Dengan kepulanganku pangkuan anak-anakku kembali, aku sebenernya mencemaskan akan banyak lagi laki-laki yang berdatangan ke rumah kembali. Selama masih bersama suami saja mereka masih berusaha menghubungiku melalui sosmed. Beberapa di antara bahkan ada yang nekad akan datang ke rumah kami.Â
Sesungguhnya hanya ada satu laki-laki yang aku rindukan kedatangannya ke rumah kontrakanku. Kemarin setelah aku kembali ke rumah kontrakan, kami telah berbincang lewat percakapan di handphone. Seperti halnya aku diapun begitu bahagia aku bisa melepaskan diri dari kepengapan rumah tangga kami.Â
"Aku ikut seneng mbak. Nanti malam aku datang ya. Bolehkan ?", katanya.
"Tentu boleh mas. Aku kangen mas", kataku.
                                   **
Kini aku sedang berharap-harap cemas menantikan suamiku mengucapkan talak. Aku berharap dia menyadari kalau di antara kami tidak ada rasa saling mencintai. Kami sekedar menuruti kemauan orang-orang tua kami. Aku sebenernya sadar sepenuhnya bahwa rumah tangga kami tidak mungkin dipertahankan, semoga suamiku juga menyadarinya begitu. Tidak akan ada kebahagiaan dalam rumah tangga yang dibangun dengan keterpaksaan.
Atau akau harus menunggu tiga bulan lagi supaya aku bisa menggungat cerai ?!
Jkt, 160820
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H