Mohon tunggu...
Matheo Xavier
Matheo Xavier Mohon Tunggu... Pelajar

What is your favorite season?.... Awards....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Krisis Bahan Berkualitas di Dunia Fashion

25 Mei 2025   07:25 Diperbarui: 25 Mei 2025   07:40 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di balik gemerlap panggung mode dan derasnya arus tren yang viral di media sosial, dunia fashion tengah menghadapi krisis yang jarang dibicarakan secara terbuka: krisis bahan berkualitas. Dunia fashion yang dulunya ditopang oleh keahlian tangan dan bahan-bahan unggulan kini perlahan berubah menjadi arena kompromi massal, antara kecepatan, keuntungan, dan kualitas. Di tengah bayang-bayang industri fast fashion yang semakin mendominasi pasar, keberadaan material berkualitas tinggi mulai menghilang dari peredaran, seperti artefak sejarah yang sulit ditemukan.

Era Fast Fashion: Awal dari Kehancuran Kualitas

Selama dua dekade terakhir, fast fashion telah mengubah cara dunia memproduksi dan mengonsumsi pakaian. Brand-brand raksasa mendikte pasar dengan koleksi baru setiap dua minggu, memicu produksi besar-besaran dan konsumerisme instan. Untuk mengejar volume dan efisiensi biaya, produsen beralih ke bahan-bahan sintetis murah seperti poliester, akrilik, atau campuran rayon. Meskipun tampak menarik di rak toko, bahan-bahan ini cepat rusak setelah beberapa kali cuci dan berkontribusi besar pada limbah tekstil global.

Sementara itu, kain-kain berkualitas tinggi seperti katun organik, linen alami, wol murni, dan sutra kini menjadi barang langka dan mahal. Permintaan terhadapnya menurun karena tidak sesuai dengan pola produksi cepat dan harga murah yang dikehendaki pasar. Akibatnya, banyak pemasok bahan berkualitas gulung tikar atau beralih ke bahan murah demi bertahan hidup.

Perdagangan Material yang Tidak Transparan

Krisis ini semakin diperparah oleh rantai pasokan yang tidak transparan. Banyak desainer dan brand independen mengeluhkan sulitnya memastikan kualitas dan keaslian bahan yang mereka beli. Beberapa pemasok mencampur bahan sintetis ke dalam tekstil alami namun tetap memasarkannya sebagai "natural". Label seperti "organik", "sustainable", atau "premium" kini tak selalu bisa dipercaya karena mudah dimanipulasi untuk tujuan komersial.

Di sisi lain, produsen bahan berkualitas dari komunitas lokal seringkali kalah bersaing dengan produsen besar yang dapat menawarkan harga murah meskipun dengan standar kualitas rendah. Banyak warisan tekstil lokal seperti tenun tangan atau batik tulis mulai ditinggalkan karena tidak lagi dianggap efisien untuk dunia mode modern.

Dampak pada Lingkungan dan Desainer Independen

Dampak dari krisis ini tidak hanya dirasakan pada hasil akhir pakaian, tetapi juga pada manusia dan lingkungan. Penggunaan bahan berkualitas rendah secara masif berkontribusi pada peningkatan limbah pakaian yang sulit terurai. Serat sintetis membutuhkan ratusan tahun untuk terurai di tanah, dan proses pewarnaannya sering mencemari sungai-sungai di negara-negara produsen.

Selain itu, banyak dari bahan ini diproduksi dengan melanggar etika kerja, mempekerjakan buruh murah tanpa perlindungan hak, dan tanpa memperhatikan keselamatan kerja. Sementara bahan berkualitas yang dihasilkan secara etis, dengan tenaga kerja terlatih, upah layak, dan proses ramah lingkungan, justru tersingkir dari pasar karena dianggap tidak kompetitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun