Pintoe Khop menjadi tempat permaisuri beristirahat setelah lama bermain dan juga menjadi tempat dayang-dayang membasuh rambut serta memandikannya dengan air bunga.Â
Sayangnya, belum ada sumber terpercaya yang secara lengkap mampu menggambarkan kondisi taman Putroe Phang yang sebenarnya. Sejak Belanda masuk ke Aceh, kawasan kerajaan banyak yang dihancurkan sehingga sulit mengetahui keaslian taman dan luasnya.Â
Bukti-bukti sejarah penting berupa tulisan-tulisan masa kerajaan sultan Iskandar Muda juga banyak yang hilang. Sebagiannya dibawa ke Belanda sebagai koleksi museum dan sebagian lainnya tersebar di seluruh dunia dari Eropa ke Amerika.Â
Taman Putroe Phang dan Gunongan berdiri sebagai monumen abadi yang melambangkan bukan hanya kemegahan Kesultanan Aceh, tetapi juga kisah cinta, kesetiaan, dan pengorbanan seorang Sultan demi kebahagiaan permaisurinya. Setidaknya itulah yang mampu dikenang oleh generasi saat ini.
Saya sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana pada abad ke 17 bangun semegah itu dibangun dengan peralatan minim. Bahkan, bangunan istana kerajaan yang dikenal dengan sebutan Darud Donya pada saat itu sangatlah megah sebagaimana digambarkan oleh petualang asing.
Kerajaan Aceh dulunya disegani karena berhasil membangun kehebatan dalam hal kemaritiman. Portugis bahkan sangat takut menghadapi tentara kerajaan. Dalam sejarah Aceh, Portugis sempat beberapa kali dipukul mundur karena ingin menguasai perdagangan laut.Â
Hingga saat ini, peninggalan sejarah masa lalu ini tetap menjadi daya tarik yang kaya akan makna dan romansa sejarah kejayaan kesultanan Aceh.Â
Kompleks taman Putroe Phang sebagiannya menjadi teman bermain anak-anak dan sebagian lainnya masih dijaga keasliannya oleh pemerintah daerah kota Banda Aceh.
Walaupun demikian, banyak sejarah yang masih terkubur perihal taman Putroe Phang. Jejak sejarah tentang seorang putri asal Pahang masih menyisakan tanda tanya besar. Apakah benar Sultan membangun taman ini dikhususkan untuk permaisurinya atau adakah tujuan lain yang tersimpan di dalamnya?
Kehadiran Belanda di Aceh menghilangkan bukti-bukti fisik kerajaan, baik itu gambaran utuh istana Darud Donya milik kesultanan Aceh dan seberapa besar pengaruh kerajaan Aceh di dunia.Â