Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen, Konsultan PR

Lebih dari 35 tahun menggeluti bidang Corporate Communication. Organisasi: Ketua Umum Alumni Katolik Universitas Indonesia (Alumnika UI) Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik Republik Indonesia Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Dosen Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Dosen Komunikasi Vokasi Universitas Indonesia Konsultan Public Relations Anyes Bestari Komunika Penulis Buku Gramedia (terdaftar) Trainer Gramedia Akademi Trainer Pusdiklat KOMINFO Pendidikan: Deakin University - STA Multifaith Leadership for Women Organization London School of Public Relations - M.Si FISIP UI - Sarjana Komunikasi Fakultas Sastra Belanda UI - D3 Cambridge University / LSPR - Managing Information Certification Lemhannas RI, PPRA 64 Penerbitan Buku: Becermin Lewat Tulisan (Gramedia Pustaka Utama) 1001 Virus Cinta Keluarga (Gramedia Widiasarana Indonesia) Brand Yourself (Gramedia Widiasarana Indonesia) Mengembangkan Kompetensi Etis di Lingkungan Kita (Gramedia Widiasarana Indonesia) Melati di Taman Keberagaman Praktik Kepemimpinan Perempuan di Indonesia dan Australia (Gramedia Widiasarana Indonesia) Pencapaian/Penghargaan: Australia Awards Indonesia, STA Scholarship Indonesia Wonder Women, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghapus Stereotip Terhadap Perempuan Melalui Data Empirik

29 Juni 2025   16:53 Diperbarui: 29 Juni 2025   18:20 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesadaran Sosial melalui Pendidikan (Dok: SPI)

Gender adalah soal kemanusiaan, Mgr Valentinus Saeng (Dok: SPI)
Gender adalah soal kemanusiaan, Mgr Valentinus Saeng (Dok: SPI)
Prof. Stella Christie, Ph.D, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi mengusung tema Membangun Kesadaran Sosial melalui Pendidikan dimana Kesetaraan Gender menjadi Tanggungjawab Bersama. Ia menekankan bahwa berbicara tentang kesetaraan gender perlu dilandasi dengan data-data. Dalam sebuah penelitian di Amerika terhadap kaum perempuan, menunjukkan bahwa kaum perempuan yang lulus sarjana lebih sedikit dibanding kaum laki-lakinya. Apakah di Indonesia memiliki kecenderungan yang sama? Pada tahun 2017 data menunjukkan kaum laki-laki masih lebih banyak yang menjadi sarjana ketimbang perempuan. Namun, belakangan ini sebaliknya, jumlah kaum perempuan yang sarjana lebih banyak dari laki-laki. Hal ini bukan dikarenakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki, data sensus 2024 mempelihatkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah seimbang.  Artinya gambaran umum masyarakat tidaklah tepat. Sayangnya dalam praktik dunia kerja, data BPJS menunjukkan perempuan lulusan S1 yang bekerja lebih sedikit daripada kaum laki-laki S1, sementara gaji yang diterima lebih rendah dari laki-laki dengan tingkat pendidikan yang sama. Dalam hal ini Prof. Stella mengakui bahwa seringkali perempuan tidak bernegosiasi tentang gaji dibanding dengan kaum laki-laki "Ketika saya baru menyelesaikan program doktor, pembimbing akademik saya tegas mengingatkan bahwa jangan malu untuk bernegosiasi tentang gaji," tambahnya.

Hal ini menggambarkan bahwa kesenjangan upah di Indonesia baik pada usaha jasa, penjualan, hingga pertanian memberi peluang bagi kaum laki-laki guna memperoleh penghasilan lebih besar. Bertolak belakang dari banyak penelitian yang telah dilakukan para ahli di Amerika. Sebuah penelitian terhadap kemampuan Sains, Matematika dan Literasi, menunjukan hasil bahwa score anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki, pada hal persepsi publik mengatakan anak laki-laki lebih kuat pada ilmu Sains dan Matematika. Prof. Stella mengambil contoh pendapat Larry Summers, saat itu sebagai Presiden Harvard University, bahwa laki-laki lebih baik daripada perempuan dalam hal matematika dan Sains karena adanya perbedaan biologikal dan kognitif yang merupakan bawaan sejak lahir. Hal ini disangkal oleh seorang Profesor wanita, Elizabeth Spelke yang melakukan eksperimen terhadap orang-orang yang sama selama 20 tahun. Intinya adalah tak ada anak yang terlahir memiliki bakat dalam bidang matematika maupun Sains, perbedaan biologis tak dapat dijadikan patokan. 

Peran sosial dan pendidikan orangtua memberi banyak pengaruh terhadap perkembangan dan kemampuan seorang anak. Perempuan dan laki-laki pada dasarnya tidak berbeda dalam kemampuan ruang, geometri, maupun kemampuan menghitung, ataupun navigasi. Persepsi yang salah disebabkan terbangunnya stereotip yang kuat dalam masyarakat. Hal ini perlu disikapi dengan peran sosial yang menyetarakan gender di dunia Pendidikan, Sains dan Tenologi. Caranya dengan menghapus mitos dengan fakta, membentuk lingkungan dan pengajaran yang mendukung kesetaraan , mengenalkan matematika dan sains sejak dini kepada anak-anak dalam cara yang sederhana. Apakah pendidikan orangtua memengaruhi tingkat kecerdasan anak-anaknya? Dalam pemahaman umum sering dikatakan bahwa anak-anak yang orangtuanya berpendidikan rendah tak mungkin memiliki kepandaian di bidang sains dan matematika.  Edukasi matematika atau hitung-hitungan kepada anak-anak dapat dilakukan secara sederhana sesuai kehidupan dan aktifitas dalam keluarga. Contoh ketika seorang anak perempuan membantu ibunya memasak, lalu sang ibu meminta anaknya untuk menambah satu sendok kecil garam agar makanan yang hambar menjadi lebih asin, makna yang ingin diberikan kepada anak adalah jika hanya 1 sendok kecil makanan hambar tetapi 2 sendok kecil menjadi lebih asin. Cara lain misalnya melihat meja tak sekedar sebuah meja tetapi meja yang memiliki empat sudut. 

Mathilda AMW Birowo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun