Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pengaruh Berita Negatif terhadap Gaya Asuh Orangtua

5 September 2022   22:00 Diperbarui: 5 September 2022   22:03 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ayah memproteksi anak perempuan. Sumber: https://www.yahoo.com 

"According to research done by UCLA, the average human being has around 70,000 thoughts per day. And out of those thoughts 80 percent of them are negative, with the majority of those thoughts carrying over to the next day."

Kutipan di atas saya dapat dari sebuah buku yang sedang saya baca, Millionaire Success Habits. Apa isi kutipan tersebut? begini bunyinya, hasil penelitian UCLA, rata-rata orang memiliki 70 ribu pikiran setiap hari, dan 80%nya adalah negatif, dimana mayoritas pikiran itu terbawa ke hari berikutnya.

Nah, apa kaitannya dengan berikat yang kita baca atau tonton setiap harinya?

Tanpa kita sadari, media cetak secara tidak langsung sengaja membuat berita terdengar negatif agar menarik perhatian pembaca. Mereka sengaja membuat judul provokatif agar jumlah pembaca meningkat dan jumlah uang yang dihasilkan lebih banyak. 

Makanya, sampai hari ini dari 10 berita yang kita baca, 80% berisi berita negatif. Ya, bukan tanpa tujuan, karena semakin negatif sebuah berita, semakin mudah pembaca tertarik kedalamnya.

Pikiran kita sangat mempengaruhi tindakan. Artinya, kontrol dari tindakan kita ada pada otak. Sayangnya, apa yang diperintahkan otak erat hubungannya dengan apa yang kita masukkan kedalam pikiran kita.

Sebagai permisalan, Si A sering membaca koran dengan rata-rata berita tentang pembunuhan, pencurian, dan pemerkosaan, maka berita ini disimpan oleh otak yang kemudian di proses menjadi sebuah "mindset".

Lalu, karena terlalu sering membaca berita negatif, si A condong cemas dan memproteksi diri secara berlebihan. Tak hanya itu, anaknya ia ingatkan agar jangan sering keluar rumah dan selalu menghubunginya kemanapun ia pergi.

Mungkin, bagi si A apa yang ia lakukan adalah demi keamanan anaknya, tujuannya baik namun caranya terlalu berlebihan. Akhirnya, si anak merasa terlalu terkekang dan kadang tidak menuruti kata orangtuanya.

Apa Efek Berita terhadap Gaya Asuh?

Akibat dari komsumsi berita negatif orangtua condong lebih protektif kepada anak. Berita-berita negatif ini merasuki pikiran orangtua setiap harinya dan tanpa disadari membentuk pola gaya asuh yang negatif pula.

Dengan konsumsi berita negatif berlebihan, bagian otak bawah sadar membentuk visualisasi yang sebenarnya belum terjadi. Karena sering membayangkan kejadian-kejadian tertentu akibat interpretasi pikiran, orangtua akhirnya merasa khawatir terhadap anak.

Apalagi dengan berita saat ini, kecemasan lebih cepat dan mudah mengontrol pikiran karena fakta yang ditampikan mengesankan hidup semakin sulit dan kedepan pendidikan anak akan semakin sulit.

Berita yang kita baca belum tentu akan terjadi, namun pikiran negatif yang terbentuk dalam otak malah akan mempercepat sesuatu yang kita bayangkan bakal terjadi.

Contohnya, orang yang sedang mengidap penyakit diabetes selalu membaca berita negatif tentang diabetes maka lama kelamaan apa yang ia baca bisa memperburuk kondisi kesehatannya, kemudian visualisasi di pikiran mengarahkan tindakan sebagaimana yang ada dipikiran.

Apakah yang kita Pikirkan bisa Jadi Kenyataan?

Pikiran kita adalah akumulasi dari input yang kita serap, baik secara melihat atau mendengar. input ini menetap di otak dan membentuk database yang dipakai otak untuk mengirim sinyal ke anggota badan.

Misalnya, seorang ayah sering menonton berita tentang kenaikan biaya kuliah dan prediksi sulitnya pendidikan di masa depan, maka pikirannya membentuk database yang nantinya akan diterjemahkan oleh otak.

Jika informasi yang masuk ke otak sang ayah langsung dicerna mentah tanpa meninjau fakta di lapangan lebih lanjut atau mendengar beberapa pendapat pakar, dengan mudah pikiran akan membangun opini negatif.

Nantinya, orangtua akan merasa cemas dan khawatir bagaimana jika tidak mampu membiayai kuliah anak. Apa yang terjadi berikutnya, bisa saja orangtua lebih pesimis akan masa depan anak.

"Viewing negative news means that you're likely to see your own personal worries as more threatening and severe," psychologist Dr. Graham Davey told the Huffington Post.

Ahli psikologi, Dr. Graham memaparkan bahwa, dengan melihat berita negatif rasa khawatir akan lebih terasa mengancam atau malah memperparah keadaan. 

Dengan membawa rasa cemas dan khawatir lebih besar, ini bisa berefek pada emosi dan perilaku anak juga. Anak yang orangtuanya sering merasa cemas akan membawa kecemasan dalam dirinya.

Efek dari kecemasan bisa menetap lama dalam pikiran dan menjadi memori pada bagian otak. Kecendrungan mengkonsumsi berita negatif membuat otak berlebihan menafsirkan suatu hal.

Dalam jangka panjang hal ini bisa membentuk sebuah belief yang terakumulasi menjadi values atau nilai-nilai kehidupan. Misalnya, kalau sekolah tidak perlu tinggi-tinggi nanti gak punya uang untuk bayar.

Atau contoh lainnya, kalau punya anak nanti jangan kuliah jauh-jauh, cukup di kampus yang terdekat aja. Kalau kuliah udah selesai, nyari kerjanya yang dekat-dekat aja, dsb.

Disatu sisi ini bagus untuk memproteksi anak, tapi disisi lain anak tidak memiliki kesempatan lebih luas karena orangtua membatasi gerak anak hanya karena interpretasi berita  negatif yang dikonsumsi berlebih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun