Mohon tunggu...
Masud Berjaya
Masud Berjaya Mohon Tunggu... -

researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memprediksi 'Biaya Kampanye' Jamkesda

12 September 2012   06:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:35 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suasana persiapan putaran kedua pemilihan kepala daerah (pemikada) DKI Jakarta 2012 makin 'memanas'. Tampaknya kedua kontestan beserta tim suksesnya sudah tidak sabar lagi menunggu saat-saat kampanye resmi maupun pelaksanaan pemungutan suara yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 September yang akan datang. Berdasarkan pengamatan penulis atas berbagai pemberitaan di Kompas.com, dengan berbagai trik, kedua kubu tampaknya telah mulai melakukan kegiatan kampanye terselubung dan tidak resmi dengan mengangkat beragam isu yang relevan maupun tidak dengan kepentingan umum warga masyarakat Jakarta. Penulis memang mencermati pemikada DKI 2012 yang cukup fenomenal ini hanya dari pemberitaan di Kompas.com dan Kompasiana.

Salah satu berita terakhir yang menarik adalah kegiatan Fauzi Bowo (FB) selaku Gubernur DKI Jakarta membagikan kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) kepada warga nelayan di kawasan Cilincing, Jakarta Utara (1). Berita tersebut diikuti dengan berita berikutnya yang menyebutkan bahwa FB, yang juga sebagai salah satu kontestan dalam putaran kedua pemikada DKI 2012 tersebut, mengingatkan para penerima kartu Jamkesda untuk memilih dirinya. Pesan tersebut memang disampaikan secara implisit (2), dan mungkin bisa dianggap (lagi) sebagai becanda.

Setidaknya ada tiga alasan yang mendorong penulis untuk menulis dengan tajuk di atas, yaitu: (1) cukup banyak komentar pembaca yang mempertanyakan mengapa program Jamkesda ini baru dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta menjelang pemikada, khususnya putaran kedua. Bahkan, beberapa komentar sempat menyebut bahwa FB hanya mencontek program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diusung oleh kontestan lain. Seperti diketahui, program KJS disorongkan oleh pasangan Jokowi-Basuki (JB) sebagai kritik atas program Kartu Warga Miskin (Gakin) yang cenderung rumit dan birokratis.

Alasan kedua adalah sulitnya mengabaikan kesan 'kampanye terselubung' yang melekat pada program Jamkesda tersebut. Sangat sulit untuk memisahkan FB yang masih berstatus sebagai Gubernur DKI Jakarta dan sekaligus sebagai kontestan di pemikada DKI 2012 ini. Sedangkan alasan berikutnya adalah sederhana saja, yaitu pernyataan Bang FB:

"Jangan salah pilih.... Milihnya jangan salah. Milih yang Rp 100 juta apa yang Rp 15 juta? Orang Jakarta permintaannya sudah tinggi. Mau nggak dikasih yang lebih sedikit?" kata Foke dalam sambutannya, yang mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta, Selasa (11/9/2012).


Meskipun hanya implisit, tetapi pernyataan itu sangat mengesankan sebagai pesan kampanye. Selain itu, sekali lagi Bang FB menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang terkesan tinggi hati.

Sebagaimana penulis lakukan dalam memprediksi putaran kedua pemikada DKI 2012 (3), kali ini penulis juga mengembangkan model kuantitatif-probabilistik untuk memprediksi besarnya 'biaya kampanye' terselubung melalui pembagian kartu Jamkesda tersebut. Selanjutnya, penulis merujuk ke tulisan mbak Devi Maksum (4) yang menjelaskan manfaat perawatan di rumah sakit yang ditawarkan oleh salah satu perusahaan asuransi swasta. Dalam penjelasan tersebut, diuraikan cukup rinci ilustrasi manfaat salah satu jenis produk dengan biaya premi sekitar Rp 1,73 juta per tahun. Dengan memperhitungkan semua manfaat yang akan diperoleh selama kurun waktu setahun, kecuali biaya rawat jalan karena kecelakaan, maka penulis memperoleh angka manfaat maksimum sebesar Rp 121 juta. Data selengkapnya bisa diperoleh di tulisan mbak Devi Maksum (4). Dengan melakukan perhitungan prorata, maka untuk memperoleh batasan manfaat maksimum Rp 100 juta diasumsikan premi asuransi yang harus disiapkan sebesar Rp 1,43 juta per orang per tahun.

Lebih lanjut, penulis mengasumsikan bahwa premi asuransi Jamkesda yang disiapkan oleh Pemda DKI Jakarta tidak akan sebesar premi asuransi swasta tersebut, tetapi hanya berkisar antara 50 hingga 75 persen saja. Sementara itu, mengingat jumlah warga yang perlu dicakup dalam program Jamkesda ini cukup banyak, diasumsikan pula adanya diskon premi yang berkisar 10 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2012 sebanyak 363.020 jiwa atau sekitar 3,69 persen (5).

Namun, dalam waktu yang sempit menjelang pelaksanaan putaran kedua rasanya tidak mungkin jika Bang FB, baik sebagai calon dan sekaligus Gubernur aktif, akan membagikan kartu Jamkesda itu ke seluruh warga miskin di DKI Jakarta. Oleh karena itu, penulis memperkirakan Bang FB dan tim suksesnya akan berkonsentrasi ke sekitar 25 persen jumlah penduduk miskin yang tercatat di bulan Maret 2012 tersebut. Dengan melakukan simulasi Monte Carlo pada model kuantitatif-probabilistik tersebut diperoleh perkiraan biaya premi yang harus disiapkan untuk mendukung program Jamkesda tersebut. Dari hasil simulasi diperoleh perkiraan biaya premi rata-rata sebesar Rp 75 milyar, minimum Rp 11 milyar, dan maksimum Rp 263 milyar guna mencakup angka 25 persen penduduk miskin atau sekitar 90 ribu jiwa.

Seperti disebutkan pada alasan kedua di atas, betapa sulitnya memisahkan kepentingan pelayanan publik dan pribadi jika kandidat merupakan pejabat aktif. Pemda DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 600 milyar untuk Jamkesda (1). Tetapi dari hasil simulasi model tersebut diprediksikan Bang FB selaku pimpinan Pemda DKI 'hanya' perlu menyiapkan biaya minimum sebesar Rp 11 milyar untuk menjalankan 'jurus' Jamkesda demi mendongkrak popularitas Bang FB (yang sama) yang juga kontestan di putaran kedua nanti. Itulah sebabnya penulis menyebutnya sebagai 'biaya kampanye' terselubung, karena sebenarnya biaya itu tidak dikeluarkan dari dompet pribadi Bang FB. Inilah salah satu keuntungan dari calon incumbent dibandingkan dengan calon lainnya, karena bisa mendompleng program yang sudah disiapkan oleh institusi Pemda yang dipimpinnya.

Meskipun program Jamkesda terkesan dadakan guna merespon program KJS dari pasangan JB, tetapi di sisi lain perlu disyukuri karena menyiratkan kepedulian pemerintah kepada warganya yang kurang mampu. Namun demikian, masih banyak sisi lain yang bisa dikritisi dari program Jamkesda DKI Jakarta ini, terutama segi pelaksanaan di lapangan dan transparansi pertanggungjawabannya.

(1) Foke Bagikan Jamkesda kepada Nelayan di Jakut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun