Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen, Konsultan PR

Lebih dari 35 tahun menggeluti bidang Corporate Communication. Organisasi: Ketua Umum Alumni Katolik Universitas Indonesia (Alumnika UI) Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik Republik Indonesia Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Dosen Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara Dosen Komunikasi Vokasi Universitas Indonesia Konsultan Public Relations Anyes Bestari Komunika Penulis Buku Gramedia (terdaftar) Trainer Gramedia Akademi Trainer Pusdiklat KOMINFO Pendidikan: Deakin University - STA Multifaith Leadership for Women Organization London School of Public Relations - M.Si FISIP UI - Sarjana Komunikasi Fakultas Sastra Belanda UI - D3 Cambridge University / LSPR - Managing Information Certification Lemhannas RI, PPRA 64 Penerbitan Buku: Becermin Lewat Tulisan (Gramedia Pustaka Utama) 1001 Virus Cinta Keluarga (Gramedia Widiasarana Indonesia) Brand Yourself (Gramedia Widiasarana Indonesia) Mengembangkan Kompetensi Etis di Lingkungan Kita (Gramedia Widiasarana Indonesia) Melati di Taman Keberagaman Praktik Kepemimpinan Perempuan di Indonesia dan Australia (Gramedia Widiasarana Indonesia) Pencapaian/Penghargaan: Australia Awards Indonesia, STA Scholarship Indonesia Wonder Women, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghapus Stereotip Terhadap Perempuan Melalui Data Empirik

29 Juni 2025   16:53 Diperbarui: 29 Juni 2025   18:20 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesadaran Sosial melalui Pendidikan (Dok: SPI)

Memperingati Hari Keluarga Nasional, 

KELUARGA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN GENDER

Visi Antropologi Kristiani tentang Manusia dan Gender, menurut Mgr Valentinus Saeng, CP yang dijelaskan pada hari kedua Rapat Pleno Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) adalah kunci untuk memahami sebuah ideologi guna  memahami siapakah manusia . Manusia janganlah dijadikan sebagai obyek saja, tetapi wajib diperlakukan sebagai subyek yang unik, bebas, bermartabat, dan bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perannya dalam kehidupan bersama. "Manusia sebuah misteri , makhluk problematis. Kenapa misteri ? karena kita diciptakan menurut gambar sang Pencipta," .ungkapnya

Menurut Uskup Keuskupan Sanggau ini, istilah Perempuan sudah lebih dulu ada. Revolusi Industri telah meruntuhkan struktur keluarga dimana suami dan isteri bekerja dan anak-anak menjadi terlantar. Peran isteri berkembang bukan saja sebagai penunggu rumah atau yang mengurusi anak-anak semata namun mereka memiliki penghasilan bahkan jabatan dalam pekerjaannya. Meski begitu dunia industri tetap memiliki aturan-aturan terhadap tenaga kerja seperti gaji, jam kerja dan tunjangan-tunjangan. Disinilah kemudian muncul dilema dan persoalan bagi kaum perempuan. Dalam perjalanan waktu muncul kaum perempuan yang peduli terhadap perannya termasuk hak-haknya, tetapi segala sesuatu harus berdasarkan keperluan dan ketentuan yang berlaku bukan keinginan. Tahun 1960an munculah pergerakan mahasiswa sebagai agen revolusi sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Hal ini diikuti dengan keberanian perempuan yang sering mendapat kekerasan dalam rumah tangga untuk melakukan perlawanan. 

Moderator SGPP KWI ini juga menyatakan bahwa Kebenaran bersifat relatif tak ada yang absolut. Misalnya: dalam sebuah forum peserta melihat pintu keluar berada di bagian kiri, tetapi pembicara di podium melihat pintu keluar di sebelah kanan. Keduanya tak ada yang salah, sudut pandang dan posisinya yang membuat berbeda. Ideologi Gender mengolah paham-paham menjadi satu paham yakni bagaimana memahami manusia, peran manusia dan perbedaan jenis kelamin. "Gender merupakan konstruksi sosial terhadap cara pandang kita, pengelompokan ke dalam kelas-kelas berdasarkan 'permainan' laki-laki dan Perempuan," tambahnya.

Landasan Utama

Pemaparan Prof. Erry Seda, Guru Besar FISIP UI (Dok: Penulis)
Pemaparan Prof. Erry Seda, Guru Besar FISIP UI (Dok: Penulis)
Melalui semangat Duc In Altum, yakni melihat lebih dalam baik secara substansi dan esensi, maka harus diupayakan terus menerus untuk memiliki pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang manusia, sehingga kita mampu membedakan peran yang bersifat kodrati dengan peran yang lahir dan berkembang dari kesepakatan sosial antar anggota masyarakat di ruang publik. Hal mana ditanggapi oleh Prof. Francisia Saveria Sika Seda, M.A., Ph.D, guru besar Sosiologi FISIP UI bahwa visi Antropologi Kristiani tentang manusia dan gender menjadi landasan utama dalam nilai dan perspektif. Dalam hal ini, "Pemerintah telah mencantumkan dan menerapkan praktik pengarusutamaan gender dalam kebijakan pembangunan," sahutnya.

Dr. Amurwani Dwi Lestariningsih, Deputi Kesataraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang mengawali presentasinya dengan pantun sebagai produk kearifan lokal Indonesia bukan sekedar pemanis. Ia mengulas tema menyangkut Praktik pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pembangunan.

Kesetaraan Gender memiliki tujuan utama dalam hal  penguatan  peran perempuan bagi terwujudnya keluarga berkualitas, berkeadilan gender, dan masyarakat Inklusif. Ketimpangan Gender yang masih tinggi merupakan salah satu penghambat  dalam pelaksanaan pembangunan yang inklusif. Sejalan dengan keterangan di atas, Andi Yentriyani mantan Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan, ketimpangan gender dipicu oleh belum optimalnya Peran dan Fungsi Keluarga sehingga menyebabkan Ancaman Krisis Moral dan Karakter di Kalangan Generasi Muda. Selain itu kesetaraan gender dan pembangunan inklusif menjadi semakin sulit dikarenakan masih adanya norma sosial budaya yang membiarkan diskriminasi dan perlakuan yang salah. Di beberapa wilayah Indonesia masih banyak ditemukan pasangan yang menikah berkali-kali beganti pasangan tanpa memiliki sertifikat resmi sebuah perkawinan, adat lebih diutamakan daripada hukum yang berlaku. "Perempuan harus berani bicara dan bersikap jika menghadapi kekerasan atau pemberlakuan semena-mena," jelasnya.

Ditegaskan pula, arah pembangunan nasional mengacu pada SDG (Sustainable Development Goals). Khususnya terkait Tujuan ke 5 yaitu Gender Equality dan Tujuan ke 16 Peace, Justice, and Strong Institutions. Praktek pengarus utamaan gender juga dilandasi pada RPJM 2025 -- 2029 sebagai prinsip pembangunan nasional, aspek Gender dan Inklusi Sosial,  Transformasi Digital serta Pembangunan Iklim Rendah Karbon.

Tanggungjawab Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun