Mohon tunggu...
Ahmad Junaldi
Ahmad Junaldi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Waktu kuliah suka bermain angka (jurusan manajemen keuangan) tetapi sekarang lebih suka bermain kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dua Sisi Lima Hari

4 Oktober 2022   10:46 Diperbarui: 4 Oktober 2022   17:22 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Malam kemarin saya kebetulan bertemu dengan adik-adik sepupu, anak-anak dari saudara ayah. Jarang sekali bertemu mereka dikarenakan rumah saudara ayah ini lumayan jauh dari tempat saya. Ada pemandangan luar biasa yang saya lihat disini. 

Jika biasanya mereka sibuk bermain dengan ponsel, maka malam ini mereka seperti terkapar tak berdaya di ruang keluarga. Kelelahan menjadi dasar utama kejadian ini. 

Ketika saya tanya lebih jauh, jawaban miris akibat seharian sekolah yang menjadi alasan. Pergi sebelum jam tujuh pagi dan pulang setelah jam empat sore. Belum lagi pelajaran tambahan seperti les diluar sekolah yang memberatkan demi mengejar nilai impian. Sungguh manusia cerdas masa depan.

Pendidikan full day school, disatu sisi menarik. Anak-anak tidak lagi membuat PR yang diberikan guru-guru, memiliki waktu luang untuk bersantai (ini masih dipertanyakan) diluar sekolah, serta mencegah kemungkinan tawuran anak sekolah. 

Memang aturan ini perlu diapresiasi setidaknya telah berdampak pada tidak ada lagi potensi tawuran. Lah, belajar di sekolah sudah membuat pikiran lelah, ditambah pula dengan "olahraga" di luar sekolah? Dih ogah! Dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore, anak-anak wajib di sekolah tidak boleh kemana-mana. Potensi keluyuran tidak jelas semakin berkurang dan masyarakat tenang.

Tetapi, dari pendapat saya pribadi, justru dampak yang ditimbulkan lebih banyak mengarah pada hal negatif. Pikirkan saja, dari sebelum terbit matahari hingga matahari hampir tenggelam, anak-anak dikurung di sekolah. Perasaan dikurung inilah yang membuat daya imajinasi dan mengamati seorang anak menurun. Lama-lama daya pikiri menurun karena diatur sedemikian rupa dari remaja. 

Tidak mengenal orang lain selain pihak-pihak yang bersangkutan dengan sekolah. Hasilnya, kepekaan terhadap lingkungan berkurang dan sikap apatis berkembang. 

Memang tawuran antar pelajar berkurang, orang tua tahu dimana anak mereka sekarang, dan daya pikir mereka meningkat. Tetapi apa memang begini yang diinginkan dari anak didik? 

Ketidaktahuan pada lingkungan, pergaulan terbatas (selepas dari sekolah, mereka pasti bingung untuk bertemu orang asing), dan pola pikir (imajinasi) yang makin terbatas. Ada orang-orang yang perlu mengamati untuk dapat berkembang, ada yang perlu mendengar saja, dan ada yang perlu "bermain" untuk belajar.

Contoh terdekatnya adalah adik-adik sepupu saya ini, mengeluh kelelahan karena sekolah lima hari penuh tanpa mengenal siapa tetangga sendiri. Jadi jangan salahkan anak-anak jaman sekarang terkesan sombong dan tidak saling menyapa ketika berpapasan di jalan. Adalah pola pendidikan sekarang yang membuat anak tidak lagi ramah pada lingkungan. Dari tingkat SMP hingga SMA anak "dikurung" di sekolah, terbaru saya mendapat informasi jika anak setingkat sekolah dasar juga melakukan full day school ini. Miris, disaat usia untuk mengenal orang-orang banyak khususnya tetangga, anak-anak kita sebaliknya tidak mengenal kehidupan bermasyarakat. Dipaksa dan terpaksa untuk menempuh sekolah seharian, karena rata-rata sudah menerapkan kebijakan yang sama. 

Lalu apa? Kita sebagai orang luar dunia pendidikan yang tidak mengerti apa-apa tetap tidak bisa apa-apa. Semoga saja ada kebijakan pendidikan yang baru untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan anak-anak kita. Tidak menutup kemungkinan apatis dan mau menang sendiri makin mendarah daging di negara yang menjunjung gotong royong ini. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun