Memperingati Hari Keluarga Nasional,Â
KELUARGA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN GENDER
Visi Antropologi Kristiani tentang Manusia dan Gender, menurut Mgr Valentinus Saeng, CP yang dijelaskan pada hari kedua Rapat Pleno Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) adalah kunci untuk memahami sebuah ideologi guna  memahami siapakah manusia . Manusia janganlah dijadikan sebagai obyek saja, tetapi wajib diperlakukan sebagai subyek yang unik, bebas, bermartabat, dan bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perannya dalam kehidupan bersama. "Manusia sebuah misteri , makhluk problematis. Kenapa misteri ? karena kita diciptakan menurut gambar sang Pencipta," .ungkapnya
Menurut Uskup Keuskupan Sanggau ini, istilah Perempuan sudah lebih dulu ada. Revolusi Industri telah meruntuhkan struktur keluarga dimana suami dan isteri bekerja dan anak-anak menjadi terlantar. Peran isteri berkembang bukan saja sebagai penunggu rumah atau yang mengurusi anak-anak semata namun mereka memiliki penghasilan bahkan jabatan dalam pekerjaannya. Meski begitu dunia industri tetap memiliki aturan-aturan terhadap tenaga kerja seperti gaji, jam kerja dan tunjangan-tunjangan. Disinilah kemudian muncul dilema dan persoalan bagi kaum perempuan. Dalam perjalanan waktu muncul kaum perempuan yang peduli terhadap perannya termasuk hak-haknya, tetapi segala sesuatu harus berdasarkan keperluan dan ketentuan yang berlaku bukan keinginan. Tahun 1960an munculah pergerakan mahasiswa sebagai agen revolusi sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Hal ini diikuti dengan keberanian perempuan yang sering mendapat kekerasan dalam rumah tangga untuk melakukan perlawanan.Â
Moderator SGPP KWI ini juga menyatakan bahwa Kebenaran bersifat relatif tak ada yang absolut. Misalnya: dalam sebuah forum peserta melihat pintu keluar berada di bagian kiri, tetapi pembicara di podium melihat pintu keluar di sebelah kanan. Keduanya tak ada yang salah, sudut pandang dan posisinya yang membuat berbeda. Ideologi Gender mengolah paham-paham menjadi satu paham yakni bagaimana memahami manusia, peran manusia dan perbedaan jenis kelamin. "Gender merupakan konstruksi sosial terhadap cara pandang kita, pengelompokan ke dalam kelas-kelas berdasarkan 'permainan' laki-laki dan Perempuan," tambahnya.
Landasan Utama
Dr. Amurwani Dwi Lestariningsih, Deputi Kesataraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang mengawali presentasinya dengan pantun sebagai produk kearifan lokal Indonesia bukan sekedar pemanis. Ia mengulas tema menyangkut Praktik pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan.
Kesetaraan Gender memiliki tujuan utama dalam hal  penguatan  peran perempuan bagi terwujudnya keluarga berkualitas, berkeadilan gender, dan masyarakat Inklusif. Ketimpangan Gender yang masih tinggi merupakan salah satu penghambat  dalam pelaksanaan pembangunan yang inklusif. Sejalan dengan keterangan di atas, Andi Yentriyani mantan Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan, ketimpangan gender dipicu oleh belum optimalnya Peran dan Fungsi Keluarga sehingga menyebabkan Ancaman Krisis Moral dan Karakter di Kalangan Generasi Muda. Selain itu kesetaraan gender dan pembangunan inklusif menjadi semakin sulit dikarenakan masih adanya norma sosial budaya yang membiarkan diskriminasi dan perlakuan yang salah. Di beberapa wilayah Indonesia masih banyak ditemukan pasangan yang menikah berkali-kali beganti pasangan tanpa memiliki sertifikat resmi sebuah perkawinan, adat lebih diutamakan daripada hukum yang berlaku. "Perempuan harus berani bicara dan bersikap jika menghadapi kekerasan atau pemberlakuan semena-mena," jelasnya.
Ditegaskan pula, arah pembangunan nasional mengacu pada SDG (Sustainable Development Goals). Khususnya terkait Tujuan ke 5 yaitu Gender Equality dan Tujuan ke 16 Peace, Justice, and Strong Institutions. Praktek pengarus utamaan gender juga dilandasi pada RPJM 2025 -- 2029 sebagai prinsip pembangunan nasional, aspek Gender dan Inklusi Sosial, Â Transformasi Digital serta Pembangunan Iklim Rendah Karbon.
Tanggungjawab Bersama