Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Brand Archetypes, Rahasia Kesuksesan Produk Ternama

26 Maret 2023   18:23 Diperbarui: 27 Maret 2023   09:48 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Brand Archetypes Apple. Tangkap layar: iconicfox.com.au

Identitas sebuah produk sering dikaitkan dengan keberhasilan meraih pasar. Koneksi batin antara pembeli dan produk sengaja diciptakan dengan menampilkan nilai (value) dari sebuah produk yang dikenal dengan istilah brand archetypes.

Dalam kaitannya dengan perasaan, sebuah identitas produk diwakili dari nilai yang ditawarkan. Disini, ada peran psikologi bermain. Jadi, produk besar sengaja memilih tema spesifik yang merujuk pada sisi psikologis pembeli.

Kenapa Apple bisa sukses meraih pasar?

Ada 12 jenis brand archetypes yang masing-masing mengandung makna dan nilai. Untuk kali ini, saya hanya akan membahas satu jenis saja, yaitu the creator.

Brand Archetypes Apple. Tangkap layar: iconicfox.com.au
Brand Archetypes Apple. Tangkap layar: iconicfox.com.au


Apple memegang satu prinsip dalam bisnisnya, satu kata yang menjelaskan Apple adalah Innovation. Produk yang berdiri di bawah konsep The Creator memegang prinsip beberapa nilai seperti inspirational dengan moto see potential everywhere and uncover originality with liberated imagination. 

Di antara beberapa produk besar ternama sebut saja Apple dan Lego, konsep bisnis mereka dibangun atas dasar inovasi dan keaslian ide. 

Tidak heran, produk Apple selalu cepat berinovasi dalam hal teknologi. Mereka memang menggelontorkan uang yang besar untuk penelitian dan pengembangan bisnis (research development). 

Permainan Lego juga dikenal berhasil menghadirkan sebuah konsep bermain yang menawarkan originality, dimana orientasi produk adalah memberi inspirasi. Nilai yang mereka bawa yaitu inspire to unlock imagination.

Bukankah kita menggunakan pikiran untuk berpikir saat berman Lego? itu bukan kebetulan terjadi, ada peran nilai produk yang sengaja dihadirkan agar menyentuh perasaan pembeli.

Koneksi yang dibangun oleh merek produk tertentu seperti Apple menyentuh perasaan pelanggan pada level yang paling dalam. Inilah mengapa tidak butuh alasan banyak bagi pecinta merek ternama untuk membuang uang puluhan juta dalam sekejap.

Di Eropa pada tahun 2017, produk Lego berhasil meraih posisi ketiga dengan katagori produk yang paling disukai. Dalam setiap merek, ada memori yang melekat tajam di pikiran bawah sadar. Itulah tujuan utama Brand Archetypes.

Peran Emosi

Semua produk bermerek membangun nilai dari emosi manusia. Kita tidak menyadari betapa emosi punya peran penting dalam segala aspek kehidupan. 

Setiap individu punya ketertarikan berbeda pada produk. Semuanya bersebab nilai kepribadian yang kita punya juga berbeda satu sama lain. 

Tidak semua orang menyukai Apple, sama seperti sebagian lainnya yang lebih memilih Samsung atau merek lainnya. Selera yang kita punya dikawal oleh kepribadian.

Ada dua aspek yang perlu diperhatikan oleh sebuah produk dalam menciptakan nilai: Connectivity dan differentiation. 

Semua produk akan berakhir menjadi komoditas jika tidak mampu menyentuh hati pembeli. Fitur, manfaat, dan harga bisa beda, tapi bagaimana sebuah produk melekat di pikiran pembeli itu yang menjadi penentu. 

Kita bisa melihat penjualan produk smartphone seperti Oppo dan Realme yang setidaknya beberapa tahun menguasai pasar Asia, khususnya Indonesia. 

Meskipun demikian, nilai apa yang berhasil mereka tanamkan dalam benak pelanggan? apakah ada rasa berbeda saat memiliki merek tersebut? itulah yang dinamai connectivity. 

Selanjutnya, sebuah produk harus memiliki perbedaan yang mudah masuk ke dalam pikiran. Perbedaan ini bukan sebatas karena fitur dan manfaat saja, melainkan keunikan yang memang hanya dimiliki oleh produk ini. 

Apple sebagai contoh, fitur Trackpad pada Macbook memberi kesan yang sangat berbeda dibandingkan jenis laptop lainnya. Kesan kemudahan dan fleksibilitas sangat terasa, khususnya bagi mereka yang menghargai waktu dan kenyamanan.

Saya ingin memberikan satu gambaran. Pernahkah anda melihat gambar Oven yang dijual, lalu perhatikan tampilan gambar yang melekat padanya.

Sumber: kirin.co.id
Sumber: kirin.co.id

Gambar pada Oven merek Kirin adalah ayam utuh yang sudah terpanggang. Kenapa mereka memilih gambar Ayam, apa kaitannya dengan Oven?

Sebuah produk seperti Oven sebenarnya menjual hasil dari sebuah produk. Artinya, tujuan mereka adalah menyentuh perasaan pembeli. Sebuah ilustrasi gambar mampu menyentuh emosi pembeli. Terlebih, dengan tulisan LOW watt yang berada di sampingnya.

Sama halnya ketika kita melewati sebuah lorong dalam sebuah mal yang sengaja diputarkan musik dengan irama pelan. Tujuannya satu, yaitu agar pengunjung lebih lama menetap disini. Semakin lama, jelas semakin mudah emosi membeli tercipta.

Otak manusia akan mudah terbaca dengan melihat kepribadian dan tingkah laku. Orang-orang yang bertipe penjelajah akan mencari produk yang mengarah pada kepribadian mereka. 

Harga sebuah produk berbanding lurus dengan nilai yang melekat padanya. Jadi, jika sebuah produk melebel harga terlalu tinggi namun pada kenyataannya tidak berhasil menyentuh memori pembeli, maka produk itu akan hilang ditelan zaman.

Produk-produk yang bertahan lama memiliki standar nilai yang dibangun dalam sebuah visi. Visi yang menjadi penunjuk arah akan perkembangan sebuah produk. 

Tanpa nilai, sebuah produk hanyalah sebatas komoditas. Coba perhatikan jenis smartphone kelas bawah, yang mereka kejar adalah profit. Akhirnya, fitur sekedar menjiplak produk lain dan harga dimiringkan. 

Produk seperti ini pada dasarnya tidak membangun nilai. Jadinya, tidak ada identitas yang membekas pada produk tersebut. Pembeli hanya mengejar harga murah dan fitur yang relatif sama dengan merek diatasnya. 

Apakah mereka akan loyal? TIDAK! pembeli tetaplah pembeli. Yang menentukan loyalitas adalah nilai dalam sebuah produk. Lebih dalam lagi, sejauh mana emosi yang tercipta dari sebuah produk menentukan loyalitas pelanggan. 

Semoga bermanfaat!

[Masykur]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun