Mohon tunggu...
Mas Teddy
Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are

- semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog https://umarkayam.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wawancara Lowongan Kerja kok Begini?

22 Desember 2018   20:26 Diperbarui: 22 Desember 2018   20:36 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari youthmanual.com

Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang pemberdayaan perempuan memasang iklan lowongan kerja di sebuah surat kabar. Iklan itu isinya cukup singkat,

DIBUTUHKAN !

  • Pria dan Wanita
  • Usia min 21 tahun, belum menikah
  • Latar belakang pendidikan apa saja
  • Sabar dan telaten

Berkas lamaran dikirim via pos ke PO. Box 123 paling lambat satu minggu setelah iklan ini diterbitkan.

Sebuah iklan lowongan kerja dengan persyaratan yang begitu longgar, sehingga mengundang banyak pelamar.

Setelah melakukan seleksi, pihak LSM memanggil dua puluh orang pelamar untuk sesi wawancara. Mereka berasal dari berbagai kalangan. Satu per satu pelamar dipanggil untuk wawancara. Setiap pelamar akan mendapat pertanyaan yang sama. Dialog berikut ini adalah dialog antara pihak LSM (inisial LSM) dengan para pelamar (inisial Plm # ...). Setelah berbasa-basi sebentar, wawancara pun memasuki materi tentang pekerjaan

LSM            :"Ok, kita langsung ke masalah pekerjaan."


Plm #1      : "Baik, pak."

LSM           : "Sebelumnya saya menginginkan ini seperti percakapan atau obrolan santai, bukan sebuah wawancara yang serius dan menegangkan. Jika ada yang kurang jelas atau ingin ditanyakan, silakan saja. Jadi tidak harus saya yang bertanya, Anda juga boleh bertanya. Paham, ya?"

Plm #2     : "Wah .... Saya juga berharap demikian. Ma kasih, Pak."

LSM           : "Waktu sekolah dulu, pelajaran apa yang paling Anda sukai? Kenapa?"

Plm #3     : "Saya paling suka olahraga, Pak. Karena saya emang nggak betah kalo di dalam ruangan dan hanya duduk diam."

LSM           : "Kalo matematika?"

Plm #4    : "Waduhh .... payah, Pak. Jelek nilai matematika saya."

LSM          : "Kalo kesehatan atau biologi?"

Plm #5    : "Yahh ... lumayanlah, Pak."

LSM          : "Anda bisa masak?"

Plm #6    : "Eh-eh ... maaf, nggak bisa, Pak."

Plm #7    : "Saya bisanya yang sederhana aja."

LSM         : "Contohnya?"

Plm #8   : "Masak nasi, mi goreng dan rebus, telur dadar dan masak air."

Pihak LSM tersenyum mendengar jawaban tersebut.

LSM         : "Kalo soal keuangan, gimana manajemen keuangan yang baik menurut Anda?"

Plm #9   : "Terus terang saya nggak paham tentang manajemen keuangan, Pak, karena pendidikan saya bukan di bidang keuangan."

LSM         : "Kalo nanti Anda terima gaji, apa prioritas pengeluaran Anda?"

Plm #10 : "Yaa ... paling untuk kebutuhan sehari-hari, seperti untuk makan, bensin, pulsa dan kalo ada sisanya ditabung."

LSM         : "Kalonanti udah berkeluarga, prioritas pengeluaran Anda akan berubah atau tidak?"

Plmr #11 : "Tentu berubah, Pak. Kebutuhan anak dan rumah tangga lebih utama."

LSM          : "Di rumah Anda, siapa yang beres-beres rumah, seperti ; mencuci, nyapu, nyiapin makanan, setrika, dll? Ibu atau pembantu?"

Plmr #12 : "Ibu, Pak."

LSM          : "Punya pembantu rumah tangga?"

Plmr #13:"Nggak. Maaf, kenapa Bapak menanyakan itu?"

LSM          : "Yaa ... sekedar ingin tahu aja."

LSM          : "Anda punya adik yang masih bayi?"

Plmr #14: "Kalo yang masih bayi, nggak punya. Tapi kalau adik punya."

LSM          : "Siapa yang ngurus adikmu waktu masih bayi, ibumu atau baby sitter?"

Plmr #15: "Ibu, Pak."

LSM          : "Gimana perasaan Anda saat punya adik yang masih bayi?"

Plmr #16: "Senang. Tapi, kadang campur mangkel juga kalau pas dia nangis. Berisik banget."

LSM          : "Jam berapa Anda biasanya tidur dan bangun pagi?"

Plmr #17 sedikit mengerutkan dahinya, keheranan, sebelumnya akhirnya menjawab.

Plmr #17 : "Tidur sekitar jam 10 malam dan bangun sekitar jam 5 pagi."

LSM           : "Kalo ibu Anda, jam berapa biasanya beliau tidur dan bangun pagi?"

Plmr #18 mengerutkan dahinya. Berpikir keras, coba menebak apa maksud pertanyaan tersebut.

Plmr #18 : "Saya nggak tahu persisnya jam berapa ibu saya tidur dan bangun pagi."

LSM          : "Apakah waktu Anda tidur, ibu belum tidur dan udah bangun ketika Anda bangun?"

Plmr #19: "Betul, Pak."

LSM          : "Apakah ibu Anda punya pekerjaan di luar rumah?"

Plmr #20 : "Nggak, Pak. Ibu saya hanya ibu rumah tangga biasa."

LSM           : "Apakah Anda siap kerja dalam tekanan?"

Plmr #1    : "Siap, Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin!"

LSM           : "Dalam pekerjaan Anda nanti akanada situasi di mana klien Anda akan merusak atau memporak-porandakan pekerjaan yang baru saja Anda selesaikan atau rapikan. Gimana perasaan Anda?"

Plmr #2   : "Ya, pasti nggondok, Pak."

LSM           : "Bersiap-siaplah. Hal itu akan sering Anda temui. Kalo lembur? Anda siap?"

Plmr #3   : "Seberapa sering lemburnya, Pak?"

LSM           : "Yaah ... emang tidak setiap hari lembur, tapi cukup seringlah."

Plmr #4   : "Jika emang situasi mengharuskan saya kerja lembur, saya siap!"

LSM           : "Bagus! Tapi, perlu Anda pahami, nggak ada upah tambahan untuk lembur ini."

Plmr #5   : "Apa???! Nggak ada upah lembur? Wah ... pemerasan tenaga kerja ini namanya, Pak!"

LSM           : "Apa boleh buat. Anda keberatan? Nggak sanggup?"

Plmr #6  : "Ya, jelas nggak sanggup, Pak!"

LSM          : "Tapi, memang demikianlah kenyataannya. Kalo klien Anda nanti membutuhkan Anda, meskipun jam 02 pagi dan Anda sedang tidur nyenyak, Anda tetap harus segera datang. Hari libur pun Anda nggak akan sempat menikmatinya, bahkan bisa jadi pekerjaan Anda justru akan semakin menumpuk."

Plmr #7  : "Hari libur tetap kerja? Pekerjaan apa ini, Pak?"

LSM          : "Nanti saya kasih tahu. Kalo Anda mengalami kekerasan, gimana reaksi Anda?"

Plmr #8 : "Misalnya, Pak?"

LSM         : "Yah ... seperti rambut dijambak, dipukul, ditendang, ditempeleng, dll."

Plmr #9 : "Waahh ... kok serem sekali, Pak. Sebenarnya, kita ini mau kerja sama siapa sih, Pak?"

LSM         : "Ya ... karena calon klien Anda nanti berbeda-beda tingkat usia, latar belakang pendidikan dan karakternya."

Plmr #10: "Kalo saya mungkin akan melawan jika mengalami kekerasan."

LSM          : "Anda nggak akan bisa, bahkan nggak mungkin melawan."

Plmr #11 : "Kalo nggak bisa melawan, lebih baik saya keluar."

LSM          : "Sepertinya hal itu juga akan sulit terlaksana. Anda akan susah keluar dari pekerjaan ini."

Plmr #12 : "Pekerjaan apa ini, Pak? Kok kayaknya seram sekali."

LSM           : "Begitulah. Saya harus memberikan gambaran yang sebenarnya tentang pekerjaan ini."

Plmr #13 : "Maaf, saya nggak tertarik dengan pekerjaan ini, Pak."

LSM           : "Kami akan membayar berapa pun gaji yang Anda minta. Anda minta gaji berapa?"

Plmr #14 : "Dengan gambaran pekerjaan melelahkan dan penuh risiko seperti itu, saya minta 25 juta, Pak."

LSM           : "Anda yakin? Direktur aja gajinya nggak sebesar itu."

Plmr #15 : "Saya minta 30 juta, Pak. Soalnya nggak ada libur dan lembur juga nggak dibayar."

LSM           : "Woouww .... Baiklah. Saya rasa cukup sekian wawancaranya. Permintaan Anda kami tampung. Silakan menunggu di ruangan sebelah sana."

Setelah semua pelamar menyelesaikan sesi wawancara, mereka dikumpulkan di sebuah ruangan yang berada di sebelah ruangan wawancara.

LSM           : "Baiklah, saudara-saudara, terima kasih telah datang memenuhi panggilan kami. Kira-kira apa pekerjaan yang kami tawarkan dalam wawancara tadi?"

Hampir seluruh pelamar menjawab serentak,

"Pembantu Rumah Tangga."

Ada juga yang menjawab,

"Asisten Rumah Tangga."

LSM           : "Emang mirip dengan itu, tapi bukan itu. Ini beda.Bedanya di gaji yang diterima. Gaji yang akan diterima sangat jauh berbeda dengan yang Anda sebutkan dalam wawancara tadi. Anda semua boleh percaya boleh tidak, yang jelas nggak ada gaji atau upah satu rupiah pun untuk pekerjaan ini.Sekali lagi saya ulangi, Anda nggak akan digaji untuk melakukan pekerjaan ini."

Para pelamar pun langsung ribut.

"Gilaa!! Edann!! Ini penindasan, namanya!!"

"Mana ada kerja nggak dibayar?! Emangnya kita ini robot apa?!"

"Siapa yang mau kerja seperti itu kalo nggak dibayar?!"

LSM           : "Kalo saya katakan ada yang mau kerja seperti itu dengan tanpa bayaran alias gratis, kalian percaya nggak?"

Pelamar  : "Nggak percaya!"

                     : "Malaikat kali, yang mau kerja tapi nggak mau dibayar."

                     : "Relawan mungkin, tapi apa ya kuat?"

LSM           : "Bukan malaikat, bukan juga relawan. Mereka manusia biasa tapi punya kemampuan luar biasa.Dan mereka bukan hanya satu atau dua orang, tapi jutaan jumlahnya."

Para pelamar langsung diam, saling berpandangan, seolah tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh pihak LSM.

LSM           : "Orang yang dengan tulus dan ikhlas mau bekerja seperti itu tanpa dibayar satu rupiah pun adalah ... IBU. Ya, ibu saya, ibu saudara-saudara, ibu kita semua."

Para pelamar tampak diam.

LSM           : "Coba Anda amati lagi. Dari bangun pagi sampai mau tidur lagi pekerjaan ibu nggak pernah ada istirahatnya.Mulai dari nyiapin sarapan pagi, nyuci baju, masak untuk makan siang dan malam, setrika, nyapu rumah dan halaman.Kadang masih harus jemput anak sekolah. Belum lagi kalo ada anak yang sakit, ibu akan selalu siap siaga hampir 24 jam. Saat kalian masih kecil pasti pernah satu dua kali mukul ibu, nendang ibu atau jambak rambut ibu.Betul tidak?Apakah ibu balas memukul, balas tendang atau balas jambak rambut kita? Tidak, kan?"

Para pelamar makin tercenung.Beberapa di antaranya menundukkan kepala.

LSM           : "Itu belum terhitung dengan pengorbanannya saat hamil dan melahirkan kita. Nyawa jadi taruhannya.Meskipun begitu, tanpa kita sadari, kita sering memperlakukan ibu seperti pembantu rumah tangga kita.Tanpa kita sadari, kita sering meminta ini dan itu kepada ibu, minta dibikinin ini dan itu tanpa memperdulikan kondisi ibu. Bikin rumah jadi berantakan lagi tanpa menyadari betapa capek dan lelahnya ibu yang sudah merapikannya."

Para pelamar makin terdiam.Beberapa diantara tampak berlinang air matanya.

LSM           : "Ibu nggak pernah menuntut upah atas semua itu. Beliau lakukan sebagai bentuk kasih sayangnya pada kita, anak-anaknya.Jadi, jangan pernah kecewakan apalagi menyakitinya.Buatlah ibu tersenyum.Bagi yang udah nggak punya ibu, kirim do'a untuknya.Itu udah cukup sebagai balas jasa kita pada ibu kita.

Beberapa pelamar tampak menangis.

LSM           : "Kami mohon maaf, karena kami sebetulnya tidak sedang membuka lowongan kerja. Ini hanyalah sebagian dari program kami untuk menumbuhkan kesadaran akan peran penting kaum perempuan, terutama ibu. Jika ada yang merasa keberatan atau merasa tertipu dengan wawancara ini, silakan ambil uang kompensasi transport Anda di bagian keuangan.Tapi, jika merasa bermanfaat, kami persilakan Anda untuk pulang.Temui Ibu Anda masing-masing, minta maaf kepadanya dan senangkan hatinya dengan membantu meringankan beban kerjanya.Terima kasih."

Beberapa pelamar langsung pamit pulang.Ada juga yang masih duduk termenung sambil menahan tangis.

To all mother in the world, we're nothing withouy you.

*) Terinspirasi oleh sebuah video lama di WAG dengan banyak perubahan dialog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun