Mohon tunggu...
Masta Marselina Sembiring
Masta Marselina Sembiring Mohon Tunggu... -

Saya seorang Mahasiswa jurusan keguruan, ingin mencoba menulis apa yang saya pikirkan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerpen: Pudarnya Merahku…

2 Maret 2010   15:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:39 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini sungguh melelahkan, tak sanggup aku berpikir apa yang harus kuputuskan demi masa depanku. Rahmat yang berkelimpahan dan dukungan dari orang tua ingin aku kuliah di perguruan tinggi negeri. Namun, keputusan itu belum tentu ku tekatkan karena aku masih takut tidak akan lulus SMA, padahal kelulusan akan segera diumumkan pada hari ini juga di sekolahku SMA Berastagi. Namaku adalah Yanti Saragih, hidup bersama Bapak dan Mamak yang bekerja sebagai guru di SMP di Berastagi. Aku anak pertama dari tiga bersaudara dan kedua saudaraku itu adalah laki-laki. Bapak dan mamakku sering memanggilku "Boru", mungkin itulah panggilan yang menandakan bahwa aku adalah anak satu-satunya perempuan yang harus dilindungi oleh ke dua adikku yang tidak berbeda jauh umurnya dengan aku. Sebelumnya kami tinggal di Haranggaol, tapi karena ada pemindahan kerja secara mendadak dan sanggat dibutuhkan di Berastagi sehingga Bapak dan Mamak setuju untuk pindah.

"Yan...yanti" terdengar suara mamak begitu kencang.

"Ya, mak" aku menjawab dengan cepat, karena takut mamak akan marah.

"ya, ini hasil kelulusanmu, baca dulu. Entah ngak lulusnya kau" mamak menyodorkan kertas putih itu dan tanganku takut sekali untuk menerimanya, seakan aku dijatuhi hukuman mati. Dengan perasaan itu, aku berusaha tegar dan pelan-pelan membuka kertas itu,

"waaaahhhhh, aku lulus..hahahah..aku lulus mak" aku mencium pipi mamak dengan sangat bangga. Aku terus kegirangan dan sangat bahagia, aku berlari ke teras menemui bapak untuk menunjukkan kertas kelulusanku, aku seperti tidak sadar bahkan aku menyuruh adik-adikku mencubit pipiku untuk membuktikan itu tidak mimpi. Setelah melampiaskan kebahagiaan itu, mamak dan bapak pun memberikan selamat kepadaku dan memelukku seakan dia mengharapkan sesuatu yang begitu besar karena aku dianggap sebagai penerus pertama dan motivator bagi adik-adikku untuk selalu berusaha demi masa depan keluarga Saragih.

"Nakku!" terdengar suara bapak seakan serius ingin berbicara kepadaku.


"Ya, pak" jawabku dengan bijak.

"Nakku, kemananya maumu kuliah? Itu tidak cukup tamat SMA, ya harus kuliahlah. Kalau bapak sama mamakmu ini jadi Guru setidaknya "Boru" bisa melanjutkkan sama seperti kami ini, kalo bapak sama mamak masih sehat kalau bisa di atas kami. Karena perjuangan untuk sekolah itu masih panjang, hanya pendidikanlah modal besar yang paling abadi untuk sukses" pesan bapak membuat aku harus siap memberikan sebuah keputusan yang benar.

"Ya, pak. Aku ikut SPMB sajalah dulu ke Medan. Lagian aku kan dah bimbinngan selama ini, mana tahu kali ini Yanti lulus juga" jawabanku membuat bapak dan ibu sangat senang.

"Ya sudah, kamu belajar saja dulu. Minggu depan kita ke Medan untuk mendaftar" setelah bapak berkata seperti itu bapak meninggalkanku bersama ibu.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun