Mohon tunggu...
Mas Say
Mas Say Mohon Tunggu... Dosen - Pemuda Indonesia

Diskusi: Kebangsaan dan Keindonesiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sistem Pemilu, Terbuka Vs Tertutup!

6 Januari 2023   23:36 Diperbarui: 6 Januari 2023   23:37 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumentasi Pribadi

Mendukung sistem proporsional tertutup identik dengan berpikir tidak sehat. Menuju demokrasi yang sakit permanen. Melegalkan money politic. Memperjual belikan suara rakyat dalam kardus tertutup. Menolak proporsional tertutup adalah langkah waras dan berakal agar negara tetap sehat. Mari dukung proporsional terbuka. Suarakan proporsional tertutup.
(Mas Say)
 
Polemik soal sistem pemilu kembali menjadi perdebatan publik. Pada objek dari sidang perkara No. 114/PUU-XX/2022 di MK menjadi sorotan berbagai pihak. Apalagi setelah pada tanggal 29 Desember 2022 Ketua KPU ikut memberikan statement ke publik. Pro dan kontra mulai muncul. Agenda pada sidang tanggal 20 Desember 2022 masih ditunda. Kembali dijadwalkan pada tanggal 17 Januari 2023.

Hal ini disebabkan Presiden atau pemerintah dan DPR serta para pihak tidak hadir untuk memberikan keterangan. Fakta ini juga menjadi pemicu bola panas materi sidang di MK makin mendapat perhatian publik. Ada agenda tersembunyi seperti apa?. Mengapa sistem pemilu dengan proporsional terbuka dan tertutup masih dihembuskan ke publik?. Siapakah para pihak yang ingin mengambil keuntungan atas keadaan tersebut?. Apakah Ketua KPU berpotensi melanggar kode etik atas pernyataannya?. Ini adalah tugas kita bersama untuk terus mengawal fenomena kebangsaan dan bernegera tersebut.
 
UUD 1945 dan UU Pemilu


Konstitusi merupakan dasar utama bagi proses penyelenggaran bernegara termasuk adanya pemilu. Pasca amandemen ke-3 konstitusi kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945). Konsep sovereignity belong to people adalah tentang rakyat. Tidak ada lagi sistem perwakilan. Tidak boleh diwakilkan oleh apa pun. 

Pemegang suara langsung oleh rakyat. Suara rakyat penentunya. Bukan diwakilkan. Konsep dan dogma ini juga berlaku bagi pilihan bernegara melalui sistem pemilu. Termasuk dalam memilih dan menentukan para wakil rakyat berupa caleg pada tingkat nasional berupa DPR (Pasal 19 ayat (1) UUD 1945) dan juga bagi DPRD (Pasal 18 ayat (3) UUD 1945). Parpol sebagai bagian sarana dan kendaraan politik saja. Tidak dapat mewakili suara rakyat secara kelembagaan.


Dilematik dari pemaknaan redaksional "....sistem proporsional terbuka" (Pasal 168 (2) UU Pemilu) bagi caleg baik dari DPR dan DPRD (provinsi dan kabupaten / kota) menjadi objek dan bahan uji materi (judicial review) di MK. Tafsir dan pertimbangan dari MK kembali dipertanyakan. Sidang perkara No. 114/PUU-XX/2022 sekarang masih dalam proses di MK. Apalagi masih pada tahapan proses pemanggilan para pihak untuk diminta keterangannya. Dialektika dan perdebatan norma hukum masih akan terjadi. Paling menarik adalah ketika ada dissenting opinion antar para hakim MK. Arah pemikiran hakim MK dari celah itu akan dapat kita ketahui tentang pemahaman tentang sistem pemilu.
 
Putusan MK


MK bukan saja sebagai the guardian of constitution. Akan tetapi, juga sebagai the guardian of democracy dalam mencapai tujuan bernegara. MK tidak berhak memberikan pilihan dan opsi dalam penentuan serta penggunaan sistem dalam pemilu. Pilihan sistem adalah kewenangan bagi positive legislator yaitu DPR. Bukan wilayah MK. Pada dasarnya, MK hanya memberikan arahan normatif saja. Bukan soal teknisnya tentang pilihan sistem pemilu.


Soal sistem pemilu ini pada dasarnya MK telah memberikan rambu konstitualismenya pada putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 sebagai acuan saat pemilu tahun 2009. Jika ada pasal atau bagian dari pasal yang dibenturkan dengan batu uji dari UUD 1945 oleh para pemohon sama, maka MK tidak dapat membuat putusan baru. Putusan sebelumnya yang akan berlaku. Biasanya MK memberikan putusan yang bersifat open legal policy yang kebijakan teknisnya diserahkan pada legislatif sebagai pembuat UU.
 
 
Konstelasi politik


Perbedaan pandangan antar Parpol mulai memanas saat ada wacana Perppu Pemilu. Pintu masuk disebabkan adanya provinsi baru di Papua menjadi dialektika awalnya. Materi lain ingin disisipkan. Termasuk nomor urut Parpol dalam pemilu. Perppu No. 1 Tahun 2022 tentang Pemilu resmi berlaku tertanggal 12 Desember 2022. Perppu ini khususnya akan dijadikan pedoman bagi KPU untuk membentuk KPUD dan aturan teknis lainnya pada wilayah pembentukan provinsi baru. Bagi Parpol tentunya juga akan menjadi tolak ukur agar memenangkan kontestasi di daerah baru tersebut.


Berkaitan dengan debat soal sistem pemilu, sementara ini hanya PDIP yang secara terbuka mendukung proporsional tertutup. Ada 8 Parpol lainnya masih ingin dengan sistem terbuka. Peta dan konstelasi politik antar Parpol tampaknya masih akan terus bergulir. Hal ini tentunya masih tetap akan menunggu hasil dari putusan MK. Jika MK memberikan perintah agar ada UU baru, tentunya perlu proses waktu lama. Apalagi tahapan pemilu sudah dimulai dari KPU. Ini tugas berat bagi anggota DPR.
 
Analisa dan alternatif solusi


Sistem proporsional dalam pemilu baik terbuka dan tertutup pada hakikatnya memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Sejak pilihan demokrasi Indonesia telah menetapkan pada sistem terbuka, maka wajib dan menjadi keniscayaan sistem terbuka adalah terbaik bagi hukum dan demokratisasi di Indonesia. Jika pada proses sistem terbuka masih terdapat kelemahan dan kekurangan bukan berarti lantas berpikir untuk mengganti sistem lain. Fakta ini adalah cara berpikir terbaik dan tidak solutif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun