Kebiasaan berdiskusi hasil bacaan dalam ranah keluarga memiliki efek luar biasa. Selain melatih skil presentasi anak sejak kecil, ini juga akan memupuk rasa percaya diri mereka lebih dini.
Dulu saat saya di Amerika dan berkunjung ke sebuah Mesjid di negara bagian Carolina Selatan, saya terkejut melihat bagaimana anak-anak kecil disana sangat mudah bertanya. Tanpa diminta mereka sudah berlomba-lomba untuk bertanya.
Baru kemudian saya ketahui bahwa anak-anak di Amerika sudah dibiasakan mengungkapkan sesuatu dari kecil. Mereka diajarkan untuk bertanya dan mengungkapkan apa yang mereka ketahui. Dengan cara seperti ini mereka lebih terlatih untuk berekpresi.
Mungkin hal ini tidak mudah ditemukan di budaya Asia. Kebanyakan anak sekolah dasar belum berani bertannya bahkan condong menjadi siswa pasif.
Pembiasaan dalam rumah adalah momen terbaik melatih anak. Lewat membaca dan berdiskusi, anak bisa diajak untuk berekspresi dan melatih berdiskusi ringan.Â
Saat anak sudah terbiasa membaca, level kosakata akan bertambah dan cara berkomunikasi juga akan berubah. Saat memasuki fase remaja mereka akan memetik hasil bacaannya lewat rasa percaya diri yang tinggi dan skil komunikasi yang baik.
Jangan berharap sekolah akan mampu menanam benih literasi. TIDAK, sekolah hanya sekedar rangkaian gerbong pendidikan yang dilalui anak. Kondektur sebenarnya adalah kepala keluarga.
Dari tangan seorang ayah yang bijak akan lahir generasi pembaca aktif. Ya, pastinya dengan dukungan seorang ibu yang memiliki visi dan misi yang sama, menciptakan generasi berliterasi tinggi dari dalam rumah.
Kita Belum Terlambat
Momen kebangkitan arus informasi adalah waktu yang tepat jika tidak mau dikatakan terlambat. Kekuatan terbesar kita ada di keluarga, bukan di pemerintah. Jangan menunggu sesuatu yang tidak pasti, tapi lakukan sesuatu yang kita yakini.
Dengan komitmen ayah dan ibu, kita sangat mampu menghidupkan pustaka mini dalam keluarga. Percayalah! ini adalah investasi besar sekali seuumur hidup. Masak kita bisa kalah sama PERTAMINI.