Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Talak

16 Agustus 2020   07:42 Diperbarui: 16 Agustus 2020   07:45 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lega rasanya bisa keluar dari rumah suami dan kembali ke rumah kontrakan kami. 

Aku merasa seperti terbebas dari himpitan beban yang sangat berat. Aku kini bisa bernafas dengan lega, kembali bisa tersenyum dengan bebas. Selama di rumah suami rasa-rasanya hidupku terpanggang dalam api yang membara. Begitu menyesakkan dada.

Kami jarang ngobrol bersama apalagi bercanda-canda. Suamiku asyiik dengan dunianya sendiri sementara aku begitu merasa tertekan. Apalagi setelah kedatangan kakek si orang pintar di rumah kami semakin membuatku ketakutan. Ibarat monster yang setiap kesempatan siap menerkamku.

Sejujurnya kalau bukan karena permintaan bapak, apalagi melihat kondisi kesehatan bapak yang semakin memburuk, aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang tidak aku cintai. Apa yang aku bayangkan rumah tangga kami akan kandas untuk yang kedua kalinya pun terjadi. Dengan sisa-sisa keberanian yang ada dalam diriku aku meninggalkan suamiku dan kembali ke kontrakan lamaku.

                                                                   **

Kupandangi anak-anakku yang telah tertidur lelap. Entah apa yang ada dalam benak mereka, menerimaku kembali sepenuh hati atau sekedar menyenangkan hatiku. Memang sejak awal sesungguhnya anak-anakku tidak mau aku menikah lagi, tetapi mereka terpaksa menuruti perintah kakeknya untuk dapat menerima kehadiran ayah baru bagi mereka.

Aku sebetulnya juga merasakan rasa sayang anak-anakku dengan tidak mengijinkan aku menikah lagi. Mereka hanya ingin melindungi aku dari godaan dan perlakuan tidak menyenangkan dari para lelaki. 

"Kami tidak ingin melihat ibu menangis lagi", begitu kata mereka.

Makanya mereka menunjukkan ekspresi ketidaksukaan kalau ada laki-laki yang datang ke rumah kontrakan kami. Bahkan anak laki-lakiku beberapa kali mengusir dengan kasar lelaki yang bertamu ke rumah. Kalau mendengar kata-kata yang mengumbar janji atau mulai merayu anak laki-lakiku akan membanting barang-barang atau membanting pintu sebagai tanda ketidaksenangannya dengan tamu laki-lakiku.

Aku kadang tidak enak hati dibuatnya. Memang sekalipun aku tidak menyukai kedatangan seseorang tapi aku tidak bisa menunjukkan ketidaksukaanku kepadanya. Aku berusaha menjaga perasaannya dengan bersikap pura-pura senang dengan kedatangannya. Iinilah yang sering disalahartikan oleh para lelaki dikiranya aku begitu mengharapkan kedatangan mereka.

Dengan kepulanganku pangkuan anak-anakku kembali, aku sebenernya mencemaskan akan banyak lagi laki-laki yang berdatangan ke rumah kembali. Selama masih bersama suami saja mereka masih berusaha menghubungiku melalui sosmed. Beberapa di antara bahkan ada yang nekad akan datang ke rumah kami. 

Sesungguhnya hanya ada satu laki-laki yang aku rindukan kedatangannya ke rumah kontrakanku. Kemarin setelah aku kembali ke rumah kontrakan, kami telah berbincang lewat percakapan di handphone. Seperti halnya aku diapun begitu bahagia aku bisa melepaskan diri dari kepengapan rumah tangga kami. 

"Aku ikut seneng mbak. Nanti malam aku datang ya. Bolehkan ?", katanya.

"Tentu boleh mas. Aku kangen mas", kataku.

                                                                      **

Kini aku sedang berharap-harap cemas menantikan suamiku mengucapkan talak. Aku berharap dia menyadari kalau di antara kami tidak ada rasa saling mencintai. Kami sekedar menuruti kemauan orang-orang tua kami. Aku sebenernya sadar sepenuhnya bahwa rumah tangga kami tidak mungkin dipertahankan, semoga suamiku juga menyadarinya begitu. Tidak akan ada kebahagiaan dalam rumah tangga yang dibangun dengan keterpaksaan.

Atau akau harus menunggu tiga bulan lagi supaya aku bisa menggungat cerai ?!

Jkt, 160820

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun