Sinergi antara pemerintah, petani, dan universitas harus bisa diterapkan. Jangan menyerahkan semuanya pada petani dan berjalan sendiri-sendiri.
Disamping itu, para petani milenial juga perlu dibekali ilmu bisnis (cara mengolah hasil tani, mengemas, dan memasarkan) dengan cara baru berkonsep export.Â
Komoditas pertanian harus bisa mencukupi pasar nasional, lalu sisanya dikirim ke luar negeri berbentuk bungkusan atau makanan kaleng (canned fruit).
3. Regenerasi Petani secara Berkala
Dengan jumlah petani yang dimiliki Indonesia sekarang rasanya sulit untuk menghidupkan lahan baru. Saatnya petani milenial bergerak cepat dan mengambil alih ladang-ladang yang masih 'perawan'.
Teknologi pertanian yang terus berkembang bisa menjadi alat untuk merakit kebutuhan alat pertanian di lapangan. Peran petani milenial dalam mendesain dan merakit produk pertanian sangat bisa diandalkan.
Saat ini sudah muncul para petani milenial dengan cara berpikir yang elegan, ada yang sudah berhasil membuat drone sebagai media semprot hama, pertanian hidroponik, dan lainnya.
Petani milenial memiliki sumber pikiran baru (fresh mind) yang sangat berguna untuk mengubah pola bertani dan cara menghidupkan lahan baru dengan konsep berbeda.
Lagi-lagi peran pemerintah diperlukan untuk mempercepat regenerasi petani lama ke petani baru (milenial). Kebijakan pertanian harus dipermudah dan ketersediaan alat/bantuan perlu dipikirkan dengan baik.
Jika perlu harus ada kurikulum bertani di Sekolah Menengah Pertama/Atas (SMP/SMA). Lebih baiknya lagi ada pilihan jurusan pertanian di tingkat SMA. Sehingga ini bisa memicu minat bertani dari sekolah dan mengubah sudut pandang pertanian sebagai pekerjaan kelas atas (high class job).