita boleh bangsa sebagai rakyat Indonesia karena menjadi negara dengan enkripsi terbanyak di dunia dalam nominasi tersebut menyusul Prancis.

Kelima warisan documenter Indonesia tersebut yang telah terdaftar dalam Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World pada 17 April 2025 ini adalah

1.  Arsip Seni Tari Jawa Khas Mangkunegaran tahun 1861 -- 1944 yang diusulkan ANRI bersama Praja Mangkunegaran.

2. Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian yang diusulkan oleh Perpustakaan Nasional RI.

3. Naskah Sastra Karya Hamzah Fansuri yang diusulkan oleh Perpustakaan Nasional RI dengan Perpusataan Nasional Malaysia

4. Arsip Pendirian ASEAN 1967 -- 1976 yang diusulkan oleh Arsip Nasional RI dengan Arsip Nasional Malaysia, Thailand dan Singapura.

5. Surat -- surat dan arsip RA Kartini, perjuangan kesetaraan gender, yang diusulkan oleh Arsip Nasional RI dengan Arsip Nasional Belanda dan Leiden University Library)

Kepala ANRI, Mego Panindito berikan kata sambutan dalam penyerahan Warisan Dokumenter Indonesia (dok Pribadi)
Kepala ANRI, Mego Panindito berikan kata sambutan dalam penyerahan Warisan Dokumenter Indonesia (dok Pribadi)

W pun sependapat dengan Pak Mego Pinandito Kepala ANRI yang mengatakan lima warisan dokumenter yang telah terdaftar dalam ingatan kolektif dunia atau Memory of the World (MOW) bisa menjadi acuan bagi pemerintah Indonesia dalam membuat kebijakan mengenai kearsipan.

Itu baru warisan documenter yang telah resmi terregistrasi dalam ingatan kolektif dunia dari UNESCO kemudian bagaimana dengan documenter pribadi kita apakah sudah merawatnya dengan baik sama halnya dengan perhatian UNESCO terhadap documentasi yang adalah sebuah identitas ?

Karena ini bagi w mau itu documenter budaya atau negara atau sifanya pribadi adalah sama sama document yang membuat perjalanan dari sebuah peradaban atau zaman baik itu individu maupun negara.

Kita tidak tidah usah menutupi hal dengan apa yang terjadi pada nasib kearsipan kita di lapangan dimana sering kita jumpai arsip atau data pribadi entah itu fotokopian Kartu Keluarga atau fotokopi akta nikah dan lahir hingga isi kitab suci yang nasibnya menjadi kantong untuk tahu bulat, pembungkus ikan dan sayur atau kacang rebus, bukan begitu ?

Kalau pun dimusnahkan tidak sepenuh hati dan selalu menjadi bahan loakan demi selembar Rupiah dan kenyangnya perut.

Duta Arsip Rieke Diah Pitaloka bersama dengan Wakil Bupati Rembang, Mochamad Hanies Cholil Barro (dok Pribadi)
Duta Arsip Rieke Diah Pitaloka bersama dengan Wakil Bupati Rembang, Mochamad Hanies Cholil Barro (dok Pribadi)

Dengan adanya pengakuan ini setidaknya kita bisa melestarikan dan menyelamatkan asset bangsa walau itu berupa dokumen namun itu bisa jadi menjadi catatan penting bagi keberlangsungan negara ini ke depannya.

Selain itu dengan adanya pengakuan ini membuat negara kita diakui dunia bukan hanya sebagai documenter namun juga sebagai penanda indentitas serta memori kolektif yang dapat membantu bangsa memahami perjalanan sejarah dan perkembangan zaman.

Dengan terregistasi kelima documenter Indonesia ini menjadi ingatan kolektif dunia mengingatkan kita untuk memahami bahwa penyelamatan dan pelstarian documenter ini adalah tanggung jawab bersama semua pihak tidak hanya pemerintah sendirian atau dunia.

Dan dari itu semua kita bisa contoh bagaimana dunia mengakui documenter yang dibuat oleh para pendahulu kita, karena para pendahulu kita merawatnya dengan sangat baik dan memiliki visioner ke depan yang nantinya bisa digunakan atau dipelajari di masa mendatang.

Jadi mari kita rawat arsip nasional ini demi keberlangsungan ingatan kolektif dan dapat dimanfaatkan oleh generasi muda mendatang dan itu dimulai dengan merawat arsip pribadi kita supaya tidak lagi berujung di tukang tahu bulat, pembungkus ikan dan sayur dan kacang rebus atau tukang loakan !

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun