Mohon tunggu...
Masrul Purba Dasuha
Masrul Purba Dasuha Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Saya Masrul Purba Dasuha, SPd seorang pemerhati budaya Simalungun berasal dari Pamatang Bandar Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Simalungun adalah jati diriku, Purba adalah marga kebanggaanku. Saya hidup berbudaya dan akan mati secara berbudaya. Jangan pernah sesekali melupakan sejarah, leluhurmu menjadi sejarah bagimu dan dirimu juga kelak akan menjadi sejarah bagi penerusmu. Abdikanlah dirimu untuk senantiasa bermanfaat bagi sesama karena kita tercipta sejatinya memang sebagai pengabdi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Lahirnya Marga Purba Simalungun

22 Juni 2016   09:41 Diperbarui: 31 Desember 2016   07:12 9106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14. Tuan Jadiammat 

15. Tuan Bosar Sumalam 

16. Tuan Marga Bulan (Raja Muda) 

Keturunan Purba Tambak yang lahir dari puteri Saragih Simarmata pindah ke Cingkes dan menamakan diri Purba Sigumondrong. Dari Cingkes inilah keturunannya pergi merantau ke berbagai tempat. Saat ini keturunan Purba Sigumonrong menyebar luas di sejumlah daerah di Kabupaten Simalungun dan tanah Karo (Tarigan Gerneng) mulai dari Cingkes, Bawang, Saribu Dolog, Lokkung, Raya Panribuan, Sondi Raya, Mappu, Sinondang, Merek Raya, Raya Tongah, Bah Hapal, dan Nagori Dolog. Dari sini keturunannya menyebar lagi ke kawasan di sekitarnya seperti Sambosar Raya, Marubun Lokkung, dan Togur. Adapun Purba Sigumondrong yang berdiam di Marubun Lokkung dan Togur sekitarnya merupakan para perantau dari kampung Lokkung di Raya yang sengaja datang ke tempat itu untuk membuka perladangan. Sejarah kehadiran Purba Sigumondrong ke Raya diawali dari perjalanan Tuan Pining Sori Munthe yang mengadakan ekspedisi perjalanan dengan menunggang seekor kerbau Si Nangga Lutu dari Garingging. Dalam perjalanannya, dia  melewati Cingkes, dari sinilah salah seorang keturunan Purba Sigumondrong ikut serta bersama rombongan Tuan Pining Sori menuju Raya Simbolon.

Menurut cerita lisan di Simalungun, leluhur Purba Silangit berasal dari Dolog Tinggi Raja. Pada zaman dahulu kawasan Dolog Tinggi Raja dikuasai oleh Purba Silangit, konon terbentuknya cagar alam Dolog Tinggi Raja diyakini akibat dari tragedi bencana banjir yang menimpa wilayah kekuasaan Raja Purba Silangi. Masyarakat setempat masyarakat setempat meyakini usai tragedi inilah menjadi awal mula munculnya massa air panas dan kawah putih di wilayah ini. Keturunannya pun berhamburan meninggalkan Dolog Tinggi Raja, ada yang pindah ke Raya, Toras, Langit Sinombah, dan Purba Sinombah. Dari Toras keturunannya kemudian pindah lagi ke Panribuan, lalu dari Langit Sinombah menyebar ke Saran Padang. Kemudian dari Panribuan keturunannya membentuk perkampungan baru di Gunung Mariah yang kini masuk wilayah Deli Serdang terus ke Bangun Sinombah, Bandar Sinombah hingga ke Bah Gerger di Lubuk Pakam. Dari kampung Toras, Panribuan, Saran Padang, dan Langit Sinombah. Dari sini mereka menyebar ke tanah Karo, sebagian lagi bergerak ke Deli Serdang menduduki daerah Gunung Mariah, Bangun Sinombah, dan Bandar Sinombah hingga ke Bah Gerger di Lubuk Pakam. Dari Gunung Mariah, keturunannya pindah lagi ke tanah Karo. Ada sebuah pendapat yang menyatakan bahwa Purba Sigulang Batu konon lahir dari salah seorang keturunan Purba Silangit yang pergi berkelana ke Humbang. Adapun leluhur Purba Tondang dan Purba Tambun Saribu adalah dua marga bersaudara, leluhur mereka berawal dari kampung Hinalang Nabolag. Dari sini keturunannya terpecah, salah seorang pergi ke Sibarabara dan menjadi Purba Tondang, sedang seorang lagi menuju Silombu (tempat ini kini sudah berubah menjadi area perladangan) melahirkan Purba Tambun Saribu. Dari Sibarabara, keturunan Purba Tondang membentuk perkampungan di Hitei Tanoh (Huta Tanoh sekarang) di Kecamatan Purba. Keturunannya kemudian memperluas wilayah lagi hingga sampai Hinalang dan Purba Hinalang, marga ini merupakan penduduk pribumi di Hinalang yang menyambut kehadiran Purba Pakpak yang datang dari Pamatang Purba. Dari Hinalang ada yang pindah ke Rahut Bosi terus ke tanah Karo dan beralih menjadi Tarigan Tondang dan Tarigan Tendang. Sementara keturunan Purba Tambun Saribu, dari Silombu menyebar ke Binangara dan Haranggaol di Kecamatan Haranggaol Horisan, keturunannya yang pindah ke tanah Karo beralih menjadi Tarigan Tambun. Setiap tahun seluruh keturunan Purba Tambun Saribu baik di Simalungun maupun tanah Karo mengadakan pertemuan tahunan yang bertempat di Haranggaol dan tugu marga ini sudah didirikan di Binangara.

Cabang marga Purba lainnya yaitu Purba Tua. Eksistensi marga ini ditandai dengan adanya kampung Purba Tua yang berada di Kecamatan Silimakuta yang kemudian terbagi menjadi Purba Tua Bolag dan Purba Tua Etek. Dari Purba Tua, keturunannya menyebar ke Rahut Bosi, Cingkes, Tambak Bawang, sebagian pindah ke tanah Karo dan bermukim di Juhar menyandang marga Tarigan Tua. Marga inilah yang menerima kehadiran salah seorang keturunan marga Cibero di Juhar yang datang dari Tungtung Batu yang kemudian beralih menjadi Tarigan Sibero, peristiwa ini terjadi sekitar 500 tahun yang lalu. Dari marga ini muncul Purba Tanjung di mana keturunannya banyak mendiami daerah Sipinggan, simpang Haranggaol. Namun, ada juga yang menduga leluhur mereka bermula dari Purba Tambak, di mana salah seorang keturunannya mendirikan kampung di sebuah tanjung di pinggiran Danau Toba, sehingga dinamakan Purba Tanjung. Selain itu, ada sebuah kisah tentang seorang pemuda bermarga Tanjung berasal dari Minangkabau, yang datang ke daerah Sokkur, Raya Kaheian bersama orang Cina sebagai pekerja bangunan. Dia lalu menikah dengan seorang puteri Damanik Malayu dan disahkan menjadi Purba Tanjung. Keduanya dikaruniai lima orang anak yang bermargakan Purba Tanjung. Setelah beberapa lama berada di Sokkur, timbul kerinduannya pada kampung halamannya. Dengan berjalan kaki dia pulang kembali ke Minangkabau meninggalkan isteri dan anaknya, hingga akhir hayatnya dia tidak pernah kembali ke Sokkur. Tulang belulang isterinya disemayamkan pada peti batu dan hingga kini masih tetap diperhatikan oleh keturunannya. Bila merujuk versi Toba, Purba Tanjung dinyatakan berasal dari garis keturunan Marsahan Omas (Bercawan Emas) keturunan Purba Parhorbo. Purba Parhorbo memiliki tiga orang anak, masing-masing bernama Parhodahoda, Marsahan Omas, dan Tuan Manorsa. Konon Marsahaan Omas sering melakukan ritual "maranggir" (mandi menggunakan jeruk purut) dengan menggunakan cawan emas di sekitar kampung Nagori Kecamatan Purba. Dia memiliki tiga orang putera, yaitu Tuan Siborna, Nahoda Raja, dan Namora Soaloon. Dari Nahoda Raja lahir Raja Omo yang merupakan leluhur Purba Tanjung pertama yang bermukim di Sipinggan.

Adapun leluhur Purba Pakpak merupakan seorang pemburu yang datang dari tanah Pakpak, keturunan marga Cibero. Karena mengejar seekor burung dari Tungtung Batu Kecamatan Silima Punggapungga membawa dirinya sampai ke Simalungun dan memasuki wilayah kekuasaan Tuan Simalobong salah satu partuanon dari Kerajaan Panei. Karena kepiawaiannya ia berhasil merebut hati rakyat Simalobong yang tengah dilanda musim paceklik sehingga rakyat Simalobong dengan sukarela memanggilnya raja. Hal ini menimbulkan kemarahan dan kecemburuan Tuan Simalobong, karena ia merasa ialah satu-satunya yang berhak menyandang titel tersebut. Akibatnya Pangultopultop berurusan dengan pihak istana dan berhadapan langsung dengan Tuan Simalobong, peristiwa ini berujung dengan adu sumpah (marbija) antara keduanya yang akhirnya berhasil dimenangkan oleh Pangultopultop. Kepemimpinan kemudian jatuh ke tangannya, di bekas wilayah kekuasaan Tuan Simalobong, ia lalu mendirikan Kerajaan Purba dan mengidentifikasi dirinya dengan sebutan Purba Pakpak. Mengenai Purba Pakpak, pengetua adat marga Cibero dengan tegas mengatakan bahwa Pangultopultop, sang pendiri Kerajaan Purba yang merupakan nenek moyang pertama Purba Pakpak juga bermarga Cibero. Nama asli Pangultopultop menurutnya adalah Gorga, ia memiliki seorang saudara bernama Batu, putera Batu bernama Buah atau Suksuk Langit yang juga digelari Pengelter yang pindah ke Juhar dan menjadi Tarigan Sibero. Mereka ini merupakan generasi keduapuluh dari Raja Ghaib, generasi awal marga Cibero. Sedang leluhur Girsang yang pertama kali pindah ke Simalungun adalah generasi kesepuluh, hingga saat ini keturunan Raja Gaib sudah mencapai tigapuluh lima generasi. Di antara keturunan Purba Pakpak ada yang membelah diri menjadi Purba Sihala dan mendiami daerah Purba Hinalang, sebagian keturunannya pindah ke Dolog Silou dan menjadi Tarigan Purba Cikala, mereka mendiami daerah Cingkes dan Tanjung Purba, Kecamatan Dolog Silou.

Gambar 6: Raja Purba XII, Tuan Rahalim Purba Pakpak

Sebagian keturunan Purba Pakpak dan Purba Girsang, ada yang meyakini bahwa Pangultopultop dan Datu Parulas adalah figur yang sama dan sosok Datu Parulas juga dikenal di kalangan marga Nainggolan, namun ada versi berbeda tentang kisah kehidupannya. Menurut keyakinan Purba Pakpak, setelah Pangultopultop mendirikan Kerajaan Purba dan memiliki seorang putera sebagai penerus tahta, dia kemudian pergi menyeberang ke Pulau Samosir. Di Samosir, dia memasuki wilayah kekuasaan Tuan Mulani Huta marga Sagala. Di tempat ini, dia membantu membunuh babi hutan dan burung buas yang konon berkepala tujuh bernama Manukmanuk Patiaraja yang sangat meresahkan masyarakat setempat. Dengan kesaktiannya, dia berhasil membasmi babi hutan dan burung buas berkepala tujuh tersebut. Atas jasanya, Tuan Mulani Huta lalu menyerahkan puterinya bernama Nai Asang Pagar kepada Pangultopultop untuk dijadikan isteri, dari hasil perkawinannya melahirkan tiga orang putera yang kemudian membawakan marga Siboro. Pengembaraannya tidak berhenti sampai di sini, Pangultopultop kemudian pergi ke daerah Harian Nainggolan, dia menikahi salah seorang puteri Nainggolan. Di saat isterinya mengandung, dia kemudian kembali pulang ke Simalungun. Tidak lama kemudian isterinyapun melahirkan, karena Pangultopultop dianggap tidak bertanggungjawab, maka anak yang dilahirkan itu diberikan marga sesuai dengan marga ibunya yaitu Nainggolan Lumban Raja. Setelah beranjak dewasa, puteranya ini lalu bertanya tentang asal muasal ayahnya, karena rasa ingin tahunya yang sangat besar dia kemudian menerbangkan sebuah lesung dengan menggunakan ilmu bernama Sipahabang Losung, tanpa disadari lesung itu jatuh di Purba Saribu dekat Haranggaol. Dari situlah dia mengetahui kalau ayahnya berasal dari Simalungun, lesung tersebut masih bisa disaksikan hingga hari ini di Purba Saribu. Pihak Nainggolan menyebut Pangultopultop ini dengan nama Datu Parulas. Di masa tuanya, jejak pengembaraan Datu Parulas ditemukan di sekitar daerah Perdagangan, adapun Keramat Kubah Perdagangan oleh keturunannya diyakini sebagai tempat persemayaman terakhir Datu Parulas baik oleh pihak Nainggolan maupun Purba Girsang dan juga Purba Pakpak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun