Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengubah Konsep Bertani Kaum Milenial Masa Depan, Begini Caranya

10 November 2021   09:16 Diperbarui: 16 November 2021   15:37 1928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani.| Sumber: SHUTTERSTOCK.com/FENLIOQ via Kompas.com

Indonesia kehilangan 5.1 Juta petani antara 2003 - 2013 dan diprediksi terus menurun mencapai angka 26 juta

Data di atas berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Melihat fakta yang ada jumlah regenerasi petani berada pada posisi menurun. Ini bukan hanya mengkhawatirkan, namun juga sebuah alarm yang menandakan sebuah petaka.

Banyak alasan kenapa regenerasi petani di Indonesia tidak menunjukkan kemajuan. Satu alasan nyata bahwa petani bukanlah pekerjaan yang diidamkan bagi kebanyakan anak muda.

Selain karena image petani identik dengan pekerjaan rendah, juga tentunya karena sedikit sekali petani yang berhasil kaya. Sehingga sulit sekali meyakinkan anak muda untuk menjadi petani.

Peran pemerintah yang juga tidak pro-aktif tentang kebijakan terhadap petani membuat produk hasil pertanian hanya berhasil masuk di pasaran kelas bawah dan menengah.

Lantas, Apa yang bisa dilakukan kaum Milenial agar bisa menjadikan pertanian menjadi sebuah prospek bisnis?

1. Mengubah Konsep Bertani 

Mindset bertani sebelumnya yang condong berhaluan lokal harus bisa diubah. Contohnya, bagaimana membangun konsep bertani dengan export oriented.

Hal ini perlu direncanakan dengan baik. Bagaimana caranya petani milenial harus mampu menghasilkan produk yang bisa diolah dengan nilai jual tinggi.

Sudah saatnya mengarahkan target hasil tani untuk dikemas dan dijadikan produk ekspor. Dengan mengubah mindset, hasil pertanian akan memiliki nilai jual tinggi dan kemakmuran petani akan meningkat.

Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) menunjukkan berkurangnya lahan pertaniaan dari 7.7 juta hektar ke 7.4 juta hektar sejak 2003 - 2013, dan tren ini terus meningkat. 

Ini menunjukkan berkurangnya produktivitas tanah dari aktivitas pertanian, implikasi lain adalah minimnya jumlah petani yang bisa menghidupkan lahan pertanian yang masih 'perawan'.

Semoga saja tren ini bisa dihentikan dengan mengubah mindset para milenial. Melimpahnya hasil panen bersamaan dan merosotnya harga pasar mengakibatkan kerugian bagi petani.

Mengubah bahan mentah (raw material) dan menjadikannya produk baru (new product) akan menanmbah nilai jual. Dengan sendirinya pendapatan (income) petani akan meningkat drastis.

2. Pelatihan Secara Terstruktur

Satu diantara kelemahan besar petani adalah keahlian. Hanya sedikit petani yang memiliki keahlian konsep bertani dengan ilmu pertanian yang bisa diaplikasikan langsung. Cara mengolah tanah, membuat pupuk organik, menyeimbangkan unsur hara tanah, dan menyeleksi bibit berkualitas sampai siap panen.

Penyebabnya datang dari minimnya training yang bisa diikuti sebagai media upgrade knowledge. Antara fakultas pertanian dan para petani terdapat gap besar sehingga banyak mahasiswa pertanian sendiri tidak mau bertani.

Pemerintah lokal harus memetakan jumlah lahan produktif dan petani yang aktif, lalu bekerja sama dengan fakultas pertaniaan untuk membahas jenis tanaman apa yang bisa ditanam di area setempat.

Dari hasil diskusi tersebut bisa dibuat sebuah peta pertanian (agriculture map) dengan data terstruktur jumlah lahan, kebutuhan petani, jenis tanaman, dan kemudian jenis training yang dibutuhkan.

Jika ini dilakukan, maka proyeksi hasil pertanian akan terlihat nyata. Para petani yang sudah tua bisa dijadikan sumber ilmu (resource person). Dimana saat pelatihan mereka bisa berbagi pengalaman ditambah ilmu teoritis lain dari para pakar pertanian.

Sinergi antara pemerintah, petani, dan universitas harus bisa diterapkan. Jangan menyerahkan semuanya pada petani dan berjalan sendiri-sendiri.

Disamping itu, para petani milenial juga perlu dibekali ilmu bisnis (cara mengolah hasil tani, mengemas, dan memasarkan) dengan cara baru berkonsep export. 

Komoditas pertanian harus bisa mencukupi pasar nasional, lalu sisanya dikirim ke luar negeri berbentuk bungkusan atau makanan kaleng (canned fruit).

Sumber: https://ap.fftc.org.tw/article/1842
Sumber: https://ap.fftc.org.tw/article/1842

3. Regenerasi Petani secara Berkala

Dengan jumlah petani yang dimiliki Indonesia sekarang rasanya sulit untuk menghidupkan lahan baru. Saatnya petani milenial bergerak cepat dan mengambil alih ladang-ladang yang masih 'perawan'.

Teknologi pertanian yang terus berkembang bisa menjadi alat untuk merakit kebutuhan alat pertanian di lapangan. Peran petani milenial dalam mendesain dan merakit produk pertanian sangat bisa diandalkan.

Saat ini sudah muncul para petani milenial dengan cara berpikir yang elegan, ada yang sudah berhasil membuat drone sebagai media semprot hama, pertanian hidroponik, dan lainnya.

Petani milenial memiliki sumber pikiran baru (fresh mind) yang sangat berguna untuk mengubah pola bertani dan cara menghidupkan lahan baru dengan konsep berbeda.

Lagi-lagi peran pemerintah diperlukan untuk mempercepat regenerasi petani lama ke petani baru (milenial). Kebijakan pertanian harus dipermudah dan ketersediaan alat/bantuan perlu dipikirkan dengan baik.

Jika perlu harus ada kurikulum bertani di Sekolah Menengah Pertama/Atas (SMP/SMA). Lebih baiknya lagi ada pilihan jurusan pertanian di tingkat SMA. Sehingga ini bisa memicu minat bertani dari sekolah dan mengubah sudut pandang pertanian sebagai pekerjaan kelas atas (high class job).

Seiring waktu, jumlah petani akan bertambah dan konsep bertani akan berubah. Media Start Up juga sangat membantu petani untu memaksimalkan hasil panen untuk dijual secara online. Keuntungan yang didapat bisa lebih baik.

Hadirnya petani milenial juga berfungsi untuk mengubah cara memasarkan hasil tani. Menggabungkan teknologi dan ilmu pertanian akan menambah nilai (added value) terhadap komoditas pertanian.

Petani milenial juga harus belajar tentang aset, yaitu bagaimana produk hasil tani bisa dijadikan aset pertanian yang nantinya bisa dipakai untuk memutar uang ke bisnis lainnya.

Ibaratnya sambil menyelam minum air. Jadi, petani bisa mendapat untuk tiga kali lipat sekali panen dan terus memakai uang tersebut untuk dirubah sebagai aset yang bisa terus diputar untuk memaksimalkan lahan pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun