Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Malu Itu Bukan Belenggu

27 Juni 2020   22:42 Diperbarui: 27 Juni 2020   22:45 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi id.pinterest.com gambar kiriman Eviana RShanti

Malu  adalah perasaan yang muncul dari tekanan keadaan sehingga merasa rendah, terhina, takut, dan kawatir.

Rasa malu muncul bisa karena sebuah kejadian yang dilihat oleh banyak orang. Sehingga hilang rasa percaya diri.

Orang-orang yang waras memiliki alasan yang cukup mendasar untuk memiliki rasa malu. Sebab rasa malu dibutuhkan manusia sebagai dasar eksistensi diri untuk berkembang dan diakui oleh orang lain tanpa tekanan.

Pada umumnya orang-orang merasa malu bila melakukan perbuatan asusila dan diketahui oleh orang-orang yang dikenalnya. Sehingga apapun dilakukan untuk menutupi rasa malu.

Sejak kecil manusia secara alamiah telah dididik memiliki perasaan malu. Misalnya sudah besar masih nenen, sudah besar masih ngompol, sudah besar masih suka menangis bila tak dituruti  saat meminta sesuatu.

Secara umum manusia akan merasa malu bila aib yang tersembunyi tiba-tiba terkuak. Atau kebohongan yang tersimpan rapi tiba-tiba terbuka.

Alat vital manusia adalah sesuatu yang harus disembunyikan, meskipun tiap hari dibawa kemanapun pergi. Sehingga saat penutupnya  terbuka seseorang pasti akan merasa malu. Karena itulah alat vital disebut kemaluan.

Dalam Islam malu adalah sebagian dari iman. Sebagaimana mafhum sebuah hadits, "alhaya'u minal iman".

Rasa malu akan membebaskan seseorang dari rasa bersalah. Misalnya, ia tak mau mengemis karena malu, meskipun sebenarnya perutnya sangat lapar, dan tak memiliki uang untuk membeli makanan.

Seorang pejabat negara takkan melakukan korupsi bila ia memiliki rasa malu. Malu memakan harta yang bukan haknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun